Share

Unexpected love
Unexpected love
Penulis: Neng Anjar

Bab 1. Dimana Rengga?

Mirela adalah seorang gadis berusia 24 tahun yang memiliki tinggi badan 160 cm, berat badan 49 kg. Berkulit putih dengan rambut hitam panjang yang saat ini digelung membentuk kipas. 

Mata besarnya yang dihiasi bulu mata lentik yang sangat cantik membuat wajah ovalnya yang kecil menjadi lebih menarik. Walaupun hanya mendapatkan riasan tipis dan natural dari seorang penata rias yang saat ini sedang mendandaninya di kamar.

Dari bibirnya selalu tersungging senyuman manis membuat wajahnya yang sudah cantik menjadi semakin bersinar.

Mirela merasa bahagia dan gembira sekali karena hari pertunangan yang dinantikannya akan digelar beberapa jam lagi, setelah tiga tahun menjalin hubungan dengan kekasih sekaligus bosnya yang bernama Rengga.

'Selangkah lagi setelah pertunangan ini Aku dan Rengga akan menikah,' batin Mirela sambil tersenyum bahagia mematut dirinya di cermin.

"Wah ... wah, adikku sudah dewasa dan sebentar lagi ada yang punya," kata Pras yang saat ini berdiri di belakang Mirela.

"Yang jomblo gak boleh iri," sahut Mirela kalem.

"Gak iri, asal jangan lupa pelangkahnya saja," balas Pras sambil tersenyum dan memgedipkan matanya.

"Pelangkah apaan?"

"Kata orang tua zaman dulu, kalau adik nikah mendahului kakaknya harus kasih pelangkah," jawab Pras sumringah.

"Dih ... memang kakak minta pelangkah apaan?" tanya Mirela ingin tahu.

"Comblangin saja Aku sama teman Kamu yang namanya Veny!"

"......" Mirela terdiam, dia bukannya tidak setuju sahabatnya menjadi kakak iparnya namun, Mirela khawatir kalau dia menyampaikan maksud hati Pras kepada Veny sementara sahabatnya itu tidak ada perasaan apa-apa kepada kakaknya, pasti hubungan antara dia dan Veny akan menjadi serba canggung.

"Kok diam?"

"Emm ... gimana ya? Masalahnya Dia mau gak sama kakak? takutnya nanti hubungan Aku sama Dia malah jadi gak enak," jawab Mirela ragu sambil menatap kakaknya.

"Aku akan berusaha."

"Kalau Veny gak mau?"

"Aku akan menyerah, tidak akan memaksa," jawab Pras meyakinkan.

"Oke."

"Mirela, itu seksi acara sudah bolak balik bertanya kapan acara akan dimulai? Ini sudah lewat dari jadwal acara," kata mamanya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar rias Mirela dengan wajah cemas.

"Baru juga satu jam, Ma," sahut Pras sambil melihat jam yang melingkar di tangan kanannya.

"Iya, ma, tunggu sebentar lagi, mungkin Rengga terjebak macet," kata Mirela sambil memegang tangan mamahnya untuk menenangkan.

"Ya sudah kalau begitu, mama keluar dulu menemani papa kalian menjamu tamu," kata mamanya sambil menghela napas, entah kenapa perasaannya hari ini terasa sangat tidak enak.

Pesta pertunangan Mirela dan Rengga digelar di rumah milik orangtua Mirela di Bandung, rumah itu selama ini memang hanya dihuni oleh Mirela dan kakaknya Pras, sementara orangtuanya tetap berada di Jakarta karena papa Mirela adalah seorang pejabat kota.

Meja panjang berisi berbagai macam makanan daerah telah tersaji, di sebelahnya terdapat meja serupa yang menawarkan makanan ala barat, memudahkan para tamu untuk memilih makanan yang mereka inginkan.

Tamu-tamu yang hadir saat ini memakai gaun merk ternama yang berharga fantastis dan tidak realistis, walau tidak ada yang menjamin kalau gaun merk ternama yang mereka kenakan itu adalah produk asli.

Mirela duduk di ruang rias dengan hati sedih dan galau, pasalnya sudah dua jam Rengga masih juga belum datang, padahal sebelumnya  dia janji akan datang lebih awal sebelum acara dimulai.

Gadis itu terus bolak balik mengitari ruangan sambil berusaha menelepon Rengga namun, tidak juga mendapatkan jawaban, hanya nada sambung yang berakhir dengan voice mail.

