Brak."Martha, apa yang terjadi?"Martin dan papanya menerjang masuk ke toilet wanita, takut terjadi sesuatu dengan Martha. Dan saat di dalam toilet itu, papa Martin segera menghampiri Martha untuk memastikan istrinya baik-baik saja, sedangkan Martin diam tertegun saat melihat Nina sedang berdiri berhadapan dengan Martha."Nina? Sedang apa kamu disini?" tanya Martin yang bergegas mendekati Nina yang tidak karuan ekspresinya. "Hei, kamu.. terlihat kurang sehat.""Aku baik-baik saja.""Martha, siapa dia? Kata pelayan, kamu bertengkar dengan gadis ini. Memangnya siapa dia?" cecar papa Martin bingung."Anu permisi," sela kikuk si pelayan wanita. "Bagaimana kalau permasalahan anda semua diselesaikan di luar toilet? Ada beberapa tamu yang ingin menggunakan toilet nya.""Oh maaf," ucap papa Martin dengan mengangguk sopan. "Baiklah, kami akan segera keluar. Ayo, Martha kita pergi.""Terima kasih untuk kerjasamanya," ucap pelayan itu sambil menundukkan kepalanya."Martin, sebaiknya aku pulang,
Drrrt-drrrt-drrrt..."Halo Nina? Kenapa menelponku malam-malam begini? Hoam..""Apa kamu sudah tidur, Marigold?""Belum. Aku belum tidur. Perutku masih kekenyangan makan," jawab Marigold malas sambil meregangkan tubuhnya dan mengerang nyaman.Nina melirik waktu di jam bekernya di meja nakas di samping tempat tidur. "Hei Marigold, ini jam hampir jam dua belas malam dan kamu masih kekenyangan makan? Apa kamu tidak takut gendut?" tanyanya dengan nada mengejek."Haish, jangan merecokiku, Nina jelek," gerutu Marigold yang terdengar sedikit teredam sesuatu. "Apa kamu tahu, Nina... kasur bantal dan guling disini sangat empuk dan nyaman. Begitu aku menyentuh semua benda empuk ini, mataku langsung tinggal lima watt. Hoam..""Ck, tidak usah pamer," sembur Nina seraya berdecak sebal. "Lagian tidak etis membandingkan gubuk reyotku dengan istana mewahmu! Ibaratnya kamu itu tinggal di rumah sebesar ikan paus orca, sedangkan aku tinggal di rumah mungil nemo si ikan badut. Ck, sungguh sangat ironi pe
"Papa Martin. Mamaku menikah dengan papanya Tuan Martin, asisten Tuan Max.""APA?!"Pekikan histeris Marigold menggema di telinga Nina. Alhasil, Nina harus menjauhkan ponselnya dari telinga supaya tidak tuli mendadak."Nina, apa kamu bercanda? Bibi menikah... papa dari Tuan Martin? Benarkah itu? Kamu tidak mengada-ada kan?" cecar Marigold dengan nada sangat takjub."Ck, aku tidak mungkin 'menghalu' untuk hal sebesar itu, Marigold jelek," decak Nina sebal. "Aku ini serius, dua rius, dan tiga rius. Secara hukum, aku dan Tuan Martin adalah saudara tiri.""Aku tidak percaya dengan kebetulan seperti ini. Jadi, apa itu artinya.. kamu dan Tuan Martin adalah.. saudara tiri?" simpul menyebalkan dari Marigold. "Wow. Itu keren, Nina."Nina memutar bola matanya, jengkel. "Keren dari Hongkong?! Aku tidak suka punya saudara tiri, apalagi kakak tiri seperti Martin. Hiii... ogah! Bikin ribet!" gerutunya dengan nada meninggi.Suara Nina yang merespon komentarnya dengan nada menyangkal, membuat Marigol
Keesokan harinya.Tuk.Max meletakkan cangkir kopi hitamnya di meja kafe yang terletak di sebelah kantornya. Max selalu menyukai suasana ramai dimana para pengunjung membeli secangkir kopi untuk dibawa ke tempat kerja mereka. Juga aroma harum kopi yang baru saja digiling, terasa menenangkan pikiran.Sejak Max bangun tidur tadi, raut wajahnya tidak bisa berhenti tersenyum ceria. Terbangun di sebelah gadis bandel yang berstatus sebagai istri ketujuhnya, membuat Max bahagia. Max juga menyempatkan diri beberapa saat lamanya untuk mengamati wajah cantik sekaligus lugu milik Marigold yang sedang terlelap di sampingnya.Semalam, Max menikmati malam yang penuh gairah bersama Marigold. Reaksi yang polos dan ekspresif membuat Max sangat bersemangat memberikan kenikmatan pada Marigold. Erangan dan rengekan Marigold terdengar merdu nan seksi di telinga Max."Ini pesanan croissant anda, Tuan Max. Silakan dinikmati," ucap seorang pelayan perempuan yang meletakkan sebuah piring berisi dua potong pas
