Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri.
"Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijak
Asha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah.
"Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan
"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor."
"Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel langsung keluar meninggalkan Asha dan Om Bram.
Asha menutup pintu apartemen, dia kembali memeluk Bram dengan perasaan penuh bersalah. Bram berusaha menenangkan Asha, karena dia kuatir kalau pikirannya terganggu akan mempengaruhi ASI bagi Brama.
"Udah sayang, om sangat mengerti semua ini, coba ambil Brama kalau dia bangun, kalau masih tidur jangan.." Asha bergegas ke kamar Brama, dia sangat senang dengan pengertian Bram.
Asha membawa Brama keluar menemui ayahnya, Brama sepertinya baru bangun tidur, sementara Narti beres-beres kamar Brama.
"Brama ... itu ayah kamu." ujar Asha, Bram langsung ambil Brama dari gendongan Asha, mata Brama jelalatan melihat ayahnya.
"Wuih ... sehat sekali ya anak ayah, susu ibunya cook ya.." Canda Bram, mendengar itu Asha cuma tersenyum.
Bram terus menimang Brama dengan penuh kebahagiaan, dia menggoda Brama dengan berbagai candaan, Brama meresponnya dengan ketawa, sehingga membuat Bram betah menggendong Brama.
"Om gak jadi ke Amerika Sha, om cuma ingin menguji Marchel, karena anak itu dalam semua ujian om sudah berhasil, makanya om sangat percaya dia." ucap Bram sambil menggendong Brama.
"Om pantas percaya sama mas Marchel, dia orang yang layak dipercaya, tidak mudah tergoda dengan apapun." Balas Asha meyakinkan Bram
"Oo ya? Ujian apa yang sudah kamu coba ke dia, sehingga dia layak dipercaya.?" selidik Bram.
"Ya banyak Om, dia sangat setia dengan amanat om, dia peluk aku karena aku yang minta, aku mau tahu dia apakah dia laki-laki yang nakal." jelas Asha
"Terus gimana reaksi dia? Apakah dia cari kesempatan?"
"Gak sama sekali om, yang aku rasakan dia sayang bukan nafsu."
"Terus ... kalau dia dengan nafsu kamu mau dong?" canda Bram lagi.
"Aku mau minta peluk dia karena aku yakin dia tidak nafsu sama aku,karena aku isteri bosnya."
"Haha hahahaha.. Marchel bodoh sekali anak itu tidak mau memanfaatkan kesempatan." ujar Bram dengan penuh tawa
"Lho kok bodoh om? Itukan tandanya dia sangat takut dan memghargai om? Dia baik sekali kok."
"Yaudah ... om mau istirahat dikamar, nih Brama kamu susuin dulu ya." Bram menyerahkan Brama pada Asha
Bram langsung menuju ke kamar Asha, Asha membawa Brama ke kamarnya. Asha menidurkan Brama sambil menyusuinya. Narti menyiapkan semua kebutuhan Brama untuk mandi. Setelah Brama selesai disusui, Asha meminta Narti memandikan Brama, dan Asha menani Bram di kamar.
Pikiran Asha berkecamuk diantara dua pilihan yang keduanya sama-sama dia butuhkan, namun hatinya tak mampu untuk memilih. Masih dengan perasaan takut didekatinya Bram di kamar, Asha tak mampu lagi menebak seperti apa hati Bram terhadapnya.
"Om capek ya? Mau gak aku pijitin?" Asha berusaha memgambil hati Om Bram.
"Gak usah sayang, om gak capek kok ... udah kamu tiduran aja temanin om."
"Om gak marah sama akukan?" tanya Asha penasaran.
"Marah kenapa? Untuk apa om harus marah pada ibu dari anak om? Kamu sudah capek sayang ngurusin Brama sendirian.."
Asha memeluk Bram, dan menciumnya dengan penuh kemesraan. Bram juga membalasnya dengan penuh kasih sayang. Asha sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Dia menanggalkan bajunya, Asha hanya mengenakan underwear, Bram pun menanggalkan seluruh pakaiannya.
