Chatting
["Om, nikahin aku dong"]
Sebuah pesan singkat yang diterima Bram dari Asha pagi itu, pesan itu pun dibalasnya dengan bercanda.
["Nikahin bener, atau sekedar kawin?"] balas Bram
Selang beberapa saat Asha kembali membalas chat Bram,
["Ya nikahlah om, kalo kawinkan udah"] jawab Asha, juga sambil bercanda ditambah emoticon smile.
Seketika itu juga Bram membalasnya,
["Gila apa kamu minta saya nikahin? Emang kenapa kamu minta dinikahin Sha?"] Bram pura-pura sewot
Keduanya seperti berbalas pantun tanpa ada bosannya. Bagi Bram semua itu sebagai hiburan disela kesibukannya
["Ya gak papa om ... pengen aja, enak kali om kalo dah nikah."]
["Ya apa kata dunia saya nikahin anak ABG kayak kamu, yang ada saya dianggap gak waras entar."]
["Yah aku sih gak peduli om, yang penting aku seneng aja."]
["Kamunya sih seneng Sha, saya yang senewen."]
["Yaahh ... kok om gak seneng sih? emang kenapa om? nikah siri juga gak papa om."]
["Ah gak mau saya, itu ide gila, cukup saya baik aja sama kamu, saya gak mau aneh-aneh ah."]
["Om sih gitu, gak sayang ya sama aku?"]
["Kalo kamu udah ngebet nikah, kamu cari deh calon suami, entar biar saya yang biayai, ok?"]
["Gak ah, aku maunya nikah sama om aja, sama yang lain aku ogah."]
Chatt tersebut tidak dilanjutkan Bram lagi, dan dibiarkannya Asha kirim terus dan sampai dia bosan.
Tapi, apes bagi Bram chatt tersebut, menimbulkan 'tsunami' besar dalam rumah tangganya, chatt-nya lupa dihapus dibaca oleh anaknya. Isteri Bram ngamuk begitu dikasih tahu anaknya, isterinya menanyakan isi pesan tersebut, Bram cuma menjawab,
"Kamu baca gak? apa jawaban saya dalam chatt itu? sama sekali saya tidak menanggapi, ajakan anak ABG tersebut!!" sergah Bram
"Ya tapi pada kenyataannya, Papa sudah selingkuh!!" suara isteri Bram mulai meninggi
"Masak sih saya selingkuh sama ABG seumur anak saya sendiri? yang benar aja kamu?" Bram tak kalah sewot
Mendengar jawaban Bram tersebut isterinya pun hampir percaya, tapi tetap saja dia ragu.
Lima menit kemudian ponsel Bram kembali ada nada panggilan masuk, ponselnya di atas meja langsung diambil sama isterinya, ternyata yang telpon Asha, Bram benar-benar mulai panik.
"Kamu ngapain telpon-telpon suami tante? Kamu tahu kan suami tante itu seumur ayah kamu?" tanya isteri Bram sambil menyalakan speaker ponsel.
Terdengar dengan jelas suara Asha menjawab pertanyaan isteri Bram,
"Ya tante, memang seumur Papa saya, tapi Papa saya udah gak ada tante, makanya saya anggap om sebagai ayah saya."
"Udah deh, kamu jangan banyak alasan, mulai sekarang, kamu jangan hubungi om lagi ya, ini tante lagi marah sama om kamu!!" Isteri Bram langsung mengakhiri pembicaraan
Itulah telepon terakhir dari Asha, setelah itu dia tidak pernah lagi telepon Bram.
***
Sebulan berlalu, Bram pun mulai melupakannya. Tapi hari itu Bram benar-benar dikagetkan dengan kedatangan Asha di kantornya, dia datang dengan wajah sedih.
"Maaf om, mungkin kedatangan aku mengagetkan om, tapi aku gak mau ganggu om kok." ujar Asha tanpa memandang wajah Bram
"Terus apa tujuan kamu kesini?" tanya Bram menyelidik
Dengan wajah yang masih menunduk, sambil meremas-remas tangannya Asha menjawab pertanyaan Bram, "Aku cuma mau bilang, aku hamil om."
"Apa? Hamil? Terus apa urusannya dengan saya? Kamu mau jebak saya ya!!?" Bram mencecar Asha dengan pertanyaan dan penuh emosi
"Gak om.. om gak usah takut, aku mau menikah sama orang yang sudah menghamili aku, aku cuma mau kasih tahu itu aja kok om." ucap Asha dengan tenangnya sambil menatap Bram.
