Mirela berangkat ke pertemuan pengusaha bersama kakaknya, Pras. Awalnya kakaknya itu merasa heran ketika mendengar bahwa MIrela akan menghadiri pertemuan pengusaha di Bandung. Selain adik perempuannya itu bukan pengusaha, Pras juga merasa khawatir adiknya akan bertemu dengan Rengga dan kembali terluka karena mengingat masa lalunya, apalagi kalau Rengga membawa istrinya.
Namun, kecemasannya itu menguap ketika dia mendengar sendiri dari Mirela bahwa liburannya tiga tahun telah cukup untuk membuatnya melupakan Rengga, karena dia sadar masih banyak pria lain yang lebih baik dari Rengga.
Akhirnya mereka sepakat akan berangkat bersama. Pras menjemput adiknya yang saat ini berada di rumah Veny dan tidak melewati kesempatan untuk sedikit main mata dengan sahabat adiknya itu.
Sampai di hotel bintang lima tempat acara digelar, Pras dan Mirela menyadari kalau mereka datang terlambat, sebab acara sudah dimulai, dan pembawa acara sedang membuka acara.
Pras tampak kesal dan tidak dapat berkata-kata. Dean benar, Mirela adalah utusan Veny, secara profesional kalau ada ajakan kerjasama dari pengusaha lain jangankan Mirela, bahkan Veny pun pasti akan sangat sungkan untuk langsung menolak tanpa mendengarkan terlebih dahulu kerjasama yang akan ditawarkan."Jadi kerjasama apakah yang akan tuan ajukan?" tanya Mirela sambil tersenyum."Panggil aku Dean!" ujarnya yang merasa tidak enak mendengar kata tuan dari mulut Mirela, gadis yang selama ini dia inginkan untuk menjadi pendamping hidupnya."Baik, Dean, kerjasama apa yang ingin kamu tawarkan?" tanya Mirela. "Tapi kamu juga harus tahu, posisiku di sini hanya sebagai perwakilan dan tidak dapat memberikan keputusan secara langsung, aku harus bertanya terlebih dahulu ke bosku apakah dia mau menerima kerjasama yang kamu tawarkan atau tidak," jelas Mirela kepada Dean."Tidak masalah, bosmu akan den
"....." Mirela tertawa geli mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya. "Astaga Veny itu hanya masa lalu dan aku tidak mengingatnya lagi," kata Mirela di sela-sela tawanya."....""Lagipula itu bukan salah siapa-siapa, jika dia benar-benar mencintai aku dia tidak akan terpengaruh pada apa pun! Toh aku tidak meminta gunung emas, dan dia tidak harus jadi sukses dan kaya raya kalau ingin bersamaku," kata Mirela lagi sambil melirik Rengga yang tampak sedang memerhatikan dirinya.Dean mengambil posisi menghalangi pandangan Rengga hingga dia tidak dapat lagi melihat Mirela.Rengga membalikkan badannya menyadari kakak iparnya menghalangi pandangannya ke arah Mirela. Rengga tidak habis pikir, mengapa Pras membiarkan saja adiknya dekat dengan Dean padahal dia tahu kalau Dean itulah penyebab batalnya pertunangan antara dirinya dengan Mirela.Rengga mengikuti Pras ke l
Dean sungguh tidak menyangka kalau idenya menikahkan adiknya dengan Rengga malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Rengga jadi semakin berani dan terang-terangan balik mengancamnya.Mirela keluar dari toilet dan melihat Dean sedang bersandar pada dinding tidak jauh dari toilet wanita. Gadis itu tersenyum dan menghampirinya."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya sambil tersenyum merasa lucu melihat pria setampan Dean berada di dekat toilet wanita. 'Dia pasti akan dianggap orang mesum atau pengintip, kalau dia tidak memakai jas dan memiliki wajah yang dingin seperti es,' pikir Mirela."Tentu saja aku sedang menunggumu," kata Dean sambil mencium tangan Mirela penuh sanjungan.Mirela memutar bola matanya melihat kebiasaan Dean kepadanya saat bertemu di luar negeri tidak juga berubah. Dean selalu mencium tangannya ketika mereka bertemu, alasannya semua orang di luar negeri melakukan
"Sejak kapan kamu dekat dengan adikku?" tanya Pras to the point.Dia benar-benar aneh melihat kedekatan keduanya. Ketika mendengar dari informannya bahwa Dean mengejar adiknya ke luar negeri. Pras sempat was-was, karena berpikir Dean akan menyakiti Mirela. Namun, setelah dia mengamati pergerakan Dean, dia sadar kalau orang di hadapannya ini sama sekali tidak memiliki niat buruk mengejar Mirela ke luar negeri."Sejak kami bertemu di luar negeri," sahut Dean singkat."Kamu pikir aku bodoh? Kamu pergi ke sana karena mengejar Mirela, jadi pertemuan kalian bukanlah suatu kebetulan!""Bagaimana kamu tahu?" tanya Dean heran."Tentu saja dengan mengamati gerak gerik kamu!" Jawab Pras jujur."Ha! Jujur sekali," cibir Dean sambil tersenyum miring. "Kalau begitu kamu juga pasti tahu kalau aku sudah lama mengincar Mirela, jauh sebelum dia mengenal Rengga!"
