Bram dan Asha sudah berada di sebuah apartemen di bilangan Slipi, Jakarta. Bram sudah siapkan semua kebutuhan Asha, juga perlengkapan kamar Brama. Sambil terus memeluk Asha, Bram menjelaskan kalau Babysitter untuk Brama pun sudah ia sediakan.
"Gimana kamu suka gak dengan apartemen ini?" tanya Bram. "Besok kamu sudah bisa pindah kesini sama Brama, sebentar lagi Marchel datang sama babysitter." lanjut Bram
"Terima kasih Om, gak nyangka semua cepat banget dipenuhi." Asha mencium Bram sebagai ucapan terima kasih.
"Kamu dan Brama harus bahagia, om pilih apartemen ini agar gak jauh dari permata hijau rumah om, kamu sendiri kamarnya ya, kamar satunya buat babysitter dan Brama." jelas Bram
"Aku satu kamar sama om ya?" canda Asha dengan manja.
"Ya, kalau om lagi kesini ya, makanya om cari apartemen yang agak besaran."
Bell pintu berbunyi, Asha buru-buru buka pintu. Asha sempat terpesona lihat Marchel, seorang cowok yang tubuhnya sangat atletis, tinggi dan kulitnya putih. Marchel juga sempat terkesima melihat kecantikan Asha. Di sebelah Marchel seorang babysitter yang berusia sekitar 20 tahun.
"Masuk Marchel, ini Asha orang yang nantinya harus kamu layani kebutuhannya." Bram memperkenalkan Marchel pada Asha, Marchel pun menyalami Asha dengan canggung. Dadanya berdegub kencang, sementara Asha hanya tersipu menatap Marchel.
"Oh ya pak, ini Narti babysitter nya." Marchel memperkenalkan Narti pada Bram dan Asha.
"Saya Narti pak, bu." sambut Narti sambil menyalami Asha dan Bram
"Panggil saya mbak aja ya, jangan ibu, kita seumuran kok." Asha agak jengah dipanggil ibu.
"Narti, mulai hari ini kamu nginap disini ya, nanti Marchel akan siapkan kebutuhan kamu" ujar Bram
Bram ajak Marchel dan Asha keruang tamu untuk membicarakan sesuatu.
"Marchel, besok kamu bawa satu mobil yang ada di rumah, mobilnya kamu bawa pulang aja, atau titip di apartemen, kasih nomor telpon kamu sama Asha, Biar dia bisa hubungi kamu saat dia perlu bantuan." pesan Bram
"Siap pak!!" jawab Marchel. "Mbak Asha ini nomor telpon saya." Marchel menyerahkan kartu namanya pada Asha.
"Mulai hari ini semua keperluan kamu bukan om lagi yang handle ya, kamu bisa hubungi Marchel." sela Bram
"Siap om, jadi Asha gak boleh telpon om lagi ya?" Asha mulai menggoda Bram.
"Kamu kasih tahu Marchel aja, nanti om akan hubungi kamu." Bram sepertinya mulai mengatur posisi, takut hubungannya dengan Asha diketahui anak dan isterinya.
"Okey om, termasuk kalau Brama sakit aku gak bisa hubungi om langsung?" tanya Asha dengan serius
"Iya Asha, prosedurnya tidak berubah ya, mohon pengertian kamu." jelas Bram. "Marchel, kamu bawa mobil kantor kan? Entar kamu antar Asha pulang ya.. " perintah Bram
"Iiya pak ... siap pak!!" Marchel begitu bersemangat menerima tugas dari Bram.
"Yaudah, Asha nanti kamu pulang sama Marchel ya, om mau pulang duluan." Bram pamit pulang pada Asha dan Marchel
"Okey om, makasih ya." Asha mengantar Bram sampai ke lift. Sebelum Bram masuk lift, Asha cium Bram, airmatanya mengembang. Setelah Bram masuk lift, Asha kembali ke dalam berbicara dengan Marchel dan Narti.
Asha dan Marchel ngobrol di ruang tamu, tatapan Marchel tidak berkedip melihat kecantikan Asha. Marchel yang masih lajang berusaha menikmati tugas yang diberikan Bram.
"Mbak Asha, besok saya jemput jam berapa?" tanya Marchel membuka pembicaraan
"Mas, panggil aku Asha aja, aku bukan siapa-siapa kok, lagian umurku juga di bawah umur mas Marchel." pinta Asha
"Oh gitu, okey deh, soalnya saya masih canggung berhadapan sama kamu."
"Entar juga mas terbiasa sama aku, karena setiap hari kita akan ketemu, setiap hari kita akan bersama-sama."
Asha dan Marchel meninggalkan Narti sendiri di apartemen. Dalam perjalanan ke rumah Asha, terlihat mereka berdua mulai akrab, sesekali Asha mencuri perhatian ke arah Marchel, dia mulai mengagumi Marchel.
"Mas sudah berkeluarga ya? Udah lama kerja sama Om Bram?" tanya Asha menyelidik
"Belum Sha, belum ada yang mau sama mas, om Bram itu sahabat ayah mas, dia mengajarkan mas mengelola usahanya, mas gak bisa nolak apapun yang diperintahnya."
"Mas gak keberatan mengurus aku sama Brama?" tanya Asha
"Ya gaklah, ngurusi orang yang cantik kayak kamu masak saya keberatan sih." canda Marchel
"Wah gawat nih, udah mulai merayu, entar aku laporin om Bram lo." Asha balas dengan canda juga
"Emang salah aku memuji isterinya om bram?" tanya Marchel sambil melirik Asha yang ada di sampingnya
"Enak aja isteri om Bram, aku belum nikah tauk sama om Bram."
