Share

Bab 4. Penjelasan

Sesampainya di dalam rumah ....

Mereka duduk berhadap-hadapan di meja kopi, Pras melonggarkan ikatan dasinya lalu menghela napas.

"Kak?!"

"Apa?!"

"Apa maksud Kakak mengatakan kalau Rengga itu terpaksa dan dipaksa?"

"Kakak akan cerita tapi janji Kamu harus tetap tenang dan jangan bermimpi untuk balikan lagi dengan Dia."

" ... "

"Ingat Mirela, Dia telah meninggalkan Kamu. Apapun alasannya yang pergi biarkan pergi dan jangan mengharapkannya untuk kembali!"

"Baik." 

Pras kemudian menceritakan semua yang dia dengar dari Rengga, termasuk persoalan perjodohan antara Rengga dengan adiknya Dean.

Akhirnya Mirela mengerti mengapa Rengga memutuskan pertunangan mereka, walau kecewa Mirela bisa memaklumi keputusan Rengga, bagaimana pun kalau diukur dengan timbangan di dalam hati Rengga, jelas kedudukan perusahaan dan karyawannya itu jauh lebih berat dibandingkan dengan dirinya.

'Ya iya lah, memangnya siapa Aku bisa membuat Dia melepaskan semua yang ada dalam genggamannya asalkan bisa tetap selalu bersamaku?' batin Mirela sinis.

Pras mengamati ekspresi di wajah adik perempuannya itu lalu tersenyum, dia yakin Mirela bisa melupakan Rengga tanpa adanya kesulitan.

'Ayo bangkit Mirela! tidak sepantasnya Kamu menangisi laki-laki yang lebih memilih uang daripada Kamu,' kata Pras di dalam hati.

"Terimakasih kak, sudah memberitahukan yang sebenarnya."

" ... " Pras hanya mengangguk. "Tetap semangat!  Jangan biarkan kejadian buruk kemarin menghalangi langkahmu. Malah kalau bisa gunakan itu sebagai motivasi dan tunjukan kepada dunia bahwa tanpa Dia, Kamu juga tetap bisa sukses dan bahagia."

" ... " Mirela hanya mengangguk.

Sementara itu Dean merasa sangat bahagia mengetahui dari bawahannya yang melaporkan melalui ponsel bahwa hubungan Mirela dan Rengga telah bubar.

"Hahaha ... Mirela hanya bisa menjadi milikku," kata Dean tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya.

Dean membuka laci meja kantornya dan mengeluarkan setumpuk foto-foto Mirela sejak zaman dia masih di sekolah menengah, kuliah, hingga bekerja.

Yah ... Dean memang terus menguntit Mirela sejak gadis itu masih remaja belia tanpa berani mendekatinya. 

Dean takut gadis itu akan pergi dan menjauh jika dirinya terlalu memperlihatkan perasaan tertariknya.

"Sebentar lagi bukan hanya fotonya, tapi orangnya pun akan Aku miliki ... hahahaha."

Tiba-tiba terdengar suara dering telepon di mejanya. Dean langsung mengangkat telepon tersebut, Ternyata itu dari sekretarisnya yang mengabarkan bahwa adiknya Dina sedang menunggu di ruang tunggu kantornya.

Dean memang tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam kantornya tanpa izin. Sekalipun orang itu adalah Dina, adik perempuannya sendiri.

Setelah memberikan persetujuannya untuk dikunjungi Dina, Dean pun segera bergegas membereskan meja kerjanya dari foto-foto Mirela.

"Kak," sapa Dina.

"Hmm?"

"Bagaimana Rengga? Apakah Rengga sudah menerima lamaran kakak untuk Aku?" tanya Dina sambil duduk di kursi depan meja kantor Dean.

"Belum, Dia belum memberikan jawaban, hanya baru memutuskan pertunangannya."

"Ha! Baguslah, lagian apa sih bagusnya perempuan itu?" kata Dina sambil melipat tangannya di dada dan bersandar santai.

"Tutup mulutmu, jangan berbicara buruk tentang Mirela!" kata Dean sambil memajukan badannya ke meja, tanpa menyembunyikan wajah kesalnya kepada adiknya itu.

" ... " Dina terdiam, dia lupa kalau kakaknya sudah lama naksir Mirela.

"Kamu tunggu saja, Rengga akan menjadi milikmu dan Mirela akan menjadi milikku."

"Oke, Aku akan menunggu kapan waktunya Rengga menjadi milikku ... O iya, Kak, tolong transfer sejumlah uang ke rekeningku, Aku mau hangout bareng teman-temanku."

"Oke."

