Share

10. Mengharap Restu

Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya.

"Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran

"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah

"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu.."

"Brama mana? Aku mau gendong dia Asha.."

"Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?"

"Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha.

"Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil menggoda Marchel.

Marchel dan Asha terlihat begitu hangat, tidak ada lagi kecanggungan diantara keduanya. Asha pun terlihat begitu nyaman memeluk Marchel, sehingga membuat keduanya terlihat sangat mesra.

Marchel sudah dapat sinyal dari Om Bram sebagai tanda merestui kedekatannya dengan Asha. Proses penjajakan Marchel terhadap Asha sepertinya, bagai gayung bersambut, karena keduanya saling menyukai antara satu dengan yang lainnya. Namun perjalanan cinta Marchel dan Asha bukan tanpa halangan.

Sebagai anak tunggal tentunya orang tua Marchel menginginkan jodoh anaknya yang terbaik, sementara Asha posisinya sendiri bukanlah gadis lagi. Terlebih Asha sudah memiliki anak, tentunya Marchel harus mempunyai alasan yang cukup untuk menjelaskan pada kedua orang tuanya. Inilah yang menjadi ganjalan bagi Asha untuk memiliki Marchel seutuhnya.

Marchel memang terlihat sangat bahagia dengan restu yang diberikan Om Bram, tapi dia sendiri juga ragu untuk menghadapi kedua orang tuanya. Bagi Asha, ini adalah persoalan yang cukup serius harus ia pertimbangkan. Memang Marchel meyakini Asha, bahwa kemungkinan besar orang tuanya bisa menerima Asha.

Sambil terus memeluk Marchel, Asha mengemukakan kekuatirannya terhadap restu kedua orang tua Marchel:

"Mas ... aku sih yakin kalau Om Bram merestui hubungan kita, tapi aku ini apa sih mas? Bisa berharap banyak untuk masuk dalam keluarga mas yang begitu terhormat?" tanya Asha

"Asha ... tidak ada yang tidak mungkin kalau Tuhan memang sudah tentukan kita berjodoh, tugas kita berdua adalah berupaya agar Tuhan menetetapkannya.." Marchel jelaskan pada Asha

Asha agak bingung mendengar jawaban Marchel yang tidak terjangkau dengan pikirannya. Lama dia berusaha untuk memahami, tapi memang keterbatasannya dalam memahami ucapan Marchel.

"Maksudnya gimana mas? Mas kok nadanya pesimis gitu?" tanya Asha dengan penuh keraguan

"Gini Sha, sebagai manusia kita tidak bisa melakukan apa-apa tanpa di Ridhoi Tuhan, Ridho Tuhan itu dasarnya adalah Ridho kedua orang tua, kita masih punya banyak waktu untuk saling menjajaki, mas akan berusaha meminta Ridho orang tua mas dulu.." Jawab Marchel

Secara panjang lebar, Marchel terus memberikan penjelasan pada Asha, sampai akhirnya Asha benar-benar mengerti. Menurut Marchel tidak ada yang perlu diburu-buru, Marchel lebih memilih proses yang alami, dan memasrahkan semuanya kepada kehendak Tuhan.

Sebagai laki-laki, dia berusaha untuk menjaga diri agar tidak mengikuti hawa nafsunya. Meskipun sekarang sudah terbuka lebar dia bisa melakukan apa saja terhadap Asha, tapi dia ingin menghargai Asha sebagai perempuan baik-baik, agar kalau memang ditakdirkan berjodoh, dia berharap Asha sudah berubah seperti yang ia harapkan.

"Asha, kalau mas sudah siap menerima kamu nanti, dan keluarga mas juga begitu, itu artinya mas juga sudah siap untuk menyayangi Brama.." jelas Marchel.

Marchel melanjutkan ucapannya, setelah dia yakin Asha mulai memahami apa yang disampaikannya,

"Bukan cuma itu, mas akan usahakan agar orang tua mas juga sayang sama kamu dan Brama, makanya kamu harus sabar ya.." bujuk Marchel

"Aku sekarang ikut apa yang menjadi keputusan mas aja, aku juga harus mempersiapkan mental untuk menghadapi kondisi yang terburuk sekali pun." ucap Asha

Asha dan Marchel terlihat begitu mesra, Marchel pun memperlihatkan kalau dia memang mencintai Asha. Marchel memperlakulan Asha dengan sangat baik, dia tidak ingin kalau Asha merasa dia tidak sungguh-sungguh ingin menikahi Asha.

Marchel sama sekali tidak pernah menyinggung status Asha yang sudah tidak gadis lagi, bagi Marchel itu bukanlah halangan bagi cintanya. Marchel sangat yakin kalau Asha bisa diajak menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik, dengan kecukupan fasilitas yang diberikan Bram, tidak pernah dia salah gunakannya.

Asha sangat tahu diri, dia harus menjaga kepercayaan Bram yang begitu besar padanya. Asha juga sangat bersyukur kalau Bram tidak marah saat memergoki dia sedang berpelukan dengan Marchel. Padahal dia pikir Bram akan sangat murka. Tapi, bagi Bram, Asha adalah ibu dari anaknya yang patut dia kasihani.

Bram juga berpikir bahwa dia tidak bisa membahagiakan Asha, ternyata apa yang dia rencanakan, sekarang sudah berbuah hasilnya. Marchel menjadi dekat dengan Asha, dengan begitu dia punya cukup alasan nantinya melepaskan Asha pada Marchel.

"Om Bram ngomong apa aja mas waktu di kantor? Aku takut mas di marahi Om Bram, dan dipecat dari kerjaan."

"Kamu jangan ge-er ya kalau mas bilang, Om Bram tanya gini, kamu jawab yang jujur, kamu suka ya sama Asha?"

"Terus mas jawab apa?" tanya Asha

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status