"Wah asyik, masih ada peluang dong kalau gitu?" Marchel mulai menggoda Asha
"Peluang apa nih maksudnya mas? emang berani melangkahi om Bram?" tanya Asha
"Ya berani lah, wong saya niatnya baik kenapa harus takut?"
"Udah ah, aku tuh masih sayang kok sama om Bram, orangnya romantis, hatinya baik banget."
Sepanjang perjalanan Asha dan Marchel terus berbincang. Marchel berusaha menjajagi peluangnya terhadap Asha, begitu juga sebaliknya
Mobil sudah memasuki kawasan rumah Asha di daeran pinggiran Jakarta. Lingkungan perumahan Asha terlihat agak kumuh, mobil tidak bisa masuk sampai di depan rumah Asha, hanya bisa parkir di depan gangnya.
Begitu sampai di depan rumah, Asha kasih tahu Marchel, "Ini rumah aku mas, maaf ya keadaannya seperti ini." Rumah Asha sangat sederhana, Asha memang bukan dari golongan kaum yang berada.
Marchel hanya mengantar Asha sampai ke rumah dan tidak mampir. Dia langsung pulang, hatinya begitu berbunga-bunga, seakan menemukan wanita idaman ya.
Bersambung..
Marchel menjemput Asha dan Brama di rumahnya, namun kali ini Marchel agak dingin terhadap Asha. Perubahan sikap Marchel tersebut membuat Asha merasa aneh, karena awalnya Marchel sangat pecicilan terhadap Asha.Asha yang selama ini tinggal dengan bibinya pamit untuk pindah, Asha mengaku sama bibinya Marchel adalah calon suaminya yang punya apartemen."Bi ... kenalkan ini Marchel calon suami Asha.." Mendengar pengakuan Asha tersebut Marchel agak kaget, namun kekagetan itu tidak ia perlihatkan."Oo ini orang yang kamu ceritakan kemarin Asha, bibi titip Asha ya ... dia ini anak yatim piatu, orang tuanya sudah gak ada.." Cerita bibi Asha pada Marchel."Ya bi, saya akan jaga Asha da
"Maaf ya mas, aku sudah salah menilai kamu.." ujar Asha sambil menatap Marchel yang ada di depannya"Salah menilai kenapa Asha?" tanya Marchel dengan heranMereka berdua saling pandang, namun Marchel mengalihkan pandangannnya, pandangan Asha begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini Marchel merasakan ada wanita yang memiliki daya tarik memang sesuai dengan seleranya, namun dia sadar kalau Asha kekasih bosnya. Asha belum menjawab pertanyaan Marchel.Marchel pamit ke toilet dan Asha masih duduk di ruang tamu. Asha masih bertanya-tanya dalam hatinya tentang perubahan sikap Marchel yang begitu drastis.Setelah dari toilet, Marchel bertanya pada Asha:"Kita pesan makanan online aja
Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri."Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijakAsha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah."Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor.""Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel la
Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenalattitudeMarchel, yang merupakan orang kepercayaannya."Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram."Kamu tahu apa kesalahan
Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya."Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu..""Brama mana? Aku mau gendong dia Asha..""Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?""Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha."Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil
"Mas bilang gini, saya kasihan sama Asha dan Brama.." jawab Marchel"Ooo ... jadi mas cuma kasihan ya sama aku?" selidik Asha"Ntar dulu dong, kan belum selesai ngomongnya, terus mas bilang gini,""Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?""Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar..itu kata om Bram, Kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi ... ada satu hal yang tidak saya inginkan, kata Om Bram.."Marchel tidak meneruskan pembicaraan, sehingga membuat Asha semakin penasaran. Asha sudah mulai tersanjung oleh Marchel yang mulai membangun suasana kehangatan diantara keduanya. Asha memeluk Marchel dengan mesra, dia sudah begitu yakin ka
Marchel tersadar atas apa yang baru saja hampir terjadi. Sebagai lelaki yang masih lajang, dia benar-benar menikmati apa yang dilakukan Asha tadi.Asha keluar dari kamar sambil menyusui Brama, dan duduk di samping Marchel. T-shirt Asha yang terbuka dengan tanpa mengenakan bra, dia menyusui Brama di depan Marchel. Marchel melihat betapa indahnya pemandangan yang ada dihadapannya.Asha menatap Marchel sambil tersenyum, dia tahu Marchel sangat menikmati dadanya yang indah."Mas mau ikutan? Mandangnya kok sampe gitu sih?" canda AshaMarchel tersipu malu mendengar pertanyaan Asha."Aku cukup memandangnya aja kok." jawab Marchel sedikit salah tingkah
Marchel duduk di tepi tempat tidur, pikirannya berkecamuk dan sangat dilematis. Begitu susah dia menahan hawa nafsunya dari godaan Asha, yang memang secara fisik sangat menarik dan menggairahkan. Dengan postur tubuhnya yang sangat proporsional, kulitnya yang kuning langsat dan body goals-nya yang menggoda. Semua bagian tubuhnya begitu indah di mata Marchel, juga dengan tinggi tubuhnya begitu serasi. Memang kalau pria seumuran Bram, bukanlah lawan Asha. Itulah yang membuat Marchel tidak bisa menahan diri, saat melmandang tubuh Asha, apa lagi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menutup tubuhnya. Marchel begitu gundah mau memanuhi keinginan Asha, tapi batinnya menolak, karena tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Tapi di sisi lain, sebagai lelaki masih muda dan lama menjomblo, melihat Asha seperti itu timbul gairah ya