"thank you kakakku yang tampan ... muuach," kata Dina melemparkan kissbay sambil beranjak dari duduknya dan berlalu dengan langkah riang.

Dean hanya menggelengkan kepalanya merasa lucu dan tidak habis pikir melihat kelakuan centil adik semata wayangnya tersebut.

Dia memang memberikan semua hal yang diinginkan oleh adiknya, selain Dean menyayanginya, pemuda itu juga merasa bertanggung jawab atas adik yang telah dititipkan oleh almarhum kedua orangtuanya.

Tidak masalah membesarkannya dengan kelimpahan materi karena bagi Dean itu hanyalah masalah kecil dengan banyaknya usaha yang dia pegang dan aliran uang yang terus mengalir ke rekeningnya dari berbagai arah.

Keinginan Dina untuk menikah dengan Rengga juga sebisa mungkin akan  dikabulkannya, bukan hanya sekadar untuk adiknya tapi itu juga untuk dirinya sendiri.

Walaupun hubungan Rengga dan Mirela telah berakhir namun, Dean tetap masih merasa cemas keduanya akan kembali bersama. Untuk itu dia memutuskan secepatnya menikahkan adik perempuannya tersebut dengan Rengga. 

Kebetulan keduanya merupakan teman satu kampus dan  Dina sudah lama bilang kepada Dean kalau dia sangat mencintai Rengga sejak mereka masih kuliah hingga saat ini tidak berubah.

"Aku harus secepatnya menikahkan Rengga dengan Dina, hanya dengan begitu Aku bisa merasa tenang dan tidak cemas lagi kalau Rengga dan Mirela akan kembali bersama," gumam Dean sambil bertopang dagu di meja dan mengetuk meja dengan jarinya.

Dean menegakkan badannya, kemudian mengambil ponselnya dan mulai menghubungi Rengga.

Rengga yang sedang santai bermain game di ponselnya karena  tidak ada lagi pertemuan penting dan dokumen-dokumen yang harus dia tanda tangani, langsung terhenyak ketika melihat nomor yang menghubunginya di layar ponsel.

"Sial! Ngapain lagi sih orang gila ini menghubungiku?!" gerutu Rengga kesal.

Bukannya cepat mengangkat telepon dari Dean, Rengga malah bersikap acuh tak acuh dan meneruskan permainan gamenya.

Dean geram, ini sudah ketiga kalinya dia menelepon Rengga namun tidak juga diangkat. 

Dean mengutuk dan memaki Rengga karena dia tahu saat ini Rengga sedang santai dan tidak sibuk. Ini bisa dia lihat pada alat pengintai yang telah ditempatkan secara rahasia olehnya di kantor Rengga.

Ketika Dean sudah mulai hilang kesabaran, akhirnya telponnya di angkat juga oleh rengga namun, hal itu tidak meredakan perasaan marahnya.

"Dasar sialan! Aku kira Kamu sudah mati hingga tidak dapat mengangkat telpon!"

"Maaf, Aku sibuk," jawab Rengga berbohong.

"Sibuk? Ha! Omong kosong!"

" ... " Rengga terdiam mendengar makian dan Omelan Dean yang membuat kupingnya panas dan harga dirinya terinjak-injak. 

Namun, dia tidak kuasa untuk melawan Dean yang lebih berpengaruh dan berkuasa dibanding dirinya.

"Lalu bagaimana jawabanmu untuk menikah dengan adikku?"

"Aku sedang memikirkannya."

"Apakah Kamu idiot! Masalah seperti itu saja butuh waktu berhari-hari untuk bisa memutuskan?"

"Baiklah ... baiklah, Aku bersedia menikah dengan Dina."

"Bagus! Cepat sebarkan undangannya, jangan lupa, undang juga mantan tunanganmu itu agar Dia tahu kalau Kamu akan menikah!"

"Kita belum mengkompromikan soal waktu acara dan sebagainya," bantah Rengga merasa terkejut diperintah menyebarkan undangan pernikahannya dengan Dina padahal belum ada pembicaraan spesifik tentang acara tersebut.

"Tidak perlu! Kamu bisa memilih tanggal, waktu dan tempat yang Kamu inginkan."

"Itukan kata Kamu, bagaimana dengan Dina?"

"Dia tidak peduli dengan semua itu, karena yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana Dia bisa menikah denganmu. Jadi jangan coba-coba untuk mengecewakannya!"

" ... " Rengga terdiam tidak menyangka kalau Dina sedemikian terobsesinya untuk menikah dengannya hingga tidak lagi memperdulikan hal-hal lain yang terkait dengan pesta pernikahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status