Share

Bab 4 : Laboratorium

Pukul 12.30, Marigold mendorong pintu kaca laboratorium medis. Alisnya mencuat ke atas, melihat antrian yang cukup banyak. Dengan linglung karena mengamati para gadis cantik yang duduk berjejer disana, Marigold mendatangi meja registrasi.

"Apa mereka semua punya tujuan yang sama denganku?" gumam Marigold sambil menggaruk pelipisnya.

"Selamat datang. Silakan duduk."

"Permisi mbak," sapa Marigold sambil menarik kursi di meja registrasi. "Aku mau.."

"Mau tes keperawanan?"

"Loh kok tahu?" seru Marigold keras, lalu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Mbak nya kok bisa tahu?" ulangnya dengan suara berbisik.

"Coba lihat ke belakang," tunjuk petugas registrasi ke belakang punggung Marigold.

"Apa?" Marigold bergeser di kursinya dan menoleh ke belakang, ke arah yang ditunjukkan si resepsionis.

"Mereka semua sedang mengantri melakukan tes keperawanan seperti anda. Sejak pagi tadi, banyak gadis yang mengantri di laboratorium ini. Acara pemilihan gadis milyader itu benar-benar terkenal."

Marigold berdecak tidak suka, menyadari di depan mata tentang semua lawannya. Benar dugaannya. Kemudian Marigold berbalik dan menghadap si mbak register yang tersenyum menyebalkan.

"Mbak tidak ikut tes sekalian?" sindir Marigold dengan wajah cemberut.

"Ikut dong," sahut petugas registrasi itu yang malu-malu menyelipkan sehelai rambutnya ke belakang telinga. Lalu jarinya menunjuk ke arah tanda pengenal nama yang disematkan di seragam kerjanya. "Lihat namaku juga memiliki identitas bunga kan?"

Marigold memicingkan mata untuk membaca tanda pengenal. "Bunga Lestari. Identitas nama bunga," kata Marigold ketus sambil mengangguk. Bahkan petugas laboratorium pun menjadi rivalnya. Hebat.

"Baiklah, silakan isi formulir ini berdasarkan kartu tanda pengenal," kata petugas bernama Bunga itu sambil menyodorkan selembar kertas penuh pertanyaan.

Dua menit kemudian, Marigold menyerahkan formulir itu dan menantikan dirinya akan masuk dalam nomer antrian yang entah ke berapa. Sambil menunggu, Marigold memainkan pulpen yang tadi dipakainya menulis.

"Totalnya sekian, mbak," kata petugas itu sambil menyodorkan selembar kwitansi.

Marigold terkesiap melihat jumlah nominal yang tertera di kwitansi itu. "Tidak salah ini?! Kenapa mahal sekali?!"

"Memang segitu harganya."

"Benarkah?" seru Marigold syok sambil menatap nanar pada angka yang tertera di kwitansi itu. "Laboratorium ini tidak melakukan up harga kan? Tidak mengambil keuntungan lebih, hanya karena ada acara ini?"

Petugas registrasi tersenyum dan menjawab dengan diplomatis. "Kualitas kami sebanding dengan harga."

"Ck, apa maksudnya itu? Sama sekali tidak menjawab pertanyaan," gerutu Marigold sambil mengeluarkan dompetnya.

"Saya terima uang nya dan ini kwintansinya. Silakan nomer antrian anda. Silakan duduk disana untuk menunggu panggilan," kata petugas registrasi dengan nada datar sambil memberikan selembar kartu nomer antrian.

Marigold kembali mengeluh. Yang benar saja, dirinya mendapatkan nomer antrian 200. "Mbak, sekarang antrian nomer berapa?"

"Itu, lihat sendiri di layar kaca."

Marigold mendongakkan kepala dan menatap horor. "Ya amplopku.. baru nomer 104? Kapan selesainya ini?"

"Anda adalah pasien terakhir yang kami terima hari ini. Oya, satu lagi. Ngomong-ngomong, nama anda yang adalah Marigold, apakah mempunyai arti nama bunga? Kok saya tidak pernah mendengar sebelumnya ya?"

"Tanya saja sama mbah gogle. Disana lengkap penjelasannya," jawab Marigold ketus sambil berdiri dan pergi dari meja tempat registrasi.

Marigold yang sudah sebal karena antrian yang banyak, serta harus membayar uang tes keperawanan yang cukup mahal, kini ditambah lagi dengan si mbak mengomentari namanya. Well, nama Marigold adalah pemberian orang tuanya yang ahli botani. Nama Marigold memang sedikit unik dan spesial. Belum lagi, Nina, sepupunya yang tidak mau menemaninya ke laboratorium, dengan alasan capek. Terpaksa, Marigold mengantarkannya kembali dojo dengan sepeda motornya.

Marigold berjalan menyusuri lorong ruang tunggu untuk mencari kursi yang kosong. Yes, ada satu di ujung sana. Dipercepatnya langkahnya agar kursi itu tidak ambil orang lain. Akan tetapi, langkahnya terhenti di depan seseorang yang duduk tepat di sebelah kursi yang kosong.