"Aduh ... gimana sih, ayo angkat Kak Rengga, ayo angkat," gumam Mirela pelan dengan hati cemas.

"Gimana, Dek? Sudah ada jawaban dari Rangga belum?" tanya Pras tidak kalah cemasnya.

Dia sudah bolak balik menghubungi Rengga juga tapi tidak mendapatkan jawaban. Bahkan tangan kanan Rengga pun saat dihubungi  tidak mengangkat teleponnya.

"Belum kak," sahut Mirela dengan mata berkaca-kaca.

"Sial! Kemana sih tuh orang?!" kata Pras marah sambil menonjok dinding karena kesal.

" ... " Mirela rasanya ingin menangis tapi dia tahan karena  takut malah makin membuat keluarganya cemas.

Waktu terus bergulir, para tamu undangan sudah mulai tidak betah dan kasak kusuk bertanya-tanya kapan sebenarnya acara pertunangan yang telah mereka hadiri ini dimulai.

Papa dan mama Mirela juga bingung dengan situasi dan kondisi ini, tidak ada yang dapat mereka lakukan selain menunggu dan terus menghibur tamu undangan dan meminta mereka untuk sabar.

Pembawa acara juga telah berkali kali datang dan menanyakan kapan acara akan dimulai namun, baik Mirela maupun keluarganya tidak dapat memberikan jawaban pasti karena Rengga belum juga datang.

Pras memerintahkan pembawa acara untuk memajukan acara lainnya dan memundurkan acara inti sambil menunggu Rengga datang.

"Dimana Rengga?" tanya sang papa kepada Pras cemas.

"Gak tau, Pah, sampai sekarang masih belum bisa dihubungi," sahut Pras sambil mengusap keringat di dahinya.

"Bagaimana sih anak itu ... coba telepon ke orangtuanya, kerabatnya, siapa saja yang dekat dengannya coba ditelepon, gak mungkin semuanya gak ada yang jawab kecuali mereka semua mati!" cetus sang papa kesal.

"Hust pah! jangan sembarangan kalau ngomong, didengar orang tidak enak kalau sampai ke telinga Rengga," ingat sang mama.

"Biar! Bocah kurang ajar! Apa maksudnya mengulur-ulur waktu seperti ini?!" sahut sang papa jengkel.

Pras hanya diam melihat kemarahan orang tuanya, dalam hati dia juga merasa marah dan kesal, entah apa yang sedang dikerjakan oleh sahabatnya itu hingga dia datang terlambat selama berjam-jam.

"Apa jangan-jangan Dia gak datang ya?" tanya sang mama tidak dapat menyembunyikan perasaan cemasnya.

"Gak mungkin!" bantah Pras.

Pras yakin sahabatnya itu pasti memiliki alasan tersendiri hingga datang terlambat, tidak mungkin Rengga tidak datang.

"Dia pasti datang!" kata Pras lagi berusaha meyakinkan kedua orangtuanya.

" ... " mamanya terdiam 

"Awas saja kalau Dia tidak datang!" ancam papanya gusar.

Seumur-umur jadi pejabat pemerintahan kota baru kali ini dia disuruh menunggu orang sampai hampir lima jam sendiri, padahal biasanya dia yang ditunggu oleh banyak orang.

Mirela berdiri di depan jendela kamarnya di lantai dua dan melihat ke luar dengan cemas, memikirkan berbagai sebab dan kemungkinan Rengga datang terlambat.

Rasanya tidak ada yang salah dengan sikapnya dan hubungan mereka selama ini, jelas keterlambatan Rengga bukan karena ada masalah pribadi yang belum terselesaikan di antara mereka. 

Ini memang murni karena Rengga datang terlambat.

Tiba-tiba Mirela teringat berita yang dia lihat di televisi, tentang kecelakaan beruntun yang menewaskan pengantin pria dan keluarganya saat berkonvoi menuju rumah mempelai wanita.

"Tidak ... itu tidak mungkin sama! Mereka akan menikah sementara Aku dan Rengga hanya baru bertunangan," gumam Mirela sambil menggelengkan kepalanya mengusir pikiran buruk yang memenuhi benaknya.

Gadis itu kembali menatap keluar jendela mencari-cari bayangan calon tunangannya namun, Rengga masih juga belum terlihat.

Dimana Sebenarnya dia saat ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status