Mendengar apa yang dikatakan Asha, Bram sedikit lega,
"Wah bikin kaget aja kamu, terus cuma mau kasih tahu aja kan ya?" tanya Bram sambil tersenyum menatap Asha
"Ya gak lah.. om kan pernah janji mau biayain kalau aku nikah sama orang lain, sebetulnya maunya sih nikah sama om aja." Asha kembali menggoda Bram
"Waduh ... jangan deh!! udah, mendingan om kasih kamu uang aja, gimana?" tanya Bram dengan perasaan serba salah
"Nah gitu dong om.. "
Dengan masih sedikit panik, Bram membuka brankas yang ada di ruang kerjanya. Dia mengambil sejumlah uang dan dimasukkan kedalam amplop, dia berikan uang itu kepada Asha.
"Ini Sha.. semoga uang ini cukup buat biaya nikah kamu ya.." ucap Bram sambil memberikan uang dalam amplop pada Asha.
"Terima kasih ya om.. Jangan kapok ketemu sama Asha."
Setelah terima uang Asha langsung meninggalkan ruangan kerja Bram, terlihat kalau Bram ketakutan setengah mati. Ada kekhawatiran Bram terhadap apa yang dikatakan Asha tentang kehamilannya, namun dia berusaha untuk mengabaikannya.
Bram berpikir kalau yang tidur sama Asha bukan hanya dia, karena berdasarkan pengalamannya berkencan dengan gadis seusia Asha rata-rata seperti itu. Begitulah selalu anggapan lelaki, ketika bisa tidur dengan seorang perempuan dengan mudahnya, maka akan beranggapan perempuan itu tidak saja tidur dengannya.
Asha tidak tahu bagaimana cara untuk menuntut tanggung jawab pada Bram, yang dia tahu hanya Bram sudah sangat baik dengan dirinya. Asha rela menanggung derita akibat hubungannya dengan Bram. Uang yang dia terima dari Bram bukanlah digunakan untuk menikah, tapi untuk membiayai hidupnya.
Asha benar-benar sedang hamil, bukan hanya sekadar bercanda. Sementara Bram menganggap apa yang dikatakan Asha bukanlah sesuatu yang serius. Dia tidak tahu cara untuk meminta pertanggungjawaban Bram, sehingga hanya disampaikannya dengan bercanda.
Bersambung
Mobil Bram melipir ke daerah Senayan City, Bram sendiri tanpa supir seperti biasanya kalau dia ingin hunting gadis belia. Masuk Valet parking Bram langsung tinggalkan mobilnya, Rubicon hitam dengan pelat nomor B 12 AM.Bram menuju lift untuk naik kelantai 3, begitu pintu lift terbuka keluar seorang gadis belia yang dia cari selama kurang lebih satu tahun belakangan, di luar dugaan Bram dia bisa ketemu lagi dengan Asha, gadis yang pernah mengajaknya menikah."Kaget ya om ketemu Asha disini?" tanya Asha. Asha langsung tarik tangan Bram, Bram begitu canggung di keramaian Mall, Asha tetap cuek."Eh.. kamu jangan bikin malu om dong," tegur Bram pada Asha"Kalo gak mau malu om harus biasa-biasa aja, jangan canggung gitu om." ujar Asha. "Yaudah kita cari restoran yang agak tertutup ya, biar om aman," lanjut AshaBram benar-benar salah tingkah dibuat Asha yang begitu agresif. Dia tidak menyangka kalau bisa ketemu lagi dengan Asha, s
Bram sudah siap-siap, dan penampilannya lebih sporty seolah-olah ingin mengimbangi penampilan teman kencannya. Bram terlihat begitu happy, Petty anaknya melihat penampilan Bram, langsung godain Bram,"Tumben pap ngantor dandanannya kayak om senang gitu," Goda Petty anaknya"Masak sih? kamu ada-ada aja, kan papa biasa kalau mau ketemu klien di luar dandanannya santai," Bram mesem-mesem gitu membalas candaan Petty"Awas pap.. ntar ada ABG yang nyantol lho, umur sih boleh tua, tapi ABG demennya om-om kayak papa gitu deh," canda petty lagi sambil cengengesan."Udah ah, papa jalan dulu ya, mau ke Ritz Carlton meeting sama klien disana." Bram langsung ngeloyor keluar rumah."Okey pap, ati-ati ya.. jangan lupa pulang," Petty kembali godain Bram.Bram langsung masuk mobilnya yang sudah standby di halaman, Bram menyetir sendiri tanpa di supiri. Sudah menjadi kebiasaannya kalau ada janji kencan selalu gak di supiri. Mobil Bram tidak menlun
