Bram sudah siap-siap, dan penampilannya lebih sporty seolah-olah ingin mengimbangi penampilan teman kencannya. Bram terlihat begitu happy, Petty anaknya melihat penampilan Bram, langsung godain Bram,
"Tumben pap ngantor dandanannya kayak om senang gitu," Goda Petty anaknya
"Masak sih? kamu ada-ada aja, kan papa biasa kalau mau ketemu klien di luar dandanannya santai," Bram mesem-mesem gitu membalas candaan Petty
"Awas pap.. ntar ada ABG yang nyantol lho, umur sih boleh tua, tapi ABG demennya om-om kayak papa gitu deh," canda petty lagi sambil cengengesan.
"Udah ah, papa jalan dulu ya, mau ke Ritz Carlton meeting sama klien disana." Bram langsung ngeloyor keluar rumah.
"Okey pap, ati-ati ya.. jangan lupa pulang," Petty kembali godain Bram.
Bram langsung masuk mobilnya yang sudah standby di halaman, Bram menyetir sendiri tanpa di supiri. Sudah menjadi kebiasaannya kalau ada janji kencan selalu gak di supiri. Mobil Bram tidak menluncur ke arah jalan Sudirman, tapi malah ke arah Pondok Indah.
Menyusuri jalan Arteri Pondok Indah yang masih padat merayap, sejak zaman kuda gigit besi yang tidak pernah berubah, Bram kadang begitu emosional kalau sudah di pepet Kopaja yang jalannya gak beraturan.
Bram benar-benar tidak menyangka kalau diusianya yang hampir menginjak setengah abad, di anugerahi seorang anak hasil dari perselingkuhan isengnya dengan Asha, yang sekarang menjadi tanggung jawabnya. Bram mulai memikirkan kelanjutan hubungannya dengan Asha yang sudah menjadi ibu dari anaknya.
Ponsel Bram ada nada panggilan masuk, Bram melihat panggilan masuk yang tertera nama 'Alex', nama yang biasa di gunakan Bram untuk mengganti nama Asha di daftar kontaknya.
"Ya sayang.. om masih di Arteri Pondok Indah nih, jalannya macet parah,"
"Terus gimana dong? tetap jadi kan om?"
"Jadi dong, gini deh kamu langsung aja ke hotel ya, kamu booking aja kamarnya,"
"Yaaah.. uang Asha gak cukup om buat booking hotelnya, transferan om kemarin udah di beliin kebutuhan Brama,"
"Oke, ntar om transfer buat booking kamarnya ya, kalau kamu udah di hotel kabari om ya,"
Pas di perhentian traffic light, Bram manfaatkan untuk transfer uang ke Asha. Bram terlihat begitu happy, dia ingin mendengar banyak dari Asha tentang perkembangan Brama, yang usianya sudah hampir enam bulan.
Di sebuah hotel di bilangan Fatmawati, Asha menuju ke resepsionis untuk memesan kamar,
"Selamat pagi mbak, saya mau pesan kamar deluxe-nya masih ada gak?" Asha dengan dandanan yang agak di dewasakan, dengan make up yang maksimal, dan dengan gaya bicara di ubah sedemikian rupa
"Oh.. ada mbak dilantai 5."
"Okey, gak apa-apa mbak," Asha mengecek table harga di brosur yang ada dihadapannya. "Bisa pakai debit card ya mbak?"
"Bisa mbak..,"
Asha menyerahkan debit card-nya ke Resepsionis hotel, dan tidak lama setelah itu resepsionis hotel mengambalikan kartu debit Asha, sekaligus memberikan guess room key. Sebelum naik ke kamar, Asha telpon Bram.
"Om.. aku sudah booking kamar yang deluxe, untung cukup uangnya hehehe,"
"Yaudah, om sebentar lagi nyampe kok,"
Asha langsung menuju lift sambil telepon dengan Bram, pas mau masuk lift Asha pun sudah selesai telepon Bram. Setelah keluar lift dilantai 5, Asha mencari kamar 505 yang tidak jauh dari lift.