Asha mematikan seluruh lampu kamar, dan Asha memulai serangan terhadap Om Bram. Mereka berpagut mesra dalam gumulan asmara. Om Bram melakukan fore play dengan membelai daerah sensitif Asha, Asha menggelinjang tak tertahankan. Bram semakin bergairah, Asha meminta Bram untuk terlentang, dan Asha ingin memberikan servis dengan pelayanan paripurna, namun Om Bram mencegahnya.
"Jangan Asha!! Kamu gak perlu lakukan itu, om gak mau kamu lakukan itu."
"Kenapa om? Aku kan mau servis om biar om puas."
Bram terlihat sangat menikmati apa yang dilakukan Asha, sehingga tidak lama setelah itu Om Bram pun mencapai puncak pelepasan maksimal, dan Asha pun berpura-pura terpuaskan, dengan cara itu dia bisa membuat Bram senang, meskipun dia sendiri tidak terpuaskan.
Bram tertidur pulas, dan Asha langsung mandi. Asha merasa sudah melaksanakan tugasnya, dan dia sangat senang karena Bram tidak marah dengan dia.
Asha kembali menyusui Brama. Sambil menyusui Brama, Asha kembali mengingat apa yang hampir dilakukannya dengan Marchel. Asha benar-benar merasa kalau Marchel adalah laki-laki yang patut bagi dirinya, pada Marchel lah dia bisa menumpukan harapan dan masa depannya.
Asha menjelaskan posisi Bram pada Narti,
"Narti, kamu mungkin cepat atau lambat akan tahu siapa om Bram, om Bram adalah ayahnya Brama, aku mohon kamu bisa menjaga rahasia ini."
"Ya mbak, In Shaa Allah saya akan jaga rahasia, saya senang kerja sama mbak."
"Terima kasih Narti.." Asha bercerita banyak hal tentang Bram pada Narti, dan Narti dengan sangat antusias mendengar cerita Asha.
Tiba-tiba Bram keluar dari kamar Asha dengan terburu-buru, dia mendatangi Asha di kamar Brama, dan mencium Brama.
"Asha, Om harus segera pulang, tante mendadak sakit." ujar Bram sambil pamit
"Ya Om, terima kasih ya Om.." Asha memeluk Bram dan menciumnya, Asha mengantar Bram sampai kepintu.
Bersambung..
Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenalattitudeMarchel, yang merupakan orang kepercayaannya."Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram."Kamu tahu apa kesalahan
Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya."Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu..""Brama mana? Aku mau gendong dia Asha..""Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?""Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha."Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil
"Mas bilang gini, saya kasihan sama Asha dan Brama.." jawab Marchel"Ooo ... jadi mas cuma kasihan ya sama aku?" selidik Asha"Ntar dulu dong, kan belum selesai ngomongnya, terus mas bilang gini,""Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?""Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar..itu kata om Bram, Kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi ... ada satu hal yang tidak saya inginkan, kata Om Bram.."Marchel tidak meneruskan pembicaraan, sehingga membuat Asha semakin penasaran. Asha sudah mulai tersanjung oleh Marchel yang mulai membangun suasana kehangatan diantara keduanya. Asha memeluk Marchel dengan mesra, dia sudah begitu yakin ka
Marchel tersadar atas apa yang baru saja hampir terjadi. Sebagai lelaki yang masih lajang, dia benar-benar menikmati apa yang dilakukan Asha tadi.Asha keluar dari kamar sambil menyusui Brama, dan duduk di samping Marchel. T-shirt Asha yang terbuka dengan tanpa mengenakan bra, dia menyusui Brama di depan Marchel. Marchel melihat betapa indahnya pemandangan yang ada dihadapannya.Asha menatap Marchel sambil tersenyum, dia tahu Marchel sangat menikmati dadanya yang indah."Mas mau ikutan? Mandangnya kok sampe gitu sih?" canda AshaMarchel tersipu malu mendengar pertanyaan Asha."Aku cukup memandangnya aja kok." jawab Marchel sedikit salah tingkah
