Share

BAB 2 Awal Pertemuan

Memasang topeng agar terlihat baik adalah keseharianku 

»|«

“Jihan!”

Jihan menoleh saat namanya di panggil oleh seorang gadis berambut sebahu, dia adalah Resa, teman satu kelasnya.

“Hari ini, lo enggak usah piket. Soalnya kemarin lo udah isi jadwal piket orang. Jadi, sekarang di ganti sama orang yang kemarin enggak piket.”

Jihan mengangguk lalu melanjutkan langkahnya menuju kelas dengan Resa yang berada di sampingnya.

“Eh! Sekarang razia, woy!”

Seketika kelas tersebut riuh dengan para siswa ataupun siswi. Kebanyakan dari mereka membawa barang yang di larang sekolah. Berbeda dengan Jihan yang santai sekali karena dirinya tahu, jika untuk kelas 12 akhir tidak akan ada razia sebab sudah bebas.

“Han, lo bisa enggak, jangan halangi kita yang mau nyembunyiin barang di tempat itu? Awas!”

Tubuh Jihan terdorong oleh Sherly yang sibuk menyimpan seluruh barang yang di bawanya ke sekolah.

“Dih,” decih Jihan pelan seraya menaikkan bahunya acuh, memilih memainkan ponselnya dengan posisi berdiri di samping papan tulis.

Namun, yang terjadi keadaan kelas semakin kacau membuat Beni dan Dion selaku ketua serta wakil ketua kelas sempat kelimpungan di buatnya.

Dengan malas, Jihan berjalan hendak membuka pintu kelas tetapi sudah lebih dulu di ketuk oleh salah satu guru mata pelajaran Sejarah di sekolahnya. “Jihan, lagi apa?”

Dikantongi ponselnya seraya menutup sedikit pintu kelas. “Kenapa, Bu?"

“Lagi pada ngapain? Ada kuis, ya?"

Jihan menggeleng. “Enggak ada, Bu. Kebetulan lagi jam kosong, ada yang bisa di bantu?”

“Hari ini ada promosi kampus lagi dari Universitas di Bandung. Bantu keadaan menjadi kondusif, ya?”

Mata Jihan melirik pada ke lima mahasiswa di belakang Bu Ani yang ternyata lelaki semua sedang tersenyum kepadanya. “Ehm– langsung bicara sama Beni aja, ketua kelasnya, Bu,” tolak Jihan dengan sehalus mungkin.

“Kamu aja, deh. Ibu masih harus antar perwakilan ke kelas lain.”

Jihan hanya bisa mengangguk pasrah, lalu tersenyum kepada mereka. “Sebentar, ya, kakak-kakak.” Setelah itu, Jihan mengintip ke dalam kelasnya. “Hey, instruksi sebentar! Hari ini ada promosi kampus lagi.” 

Semuanya bersorak antara senang karena razia tidak jadi, namun tak urung kesal sebab sudah bersusah-payah menyembunyikan barang yang ada.

“Info yang lo bilang itu palsu tahu enggak sih, Dan!” Sherly melempar kertas yang sudah gulung olehnya kepada Dani.

“Gue juga tahu dari kelas sebelah!” jawab Dani tak terima di salahkan.

Jihan menghela merasa lelah, lalu menoleh menatap Beni yang kebetulan sedang menatapnya. “Ben, suruh diem, gih!”

Tangan Beni mencolek ujung dagu lancip Jihan. “Oke, Jihan sayang.”

Jihan kembali berdiri tegak menatap kelima mahasiswa di hadapannya. “Maaf ya, kak. Tadi di dalam lagi kurang kondusif mohon dimaklumi. Mari, kak.” 

Dibukanya pintu kelas tersebut dengan lebar membuat keadaan kelas seketika hening saat kelima mahasiswa tersebut masuk ke dalam kelas.

“Sebelumnya, perkenalan dahulu, ya. Nama saya Daniel Ranendra.”

“Nama saya Kenzo Syahputra. Kami berdua sebagai informan di kegiatan promosi kali ini. Untuk kakak yang di balik layar laptop itu adalah Arfiano, kalau yang memegang kamera adalah Revan Rakana dan yang memegang brosur itu Genta Nathaleon."

