Share

9. Marchel Menemui Bram

Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenal attitude Marchel, yang merupakan orang kepercayaannya.

"Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan

"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu marchel?"

"Tahu pak, saya sudah melanggar komitmen saya sama bapak, saya tidak bisa menjaga amanah bapak pada saya... saya tergoda dengan Asha pak, dia cantik dan masih muda ... dia begitu tegar menghadapi hidup.." ucap Marchel dengan sikap apa adanya

"Kamu jatuh hati sama Asha ya? Akui saja dengan jujur Marchel." selidik Bram

Marchel tidak bisa menjawab langsung pertanyaan Bram, dia hanya diam dan takut untuk mengatakan apa yang ada di hatinya.

"Sangat wajar Marchel kalau anak muda yang masih lajang jatuh hati sama Asha ... saya yang sudah tua begini saja bisa jatuh hati pada dia.." ujar Bram sambil menatap Marchel, kemudian Bram melanjutkan ucapannya,

"Kamu tidak salah, saya sangat maklum ... saya hargai kamu masih bisa menjaga batas sama Asha." lanjut Bram

"Memang pada awalnya saya kasihan sama Asha pak, dia masih terlalu muda untuk punya anak.." ucap Marchel, dengan tanpa memandang Bram

Bram lama terdiam, begitu juga Marchel. Dia sangat takut kalau apa yang dikatakannya menyinggung perasaan Bram. Tapi dia merasa sudah berusaha untuk mengatakan apa yang ada di hatinya.

"Itu kesalahan saya Marchel ... saya yang membuat dia seperti itu, tadinya saya pikir dia seperti ABG pada umumnya, yang sudah siap dengan kontrasepsi..." jelas Bram

Bram lalu bercerita panjang lebar tentang awal perkenalannya dengan Asha pada Marchel. Bagaimana dia tidak bisa melepaskan Asha begitu saja, karena Asha memiliki daya tarik yang berbeda dengan remaja seusia dia pada umumnya. Baginya Asha tidak pernah menuntut macam-macam padanya.

Tidak pernah menuntut minta dibelikan barang-barang branded, meskipun dia tahu kalau Bram sangat royal. Asha sangat bisa menjaga hubungan agar tidak diketahui keluarga Bram, dia bisa bersikap biasa saja saat dicurigai isteri Bram sebagai selingkuhan, sehingga dia tidak dicurigai oleh keluarga Bram.

Lebih dari itu, Bram sangat merasa nyaman dengan Asha, karena Asha bisa menempatkan diri dan mampu menjaga privasi Bram. Asha selalu patuh dan menurut apa yang diinginkan Bram, bahkan tahu waktu saat bersama Bram. 

Bram sebetulnya ingin tahu kesungguhan Marchel terhadap Asha, bukanlah kecewa pada Marchel, makanya Bram interogasi Marchel lebih jauh. 

"Kamu sayang sama Asha? Kamu sayang gak sama Brama?" Bram mencoba mengetahui sikap dan isi hati Marchel

"Mereka orang yang bapak sayangi, sudah sewajarnya saya pun menyayangi mereka." jawab Marchel dengan lugas

"Apa cuma karena itu kamu sayang sama mereka?" tanya Bram semakin menyelidik.

Marchel jadi serba salah menghadapi Bram, dia seperti menghadapi sebuah proses interogasi yang diluar dugaannya.

"Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?" Marchel balik bertanya

"Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar ... kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu.." ujar Bram. "Tapi, ada satu hal yang tidak saya inginkan.." Bram menghentikan sejenak ucapannya

"Apa itu pak? Apakah saya sudah melanggarnya?" selidik Marchel dengan penuh penasaran

"Saya tidak ingin kamu mencintai Asha setengah hati, karena dengan mencintai Asha, itu berarti kamu juga menyayangi Brama.." pungkas Bram

Marchel kembali terdiam, dia belum berani melanjutkan pembicaraan sebelum dia memastikan hatinya bisa tulus, untuk memenuhi semua keinginan Bram. Dia juga harus berpikir bagaimana menjelaskan kepada kedua orang tuanya, kalau seandainya dia benar-benar menginginkan Asha.

Tidak mudah bagi Marchel untuk menjawab pertanyaan Bram, karena untuk mencintai Asha dengan sungguh-sungguh dia harus menghadapi berbagai rintangan yang akan dihadapinya, terutama soal restu kedua orang tuanya. 

"Pak bolehkah berikan saya waktu untuk memikirkan semua ini?" tanya Marchel. "Supaya ketika saya memutuskan untuk menerima Asha tidak ada lagi keraguan.." lanjut Marchel dengan mimik muka yang menghamba pada Bram. 

"Yaudah, silahkan kamu temui Asha dan Brama ... lakukanlah penjajakan dengan Asha.." pinta Bram

Sebelum pamit pada Bram, Marchel mencium tangan Bram. Itu adalah hal yang belum pernah dia lakukan selama bekerja dengan Bram. Marchel merasa mendapat restu dari Bram untuk mencintai Asha. Sementara, Bram sendiri merasa sudah menemukan orang yang tepat untuk menggantikan posisinya terhadap Asha. 

Marchel meninggalkan ruangan Bram, dia langsung menuju ke apartemen Asha untuk melaksanakan tugas yang diamanahkan Bram kepadanya. Satu sisi Marchel senang karena mendapat sinyal yang bagus dari Bram, tapi disisi lain dia harus mampu menjelaskan persoalan ini kepada kedua orang tuanya.

Marchel harus mempunyai alasan yang tepat kepada orang tuanya untuk menikahi Asha, mengingat Asha sudah punya anak dan tidak gadis lagi. Apakah kedua orang tuanya bisa menerima kondisi Asha? Itulah pikiran yang berkecamuk di benak Marchel dalam perjalanan menuju apartemen Asha.

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status