Share

8. Di Luar Dugaan Marchel

Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri.

"Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijak

Asha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah.

"Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan

"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor."

"Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel langsung keluar meninggalkan Asha dan Om Bram.

Asha menutup pintu apartemen, dia kembali memeluk Bram dengan perasaan penuh bersalah. Bram berusaha menenangkan Asha, karena dia kuatir kalau pikirannya terganggu akan mempengaruhi ASI bagi Brama.

"Udah sayang, om sangat mengerti semua ini, coba ambil Brama kalau dia bangun, kalau masih tidur jangan.." Asha bergegas ke kamar Brama, dia sangat senang dengan pengertian Bram.

Asha membawa Brama keluar menemui ayahnya, Brama sepertinya baru bangun tidur, sementara Narti beres-beres kamar Brama.

"Brama ... itu ayah kamu." ujar Asha, Bram langsung ambil Brama dari gendongan Asha, mata Brama jelalatan melihat ayahnya.

"Wuih ... sehat sekali ya anak ayah, susu ibunya cook ya.." Canda Bram, mendengar itu Asha cuma tersenyum.

Bram terus menimang Brama dengan penuh kebahagiaan, dia menggoda Brama dengan berbagai candaan, Brama meresponnya dengan ketawa, sehingga membuat Bram betah menggendong Brama.

"Om gak jadi ke Amerika Sha, om cuma ingin menguji Marchel, karena anak itu dalam semua ujian om sudah berhasil, makanya om sangat percaya dia." ucap Bram sambil menggendong Brama.

"Om pantas percaya sama mas Marchel, dia orang yang layak dipercaya, tidak mudah tergoda dengan apapun." Balas Asha meyakinkan Bram

"Oo ya? Ujian apa yang sudah kamu coba ke dia, sehingga dia layak dipercaya.?" selidik Bram.

"Ya banyak Om, dia sangat setia dengan amanat om, dia peluk aku karena aku yang minta, aku mau tahu dia apakah dia laki-laki yang nakal." jelas Asha

"Terus gimana reaksi dia? Apakah dia cari kesempatan?"

"Gak sama sekali om, yang aku rasakan dia sayang bukan nafsu."

"Terus ... kalau dia dengan nafsu kamu mau dong?" canda Bram lagi.

"Aku mau minta peluk dia karena aku yakin dia tidak nafsu sama aku,karena aku isteri bosnya."

"Haha hahahaha.. Marchel bodoh sekali anak itu tidak mau memanfaatkan kesempatan." ujar Bram dengan penuh tawa

"Lho kok bodoh om? Itukan tandanya dia sangat takut dan memghargai om? Dia baik sekali kok."

"Yaudah ... om mau istirahat dikamar, nih Brama kamu susuin dulu ya." Bram menyerahkan Brama pada Asha

Bram langsung menuju ke kamar Asha, Asha membawa Brama ke kamarnya. Asha menidurkan Brama sambil menyusuinya. Narti menyiapkan semua kebutuhan Brama untuk mandi. Setelah Brama selesai disusui, Asha meminta Narti memandikan Brama, dan Asha menani Bram di kamar.

Pikiran Asha berkecamuk diantara dua pilihan yang keduanya sama-sama dia butuhkan, namun hatinya tak mampu untuk memilih. Masih dengan perasaan takut didekatinya Bram di kamar, Asha tak mampu lagi menebak seperti apa hati Bram terhadapnya.

"Om capek ya? Mau gak aku pijitin?" Asha berusaha memgambil hati Om Bram.

"Gak usah sayang, om gak capek kok ... udah kamu tiduran aja temanin om."

"Om gak marah sama akukan?" tanya Asha penasaran.

"Marah kenapa? Untuk apa om harus marah pada ibu dari anak om? Kamu sudah capek sayang ngurusin Brama sendirian.."

Asha memeluk Bram, dan menciumnya dengan penuh kemesraan. Bram juga membalasnya dengan penuh kasih sayang. Asha sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Dia menanggalkan bajunya, Asha hanya mengenakan underwear, Bram pun menanggalkan seluruh pakaiannya.

Asha mematikan seluruh lampu kamar, dan Asha memulai serangan terhadap Om Bram. Mereka berpagut mesra dalam gumulan asmara. Om Bram melakukan fore play dengan membelai daerah sensitif Asha, Asha menggelinjang tak tertahankan. Bram semakin bergairah, Asha meminta Bram untuk terlentang, dan Asha ingin memberikan servis dengan pelayanan paripurna, namun Om Bram mencegahnya.

"Jangan Asha!! Kamu gak perlu lakukan itu, om gak mau kamu lakukan itu."

"Kenapa om? Aku kan mau servis om biar om puas."

Bram terlihat sangat menikmati apa yang dilakukan Asha, sehingga tidak lama setelah itu Om Bram pun mencapai puncak pelepasan maksimal, dan Asha pun berpura-pura terpuaskan, dengan cara itu dia bisa membuat Bram senang, meskipun dia sendiri tidak terpuaskan.

Bram tertidur pulas, dan Asha langsung mandi. Asha merasa sudah melaksanakan tugasnya, dan dia sangat senang karena Bram tidak marah dengan dia. 

Asha kembali menyusui Brama. Sambil menyusui Brama, Asha kembali mengingat apa yang hampir dilakukannya dengan Marchel. Asha benar-benar merasa kalau Marchel adalah laki-laki yang patut bagi dirinya, pada Marchel lah dia bisa menumpukan harapan dan masa depannya. 

Asha menjelaskan posisi Bram pada Narti, 

"Narti, kamu mungkin cepat atau lambat akan tahu siapa om Bram, om Bram adalah ayahnya Brama, aku mohon kamu bisa menjaga rahasia ini."

"Ya mbak, In Shaa Allah saya akan jaga rahasia, saya senang kerja sama mbak."

"Terima kasih Narti.." Asha bercerita banyak hal tentang Bram pada Narti, dan Narti dengan sangat antusias mendengar cerita Asha.

Tiba-tiba Bram keluar dari kamar Asha dengan terburu-buru, dia mendatangi Asha di kamar Brama, dan mencium Brama.

"Asha, Om harus segera pulang, tante mendadak sakit." ujar Bram sambil pamit

"Ya Om, terima kasih ya Om.." Asha memeluk Bram dan menciumnya, Asha mengantar Bram sampai kepintu.

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status