Mirela dan Rengga menoleh ke arah pemilik suara yang tidak lain adalah Pras, di samping Pras tampak Dean sedang menatap mereka tersenyum miring sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana, terlihat santai namun, sangat mendominasi."Aku hanya sedang mengajak adikmu berbicara," jelas Rengga kepada Pras.Dia sama sekali tidak peduli bagaimana perasaan Dean, yang harus dijaganya saat ini hanyalah persahabatannya dengan Pras dan sebisa mungkin meyakinkan Mirela agar mau kembali ke pelukannya.Penampilan Mirela saat ini sungguh membuat Rengga merasa sangat menyesal karena telah membatalkan pertunangan mereka dan memilih menuruti kata-kata Dean untuk menikahi adiknya. Benar kata Mirela, semua itu kesalahannya sendiri sebagai lelaki tidak dapat diandalkan dan terlalu plin-plan. Jika saja dia memiliki pendirian yang teguh dia pasti tidak akan takut mendapatkan ancaman dari Dean. Sayangnya saat ini nasi sudah me
Mirela tampak gelisah melihat Dean bersama Pras memergoki dirinya sedang berbicara dengan Rengga. Entah mengapa gadis itu merasa tidak nyaman saat melihat reaksi Dean, ada rasa ingin menjelaskan namun, dia tahan. Pikirnya mengapa dia harus menjelaskan kepada Dean? Toh dia bukan siapa-siapa baginya dan hubungan mereka tidak lebih dari sekadar berteman.Dean sendiri sibuk memerhatikan raut wajah Mirela, mencari-cari apakah gadis itu masih memiliki ketertarikan pada Rengga? Dia merasa lega setelah melihat gadis itu tampak biasa saja saat melihat mantan kekasihnya dan sikapnya pun terlihat acuh tak acuh."Nanti malam aku telepon," kata Dean kepada Mirela sambil berlalu." ... ""Apa itu? Mengapa dia ingin menelepon kamu? Sejak kapan kamu dekat dengannya?" tanya Rengga kepada Mirela tidak dapat menyembunyikan kecemburuannya."Mirela dekat dengan Dean atau tidak itu bukan urusan kamu lagi, kenapa jadi kamu yang sibuk?" cibir Pra
Selesai istirahat Rengga segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap berangkat ke rumah sepupunya. Di depan pintu dia bertemu asisten rumah tangga, Rengga mengatakan kepada asisten rumah tangga itu bahwa dia akan ke rumah sepupunya. Asisten itu hanya mengangguk dengan hati berdebar. Apakah kedua majikannya akan bertengkar hebat?Rengga sampai di halaman rumah Jimmy, dia diam sejenak untuk memikirkan segala macam kemungkinan situasi yang akan dia temui dan cara untuk menceraikan Dina tanpa ketahuan bahwa itu semua telah dia rencanakan.Perlahan dia mendekati pintu rumah Jimmy dan membukanya, pembantu Jimmy sudah terbiasa dengan kedatangan Rengga yang langsung masuk jika ke sana. Mereka lupa kalau majikan mereka, Jimmy saat ini sedang bercumbu rayu dengan Dina, yang merupakan istri Rengga."Dimana tuan kamu?" tanya Rengga."Di taman, tuan," sahut pembantu itu sopan.
Rengga menatap Dina geram. "Baik besok aku akan menggugat cerai kamu dengan tuduhan berselingkuh!" kata Rengga pura-pura marah. "Kamu juga, beruntunglah kamu masih sepupuku! Walau begitu aku tetap akan mengadukan hal ini kepada bibi dan paman!"ancam Rengga." ... "Jimmy terdiam, sungguh bukan hal yang bagus jika Rengga sampai mengadu kepada orang tuanya, mereka pasti akan memarahinya panjang lebar, karena telah menggunting dalam lipatan. Namun, rasa cintanya kepada Dina mengalahkan semua rasa takut kepada kedua orangtuanya.Dina menatap Jimmy penuh kekhawatiran. Dia tidak ingin melihat Jimmy sampai bertengkar dengan orangtuanya hanya karena dirinya dan Rengga."Dia tidak ada urusannya dengan masalah kita!" kata Dina penuh penekanan."Oh?" sahut Rengga sinis."Silakan kamu katakan kepada hakim bahwa aku selingkuh tapi aku juga akan mengatakan te