Daniel menggulung lengan almamaternya hingga sebatas siku. “Kami semua perwakilan dari Universitas Tanah Jawa yang ada di Bandung.”

“Jauh amat, sampai ada di Bogor.” 

Celetukan dari Dani mendapat sorakan dari teman siswi di kelas ini membuat lelaki itu mendengus sebal. “Monggo, lajutkan pembicaraannya, Kang.”

Daniel dan Kenzo kembali melanjutkan pembicaraannya hingga selesai. Saatnya pembagian brosur oleh Genta, tepat di meja Jihan yang duduk bersama Kia. Dengan sengaja Genta menyelipkan sebuah notes kecil di telapak tangan Jihan.

Jihan menunduk guna membuka kertas tersebut yang terdapat sebuah tulisan kecil.

Pulang sekolah nanti, kutunggu di halte dekat sekolah ya, cantik.

Jihan tersenyum kecil, lebih tepatnya sinis. Dengan mata yang kembali tertuju pada proyektor, tangannya menyobek kertas itu dan membuangnya di bawah meja.

»|«

Pukul 1 siang, Jihan mengecek ponselnya guna melihat notifikasi yang masuk. Selepas istirahat tadi, Bara meneleponnya untuk memberitahu bahwa lelaki itu akan menjemput.

Berhubung hari ini, ada jadwal treatment di salon membuatnya hendak menghubungi Bara. Namun, niatnya terhenti saat panggilan masuk dari lelaki itu.

“Jihan?”

“Iya, Mas?”

“Maafkan saya, hari ini ada rapat mendadak yang tidak saya tahu. Saya sudah memesan ojek online untuk kamu pulang. Hati-hati, ya.”

Jihan menghela pelan. “Iya, enggak apa-apa, Mas. Semangat kerjanya untuk hari ini.”

“Terima kasih, Jihan. Kabari saya setelah sampai rumah.”

“Iya.”

Panggilan tersebut berakhir seiring helaan nafas keluar dari mulutnya.

“Kenapa?” Suara berat milik lelaki datang dengan tiba-tiba.

Jihan menoleh ke samping kanannya dengan cepat. “Kak–” Dia menggantungkan ucapannya sebentar sebab bingung siapa sosok di depannya saat ini.

“Genta.” Seulas senyum manis menghiasi wajah Genta.

“Yang ngajak ketemuan di halte?”

Genta menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya terkekeh canggung. “Iya, ini juga mau ke sana.”

“Ngapain? Orang aku udah disini.” Jihan memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Genta. “Kakak itu laki-laki, harusnya temui aku duluan, bukan aku yang temui kakak."

Wajah Genta bersemu karena malu. “Iya, ngomong-ngomong aku pernah lihat kamu ada di hotel Alaska waktu itu. Pernah di booking?” Namun, sedetik setelahnya Genta memukul bibirnya yang kelewat mulus sekali saat berbicara.

Jihan melipat kedua tangannya di depan dada. “Ini cowok, to the point banget sih,” gerutu batinnya. “Memang kakak mau apa?”

Genta mengusap dagunya. “Mau aja kamu ikut kajian.”

“Ngapain?” Kening Jihan mengerut bingung.

“Kajian lah, siraman rohani. Kali aja hati kamu jadi adem," ucap Genta dengan senyum khasnya.

“Secara enggak langsung kakak sebut aku hawanya panas, ya?” Jihan berjalan satu langkah untuk berbisik. “Aku dan kakak itu berbeda.”

Setelah berbisik seperti itu, Jihan berjalan mundur, lalu berbalik guna berjalan meninggalkan Genta yang terdiam.

Daniel, Kenzo, Fian dan Revan menghampiri Genta dengan tawa yang menghiasi.

Revan merangkul bahu Genta. “Seorang Genta, coy. Ditolak sama cewek, mana bening banget lagi.”

“Dia ‘tuh punya manis. Jadi, cantiknya enggak bikin bosan,” sahut Fian.

Daniel berhenti dari tawanya. “Awal mula pertemuan yang cukup menguras harga diri.”

“Minta di getok semuanya.”

“Eh– gue enggak ikutan, ya.” Kenzo menggeleng lalu berjalan ke parkiran untuk mengambil motornya. Dia memilih pergi lebih dulu meninggalkan sahabatnya yang masih sibuk meledeki Genta. 

»|«

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status