"Alana?" ucap Marigold terperanjat mendapati seseorang yang dikenalnya, duduk antri di kursi tunggu. "Sedang apa kamu disini?"

"Marigold?" ucap gadis yang dipanggil Marigold dengan nama Alana. Alana adalah temannya yang berasal dari kota yang sama dengan Marigold. Selain itu, Alana juga merupakan satu teman sekolah.

Marigold duduk di kursi yang kosong, tepat di sebelah Alana. "Apa.. kamu juga ikut tes keperawanan untuk acara pemilihan gadis milyader?"

Alana mengibaskan rambut panjangnya ke belakang bahunya. "Tentu saja. Gadis secantik aku, Alana Jasmine, tentu saja harus berpasangan dengan seorang Maximilian Alexander, milyader yang terkenal tampan," ujarnya sombong. Lalu memandang Marigold dari atas ke bawah dan mencibirnya. "Dan kamu?! Jangan katakan padaku, bahwa kamu juga ingin mengikuti tes dan pemilihan itu."

Marigold mengangkat bahu. Ejekan Alana membuat Marigold menjadi defensif. "Tidak ada salahnya untuk mencoba. Siapa tahu seorang Marigold Flora yang sederhana ini bisa mengalahkan dirimu yang... well.. entahlah, aku tidak bisa mendeskripsikannya."

"Kurang ajar!" geram Alana yang marah karena Marigold menghinanya. "Kita sudah lama tidak bertemu, tapi mulutmu masih saja setajam silet."

"Asal kamu tahu, mulutku ini selalu diasah tiap pagi dan sore, untuk menangkis semua serangan dari orang-orangan sawah yang bodoh."

"Sialan kamu, Marigold!" desis Alana marah dengan tangan terkepal ke arah Marigold. "Aku ingin sekali menampar mulutmu yang lancang itu!"

"Hei Alana, itu nomermu sudah dipanggil," sela seorang gadis yang duduk di sebelah Alana yang sedang mengamuk.

"Bye-bye.. pergilah dengan tenang," ucap Marigold sambil tersenyum. "Aku akan berdoa sungguh-sungguh, supaya dokter yang memeriksamu, memiliki mata yang rabun, sehingga tidak bisa melihat apakah kamu masih perawan atau tidak."

"Dasar gadis kurang ajar!" jerit Alana yang sudah akan meledak kepalanya karena emosi tingkat tinggi.

"Sudah, Alana. Jangan dihiraukan lagi. Jika kamu tidak segera masuk, nanti nomer mu akan diloncati orang lain."

"Awas kamu, Marigold. Jangan sampai aku bertemu lagi denganmu. Aku akan melumatmu sampai habis," ancam marah Alana yang menudingkan jarinya pada Marigold sambil berdiri.

"Jangan suka marah-marah, Alana. Nanti cepat tua," balas Marigold datar. Alana yang diejek olehnya, ingin mendatanginya lagi dengan murka. Untung saja, temannya menariknya pergi, sehingga tidak terjadi perkelahian.

Sepeninggal Alana yang masuk untuk menjalani pemeriksaan, mata Marigold tertuju pada layar televisi besar yang tertempel di dinding. Disana, ada berita siaran langsung wawancara dengan milyader, Maximilian Alexander. Marigold langsung menajamkan pandangannya untuk memperhatikan wajah dan postur tubuh yang sempurna dari idolanya.

"Oh, gantengnya," bisik Marigold yang terpesona dengan gaya dingin seorang milyarder. Dingin, tanpa senyum di wajahnya serta bermata datar yang menyeramkan. Seorang Maximilian yang dingin sanggup membuat ayam jantan mengkerut ketakutan dan bertelur.

"Bagaimana perasaan anda, mengetahui bahwa acara yang akan anda selenggarakan, sungguh telah mengguncang dunia?" tanya reporter cantik sambil menyodorkan alat perekam. "Anda tahu, para gadis cantik telah berbondong-bondong untuk melakukan tes keperawanan sebagai syarat mengikuti acara pemilihan gadis bagi milyader."

"Aku senang acara ini mendapat sambutan yang meriah. Lakukan yang terbaik, girls. Kita akan segera bertemu," jawab sang milyader singkat lalu segera masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya.

Marigold tersenyum membayangkan dirinya bersanding dengan sang milyader. Itu sungguh mimpi yang menjadi kenyataan. Marigold menarik nafas panjang, lalu memejamkan mata. Tanpa sadar, dirinya yang lelah, tertidur lelap. Kemudian..

"Mbak.. mbak.. bangun. Sekarang giliran anda," panggil seseorang berjubah dokter sambil menggoncang pelan lengan Marigold.

"Hah?! Giliranku? Giliran apa?" tanya Marigold bingung karena terbangun dengan tiba-tiba.

"Tes keperawanan. Ayo cepat, mbak. Anda yang terakhir."

"Oh ya-ya.. Maaf, aku ketiduran ya," jawab Marigold yang buru-buru berdiri dan merapikan rambutnya.

"Silakan ikuti saya."

"Baiklah. Ayo, segera periksa aku, supaya aku bisa mendatangi pangeran impianku."

Bersambung...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
2miles_dreams
Semangat nulis
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status