"Petty hanya berani mengaku hamil, itu kalau dia benar-benar hamil, dan yang menghamili dia pastinya bukan aku Sha.." Dalih MarchelDalih Marchel ini bisa diterima Asha, karena Marchel menceritakan kronologisnya peristiwa yang terjadi, saat dia mabuk dengan Petty. Kalau Petty hanya mengaku hamil, namun kenyataannya tidak, menurut Marchel tidak akan dilakukan Petty."Aku jadi ngerti tujuan Petty melakukan itu semua mas, benar yang Bi Hana bilang, aku jangan berikan peluang untuk orang lain masuk." Terang Asha"Rumah tangga kita jangan mudah dipecah belah orang lain Sha, kita harus selalu rukun, kamu kan tahu aku, aku gak mungkin hianati kamu Sha."Mobil Marchel sudah sampai di halaman rumah pondok indah, "Nanti kamu temui Mami dan Papi ya, minta maaf gak pamit kemarin." Pesan Marchel"Iya mas, aku siap kok kalau pun diomelin.." Ujar AshaBegitu masuk ke paviliun, Asha menidurkan Brama di tempat tidurnya. Dia dan Marchel langsung merapikan paviliun, takutn
Banyak nasehat dari Papi dan Mami yang Asha terima saat itu, sedikit pun dia tidak kecewa, dia menerima nya dengan lapang dada. Bagi Asha, nasehat Papi dan Mami Marchel untuk kebaikannya, bukanlah sebuah bentuk kemarahan.Marchel dan Asha kembali ke paviliun, setelah mendapat banyak wejangan dari Papi dan Mami Marchel. Menjelang siang, Marchel kembali memesan makanan secara online untuk makan siang mereka.Sambil menunggu makan siang, Asha mengajak Marchel bicara soal program tambah anak, "Mas .. Brama kan sudah masuk usia 8 bulan, aku mau lepas kontrasepsi, boleh gak?""Ya boleh aja kalau kamu sudah siap, aku malah suka kalau kamu hamil lagi, biar Brama ada temannya." Jawab Marchel dengan memeluk Asha yang ada disampingnya."Kalau gitu, ntar sore antar aku ke klinik bersalin ya, untuk melepas kontrasepsinya." Pinta Asha dengan manja"Eh Sha, mama apa kabar ya? Kapan mau ke Indonesia lagi?" Tanya Marchel"Kemarin Mama telepon, saat Asha di rumah Bibi, ka
Papi dan Mami Marchel ngobrol di ruang tamu sehabis makan siang, Mami mempersoalkan kenapa Asha tidak hamil lagi, setelah Brama berumur delapan bulan."Kita tunggu Pi, apakah Asha nanti hamil anak yang kedua, semoga itu baru benar cucu kita." Ujar Mami"Lho!! Kok Mami masih terus ragu sama Brama? Kan Brama juga anak Marchel?" Tanya Papi "Mami baru yakin kalau Asha sudah hamil lagi Pi, selama Asha belum hamil lagi, Mami belum yakin kalau Brama anak Marchel.""Mami ini kok aneh sih? Sama anak sendiri aja gak percaya? Marchel itu pewaris tunggal kita lho Mi?"Mami Marchel punya feeling kalau Brama bukanlah anak Marchel, karena dia melihat tidak ada sama sekali 'gen' Marchel dalam diri Brama. Itulah makanya Mami sangat berharap kalau Asha hamil lagi, dan melahirkan anak kedua, dengan demikian baru bisa diketahui kalau Marchel bisa menghamili Asha.Sementara Papi Marchel sudah menepis keraguannya terhadap Brama, dia sangat yakin kalau Brama adalah darah dagi
Hari pertama Marchel masuk kantor di PIDWI Corporation, Marchel bertemu dengan President Director PIDWI, Subianto Prawirohusodo. Marchel di perkenalkan kepada seluruh staf dan karyawan PIDWI, sebagai Vice President, dan Subianto juga menunjukkan pada Marchel ruang kerjanya, juga sekretarisnya Suci Indahsari.Setelah berbincang-bincang dengan Subianto, staf dan karyawan, Marchel dipersilahkan untuk koordinasi dengan sekretarisnya. Di ruang kerjanya Marchel di dampingi sekretaris untuk melaksanakan program yang sudah di jadwalkan.Melihat program yang disodorkan sekretarisnya, Marchel complain, "Hari ini saya akan pelajari dulu programnya, besok kamu saya kasih program yang harus kita kerjakan." Kilah MarchelSuci yang ada di hadapan Marchel mengernyitkan dahinya, "Kenapa pak? Ada yang salah dengan program ini?" Selidik Suci"Gak ada yang salah, hanya saja ada yang lebih urgent dari program ini." Tegas MarchelSuci Indahsari, sekretaris Marchel masih sebaya de
"Gak mbak, saya tahu kalau mereka gak bisa di percaya, mereka pernah tanya sih, tapi saya bilang Brama anak mas Marchel." Jelas Narti"Kamu tolong temani Brama ya, saya mau masak solanya, Mami Pesan sayur lodeh sama ikan bawal goreng." Asha langsung tinggalkan Narti di ruang tamu, dia menuju ke dapur.***Setelah dari paviliun, Mami Marchel cerita sama Papi,"Mami tadi ke paviliun ketemu Marchel?" Tanya Philip sama Mami yang membawa secangkir teh dan cemilan.Mami meletakkan teh dan cemilan di atas meja tamu, "Wong Marchelnya udah jalan kerja Pi dari pagi sekali, Asha tadi cerita kalau dia lagi program hamil untuk anak kedua Pi."Philip baru saja mau minum teh, mendengar kabar program hamil Asha dia jadi penasaran, "Kok bisa kebetulan gitu ya mi? Baru aja kita omongin, serius itu mi?" Tanya Philip dengan penasaran"Serius Pi, Asha aja senang banget kok menceritakannya.""Syukur deh mi, semoga Marchel gak cuma punya anak satu kayak kita ya mi?"