"Om sudah pikirkan semua, kamu dan Brama akan om bikinkan Asuransi, jadi kalau ada apa-apa kalian sudah aman.""Om Bram gak buru-buru pulang kan? Asha masih kangen nih sama om," Asha terus menggoda Bram."Ya gaklah sayang, tadikan baru ronde pertama, om tahu kamu mana mau kalau cuma satu ronde."Asha mencubit dada Bram dengan gemas, dan Bram kembali merengkuh Asha dalam pelukannya. Dua mahluk Tuhan yang beda usia ini kembali tenggelam dalam Asmaradhana. Bram kembali mencoba untuk memimpin pertandingan, Asha juga sudah berusaha untuk menikmati hubungan tersebut, namun Bram lagi-lagi belum bisa menuntaskan permainan dengan baik.Asha berusaha untuk memperlihatkan pada Bram, bahwa dia baru saja menikmati sebuah permainan yang luar biasa, dia seolah-olah baru terpuaskan oleh Bram, reaksi yang diperlihatkan Asha itu membuat Bram merasa sebagai pemenang, meskipun dia tahu kalau dia tidak menuntaskan permainan dengan semestinya."Terima kasih
Bram dan Asha sudah berada di sebuah apartemen di bilangan Slipi, Jakarta. Bram sudah siapkan semua kebutuhan Asha, juga perlengkapan kamar Brama. Sambil terus memeluk Asha, Bram menjelaskan kalau Babysitter untuk Brama pun sudah ia sediakan."Gimana kamu suka gak dengan apartemen ini?" tanya Bram. "Besok kamu sudah bisa pindah kesini sama Brama, sebentar lagi Marchel datang sama babysitter." lanjut Bram"Terima kasih Om, gak nyangka semua cepat banget dipenuhi." Asha mencium Bram sebagai ucapan terima kasih."Kamu dan Brama harus bahagia, om pilih apartemen ini agar gak jauh dari permata hijau rumah om, kamu sendiri kamarnya ya, kamar satunya buat babysitter dan Brama." jelas Bram"Aku satu kamar sama om ya?" canda Asha dengan manja."Ya, kalau om lagi kesini ya, makanya om cari apartemen yang agak besaran."Bell pintu berbunyi, Asha buru-buru b
Marchel menjemput Asha dan Brama di rumahnya, namun kali ini Marchel agak dingin terhadap Asha. Perubahan sikap Marchel tersebut membuat Asha merasa aneh, karena awalnya Marchel sangat pecicilan terhadap Asha.Asha yang selama ini tinggal dengan bibinya pamit untuk pindah, Asha mengaku sama bibinya Marchel adalah calon suaminya yang punya apartemen."Bi ... kenalkan ini Marchel calon suami Asha.." Mendengar pengakuan Asha tersebut Marchel agak kaget, namun kekagetan itu tidak ia perlihatkan."Oo ini orang yang kamu ceritakan kemarin Asha, bibi titip Asha ya ... dia ini anak yatim piatu, orang tuanya sudah gak ada.." Cerita bibi Asha pada Marchel."Ya bi, saya akan jaga Asha da
"Maaf ya mas, aku sudah salah menilai kamu.." ujar Asha sambil menatap Marchel yang ada di depannya"Salah menilai kenapa Asha?" tanya Marchel dengan heranMereka berdua saling pandang, namun Marchel mengalihkan pandangannnya, pandangan Asha begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini Marchel merasakan ada wanita yang memiliki daya tarik memang sesuai dengan seleranya, namun dia sadar kalau Asha kekasih bosnya. Asha belum menjawab pertanyaan Marchel.Marchel pamit ke toilet dan Asha masih duduk di ruang tamu. Asha masih bertanya-tanya dalam hatinya tentang perubahan sikap Marchel yang begitu drastis.Setelah dari toilet, Marchel bertanya pada Asha:"Kita pesan makanan online aja
Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri."Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijakAsha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah."Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor.""Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel la
Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenalattitudeMarchel, yang merupakan orang kepercayaannya."Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram."Kamu tahu apa kesalahan