Marchel duduk di tepi tempat tidur, pikirannya berkecamuk dan sangat dilematis. Begitu susah dia menahan hawa nafsunya dari godaan Asha, yang memang secara fisik sangat menarik dan menggairahkan. Dengan postur tubuhnya yang sangat proporsional, kulitnya yang kuning langsat dan body goals-nya yang menggoda. Semua bagian tubuhnya begitu indah di mata Marchel, juga dengan tinggi tubuhnya begitu serasi. Memang kalau pria seumuran Bram, bukanlah lawan Asha. Itulah yang membuat Marchel tidak bisa menahan diri, saat melmandang tubuh Asha, apa lagi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menutup tubuhnya. Marchel begitu gundah mau memanuhi keinginan Asha, tapi batinnya menolak, karena tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Tapi di sisi lain, sebagai lelaki masih muda dan lama menjomblo, melihat Asha seperti itu timbul gairah ya
Marchel menutup teleponnya, dan dia sedikit lega, karena maminya sudah tahu kalau dia ketemu tante Michelle, dan tante Michelle percaya kalau Marchel dan Asha sudah nikah siri. "Mami kamu marah ya mas?" tanya Asha dengan sedikit kuatir "Mudah-mudahan enggak Asha, kita berdoa aja semoga papi dan mami mau menerima kehadiran kamu dan Brama." jelas Marchel. "Nanti malam, mas akan menghadap papi dan mami untuk menjelaskan ini." "Iya mas, semoga apa yang kita harapkan sesuai dengan kenyataannya ya." ujar Asha penuh harap Asha mulai menggoda Marchel, dengan menempelkan dadanya ketangan Marchel. Sementara Brama sedang di tidurkan oleh Narti di kamar. Asha berusaha memancing gairah Marchel, dan terus memberikan rangsangan pada Marchel. "Mas, apa gak sebaiknya kita nikah siri dulu mas? Biar kita sah untuk melakukannya?" bujuk Asha "Sabarlah Asha, mas ingin menikmatinya di malam pertama kita nanti." Asha mengubah posisi duduknya, dia dudu
Selesai sarapan, Asha dan Marchel duduk di ruang tamu, seperti biasanya Asha dengan manja merayu Marchel, agar segera di halalkan, karena dia sudah sangat ingin bercinta dengan Marchel. Sebagai laki-laki yang belum pernah mengumbar syahwatnya, dan belum pernah make love, Marchel tergolong hebat dalam menahan dirinya, padahal sudah berbagai usaha dilakukan Asha, untuk memancing gairah Marchel. "Mas gimana dengan usul aku kemarin? Aku sudah ingin banget bercinta sama kamu." "Sabar aja Sha, mudah-mudahan usaha Om Bram berhasil, mas ingin merasakan bagaimana nikmatnya malam pertama." "Tapi akukan udah gak tahan mas, kamu itu sangat menggoda banget." rayu Asha. "Selama ini aku cuma melakukannya sama Om Bram, belum pernah
Bayang-bayang yang menakutkan menghantui pikiran Asha, dia banyak melihat realitas hidup yang sulit menerima ketidak-setaraan dalam strata sosial, dia sangat menyadari kalau berasal dari masyarakat yang strata sosialnya jauh di bawah keluarga Marchel. Dia bisa menikmati kemewahan hidup, hanya karena kebaikan hati Bram, dan dia tidak menyangka kalau Bram mau memerlakukannya dengan sangat manusiawi. Sekarang, di depan matanya sudah akan hadir sebuah kenyataan hidup, yang sama selalu di luar dugaannya. Dia hanya hidup seperti air yang mengalir, tidak pernah tahu akan berlabuh di muara yang mana. Kadang kehendak Tuhan memang selalu berbeda dengan keinginan manusia. Sebagai wanita yang baru beranjak dewasa, rasanya Asha belum mampu berpikir seperti apa dia harus menghadapi kenyataan yang akan dihadapinya nanti.