Marchel sudah tahu posisi jabatannya yang sesungguhnya, namun dia berusaha untuk tetap bersikap sebagai Wakil Direktur. Namun secara pelaksanaan wewenang, dia sudah menjalankan fungsi sebagai Direktur Utama. Secara etika dia tetap selalu konsultasi dan kordinasi dengan Subianto, Direktur Utama. Dalam masa adaptasi, Marchel sangat hati-hati dalam menjalankan tugasnya, dia tidak ingin para senior di perusahaan itu merasa dilangkahi. Sebagai pemimpin perusahaan dengan usia yang masih sangat muda, Marchel harus siap menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Di PIDWI Corporation, banyak sekali karyawan wanitanya, terutama di bagian administrasi dan purchasing. Hari pertama bekerja, Marchel lebih banyak melakukan angjangsana ke berbagai departemen, di dalam lingkup perusahaan. Marchel harus mengetahui lebih dini potensi yang dimiliki perusahaan. Tidak semua karyawan perusahaan menyukai keberadaan Marchel di perusahaan tersebut, karena biar bagaimana pun Marchel di
Marchel dan Asha mengajak Brama untuk bercanda. Brama berada di pangkuan Asha, Marchel menggoda Brama seakan-akan tidak berjarak sama sekali antara Brama dan Marchel, meskipun Brama bukanlah darah dagingnya.Sikap yang di perlihatkan Marchel, membuat Asha tambah yakin dengan program kehamilannya. Sedikit pun tidak terlihat kalau Marchel merasa kalau Brama bukanlah anaknya, Brama di perlakukannya dengan penuh kasih sayang. Asha sangat bangga dengan sikap Marchel pada Brama."Mas.. apa sih yang ada di benak kamu saat mengajak Brama bermain?" Telusur Asha"Aku melihat Brama seperti layaknya anak-anak seumuran dia, yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Aku mau nanti kalau dia sudah besar, dia merasa akulah ayahnya." Jawab MarchelAsha merasa terharu dengan jawaban Marchel, "itu tulus gak mas? Atau karena kamu mencintai aku?" Cecar AshaMarchel merasa pertanyaan Asha mengujinya, "kamu masih mau menguji ketulusan aku Sha? Bukanlah aku sudah membuktikan sem
"Mama mau bawa Narti dan Brama ke America, saat aku hamil nanti." Lanjut Asha dengan senyam-senyum"Kok kamu senang sih? Kan Brama masih minum ASI Sha? Lagian juga pak Bram belum tentu kasih izin Sha.""Urusan itu mah gak perlu izin om Bram mas.. kan aku ibunya Brama, yang urus Brama, aku kasihan sama Mama mas.. dia kesepian.""Berapa lama Sha? Ntar kalau Papi dan Mami tanya aku jawabnya gimana? Kan mereka tahunya Brama anak aku sama kamu?" Cecar MarchelAsha tidak bisa menjawab berbagai pertanyaan Marchel, "iya juga ya mas.. aku sih kemarin iyakan sih keinginan Mama, habis dia ingin banget dekat sama Brama."Marchel melihat apa yang ingin di lakukan Asha, ada keinginan membahagiakan Mamanya, hanya saja caranya salah."Aku sih ngerti keinginan kamu itu Sha, kamu ingin menyenangkan Mama, sehingga kamu tidak pikirkan efeknya pada kamu sendiri.""Kalau gitu aku harus kasih tahu Mama mas, bilang aja Brama masih perlu istirahat, belum bisa dibawa dalam wa