Asha masuk kamar dan memasukkan kartu ke slot card, lampu kamar dan AC, TV pun menyala. Sudah lama sekali Asha tidak merasakan fasiltas kamar seperti itu, hanya dengan Bram lah dia bisa menikmatinya.
Asha langsung mengecek semua fasiltas yang tersedia, terutama yang ada di dalam toilet. Asha begitu lega, melihat bathtub yang tersedia, timbul pikirannya untuk mandi terlebih dahulu. Asha pun segera mengisi bathtub, sambil menunggu bathtub penuh, Asha menanggalkan pakaiannya satu persatu.
Baru saja dia mau masuk ke bathtub, bell kamarnya berbunyi. Asha segera membalut tubuhnya dengan handuk, buru-buru membuka pintu. Bram masuk di sambut dengan pelukan Asha, Bram membalas pelukan Asha dengan sangat bersemangat. Mereka tenggelam dalam Asmaradhana cinta terlarang.
Bram dan Asha melepas kerinduan yang sudah sekian lama tertahan, keduanya seakan-akan bernostalgia, dan Bram pun lupa dengan usianya. Kesenjangan usia diantara keduanya seperti lawan tanding yang tidak seimbang, namun Asha pandai memainkan peranan, seakan-akan dia sudah terpuaskan.
Bram sangat bangga dengan keperkasaannya, karena Asha memperlihatkan ketidakberdayaannya menjadi lawan tanding Bram. Padahal sesungguhnya Asha belum merasakan apa-apa saat Bram sudah mencapai puncak pelepasan.
Semakin Asha pandai menempatkan dirinya, semakin royal Bram terhadap Asha. Usia boleh muda, namun Asha tidak perlu kehilangan akalnya untuk menaklukkan Bram. Bram begitu bersemangat untuk menyelesaikan permainan, saat dia melihat Asha seperti kewalahan menghadapi Bram.
Tubuh Asha nan ranum dan sintal, sangat jauh berbeda dengan yang di rumah. Situasi itulah yang membuat Bram terasa terus muda. Gairahnya serasa terus ada, karena memang ada pemicunya. Asha telah membuat Bram terasa lebih muda dari usianya, itulah yang membuat dia sangat menyayanginya.
Sesi pertama sudah usai, namun Bram belum ingin menyudahi permainan. Meskipun dia sendiri sudah terkulai lemas tak berdaya, namun hasratnya menginginkan ada sesi kedua.
Asha kembali berbaring di samping Bram, dipeluknya Bram dengan penuh rasa sayang. Bram mulai menggeliat, dan membalas pelukan Asha dengan penuh kasih. Dia begitu kasihan dengan Asha, masih remaja sudah harus mengasuh anak hasil hubungan terlarangnya dengan Asha.