"Kakek anda. Tuan Alexander."Mulut Max menganga lebar. "Dasar tua bangka! Kenapa sekarang dia ikut campur urusan kantor, hah?!" desisnya murka."Tuan Max, apa yang akan anda lakukan?"*****"Halo Max sayang, sudah lama sekali kamu tidak mengunjungi kami," sapa ramah seorang wanita paruh baya dengan tubuh montok nya, sangat nyaman untuk dipeluk. Wanita itu merentangkan kedua tangannya, menyambut kedatangan Max di rumah Tulip, rumah Tuan Alexander tua."Halo Nanny. Dimana kakek?" tanya Max sambil membiarkan dirinya dipeluk dan dihujani ciuman oleh wanita itu."Kakekmu sedang duduk santai di taman belakang," jawab Nanny sambil mengedikkan dagunya ke sebelah kanan. "Katakan padaku, apa kamu akan tinggal disini sampai makan siang, Max? Aku akan menyiapkan makanan kesukaanmu.""Aku tidak tahu, Nanny. Aku ada banyak pekerjaan, salah satunya memarahi si tua bangka itu."Pluk-pluk-pluk."Kasihan anakku," ucap Nanny sambil menepuk lembut kedua pipi Max. "Benar, kakekmu itu memang harus dimarah
Archie Alexander.Seorang laki-laki tampan sedang duduk di jok belakang mobilnya sambil menekuri tablet di pangkuannya."Tuan Archie, apa anda sudah mendengar berita terbaru tentang Tuan Max, sepupu anda?" tanya sopir sekaligus asisten pribadinya. "Tuan Max baru saja menikahi seorang gadis belia berusia 23 tahun. Jadi saat ini, total ada tujuh istri yang dimiliki sepupu anda, Tuan Archie.""Hmm, aku tahu," sahut Archie dengan jari terus menscroll layar tabletnya. "Aku sedang membaca berita tentang acara pemilihan gadis perawan untuk milyader. Gadis yang terpilih dan yang dinikahi sepupuku ini sama sekali tidak cantik ataupun menarik sedikitpun, bahkan memiliki latar belakang yang sama sekali tidak istimewa. Seharusnya dengan acara heboh seperti itu, wanita sekelas Miss Universe pun bisa didapatkan Max, bukannya malah memilih gadis sederhana yang polos dan culun. Entah apa yang ada di pikiran Max hingga memilih gadis itu sebagai pelengkap haremnya," cibirnya sinis.Saat ini, mobil Merc
Di sebuah restoran mewah yang menyajikan Chinese Cuisine."Tunggu dulu, Tuan Martin," ucap Marigold yang tertegun menatap satu meja bulat melingkar, penuh dengan para penghuni istana penyihir. Mereka berenam ditambah dengan seorang ratu penyihir, sudah lengkap duduk cantik disana, sedang menyantap hidangan yang tersaji di atas meja bulat itu."Ya?""Tuan Martin bilang kalau aku akan makan siang dengan Tuan Max, tapi kenapa aku tidak melihat sosoknya di restoran ini? Aku malah melihat para siluman itu sedang duduk makan bersama disini? Apa mungkin Tuan Martin salah memberikan informasi padaku?"Martin memandang datar ke arah Marigold dan menjawab, "Tidak. Tidak salah. Anda memang dijadwalkan untuk makan bersama dengan Nyonya Alexander, mama dari Tuan Max. Beliau ingin makan siang bersama dengan para istri Tuan Max."Mendengar jawaban asisten pribadi tuan milayder, Marigold berkacak pinggang dengan gemas. "Apa kita berdua bermusuhan, Tuan Martin yang terhormat?""Bermusuhan? Apa maksud
"Apa kamu sudah hamil, Marigold?"Bibir Marigold sudah terbuka untuk menjawab pertanyaan Nyonya Alexander, namun sudut matanya tiba-tiba menangkap satu sosok yang membuat tertegun. Otak Marigold seketika menjadi buram dan berkabut. Marigold memicingkan matanya ke arah sosok itu. Tubuh Marigold seolah mati rasa, saat mengenali bahwa sosok itu adalah Nolan, mantan kekasihnya.Saat ini Nolan sedang duduk satu meja bersama seorang wanita cantik. Posisi meja mereka berada tersembunyi di ujung restoran sehingga tidak terlihat jelas oleh orang yang berlalu lalang. Sekujur tubuh Marigold semakin membeku melihat interaksi Nolan dengan wanita itu. Keduanya... terlihat sangat akrab, malah terlalu akrab hingga bisa disebut intim."Tapi, wanita itu... terlihat lebih tua dari Nolan," batin Marigold yang tidak berkedip menatap bergantian, Nolan dan pasangannya. "Jadi.. semua itu benar?! Apa yang dikatakan Tuan Max tentang Nolan adalah benar?! Bahwa Nolan adalah gigolo, kekasih tante-tante?!" rintihn