"Asha.. om akan siapkan Apartemen buat kamu dan Brama, juga Babysitter untuk mengurus Brama ya,"
Bersambung
"Om sudah pikirkan semua, kamu dan Brama akan om bikinkan Asuransi, jadi kalau ada apa-apa kalian sudah aman.""Om Bram gak buru-buru pulang kan? Asha masih kangen nih sama om," Asha terus menggoda Bram."Ya gaklah sayang, tadikan baru ronde pertama, om tahu kamu mana mau kalau cuma satu ronde."Asha mencubit dada Bram dengan gemas, dan Bram kembali merengkuh Asha dalam pelukannya. Dua mahluk Tuhan yang beda usia ini kembali tenggelam dalam Asmaradhana. Bram kembali mencoba untuk memimpin pertandingan, Asha juga sudah berusaha untuk menikmati hubungan tersebut, namun Bram lagi-lagi belum bisa menuntaskan permainan dengan baik.Asha berusaha untuk memperlihatkan pada Bram, bahwa dia baru saja menikmati sebuah permainan yang luar biasa, dia seolah-olah baru terpuaskan oleh Bram, reaksi yang diperlihatkan Asha itu membuat Bram merasa sebagai pemenang, meskipun dia tahu kalau dia tidak menuntaskan permainan dengan semestinya."Terima kasih
Bram dan Asha sudah berada di sebuah apartemen di bilangan Slipi, Jakarta. Bram sudah siapkan semua kebutuhan Asha, juga perlengkapan kamar Brama. Sambil terus memeluk Asha, Bram menjelaskan kalau Babysitter untuk Brama pun sudah ia sediakan."Gimana kamu suka gak dengan apartemen ini?" tanya Bram. "Besok kamu sudah bisa pindah kesini sama Brama, sebentar lagi Marchel datang sama babysitter." lanjut Bram"Terima kasih Om, gak nyangka semua cepat banget dipenuhi." Asha mencium Bram sebagai ucapan terima kasih."Kamu dan Brama harus bahagia, om pilih apartemen ini agar gak jauh dari permata hijau rumah om, kamu sendiri kamarnya ya, kamar satunya buat babysitter dan Brama." jelas Bram"Aku satu kamar sama om ya?" canda Asha dengan manja."Ya, kalau om lagi kesini ya, makanya om cari apartemen yang agak besaran."Bell pintu berbunyi, Asha buru-buru b
Marchel menjemput Asha dan Brama di rumahnya, namun kali ini Marchel agak dingin terhadap Asha. Perubahan sikap Marchel tersebut membuat Asha merasa aneh, karena awalnya Marchel sangat pecicilan terhadap Asha.Asha yang selama ini tinggal dengan bibinya pamit untuk pindah, Asha mengaku sama bibinya Marchel adalah calon suaminya yang punya apartemen."Bi ... kenalkan ini Marchel calon suami Asha.." Mendengar pengakuan Asha tersebut Marchel agak kaget, namun kekagetan itu tidak ia perlihatkan."Oo ini orang yang kamu ceritakan kemarin Asha, bibi titip Asha ya ... dia ini anak yatim piatu, orang tuanya sudah gak ada.." Cerita bibi Asha pada Marchel."Ya bi, saya akan jaga Asha da
"Maaf ya mas, aku sudah salah menilai kamu.." ujar Asha sambil menatap Marchel yang ada di depannya"Salah menilai kenapa Asha?" tanya Marchel dengan heranMereka berdua saling pandang, namun Marchel mengalihkan pandangannnya, pandangan Asha begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini Marchel merasakan ada wanita yang memiliki daya tarik memang sesuai dengan seleranya, namun dia sadar kalau Asha kekasih bosnya. Asha belum menjawab pertanyaan Marchel.Marchel pamit ke toilet dan Asha masih duduk di ruang tamu. Asha masih bertanya-tanya dalam hatinya tentang perubahan sikap Marchel yang begitu drastis.Setelah dari toilet, Marchel bertanya pada Asha:"Kita pesan makanan online aja
Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri."Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijakAsha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah."Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor.""Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel la
Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenalattitudeMarchel, yang merupakan orang kepercayaannya."Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram."Kamu tahu apa kesalahan
Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya."Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu..""Brama mana? Aku mau gendong dia Asha..""Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?""Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha."Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil
"Mas bilang gini, saya kasihan sama Asha dan Brama.." jawab Marchel"Ooo ... jadi mas cuma kasihan ya sama aku?" selidik Asha"Ntar dulu dong, kan belum selesai ngomongnya, terus mas bilang gini,""Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?""Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar..itu kata om Bram, Kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi ... ada satu hal yang tidak saya inginkan, kata Om Bram.."Marchel tidak meneruskan pembicaraan, sehingga membuat Asha semakin penasaran. Asha sudah mulai tersanjung oleh Marchel yang mulai membangun suasana kehangatan diantara keduanya. Asha memeluk Marchel dengan mesra, dia sudah begitu yakin ka