“Kamu bercanda?” cibir Kaliya. “Kita baru menikah beberapa menit yang lalu dan kamu ingin membawaku ke istana jelekmu? Hahaha. Bermimpi saja, Lucifer! Aku tidak akan pernah meninggalkan kerajaan ini!”
“Utututu. Mengapa kamu begitu rumit, Kaliya?” Lucifer berjalan mengelilingi tubuh istrinya perlahan. “Biar kuberi saran. Berpikirlah sederhana, maka kamu akan mengerti apa tujuanku meminang dirimu.”
Kaliya berdecak. “Sudah sangat jelas, bukan? Kamu hanya ingin menguasai semua keturunan Azazel? Aku tahu rencana busukmu, Lucifer!”
“Tidak, tidak. Apa pun yang ada di dalam kepalamu tentang diriku, semuanya salah. Aku hanya ingin menyatukan dua kerajaan untuk menambah kekuatan.”
“Selain itu...,” Lucifer kembali mendekat. Dia meletakkan telapak tangannya di bahu Kaliya dan berbisik, “aku sangat tertarik padamu, Kaliya. Aku tidak sabar untuk membuat keturunan-keturunan iblis bersamamu. Aku yakin, anak-anak kita akan sangat hebat.”
Meski dia seorang iblis, tapi Kaliya bisa merasakan kepanikan yang nyata. Dia merinding usai mendengar suara rendah Lucifer.
“Sudah kuduga. Lucifer pasti memikat setiap wanita iblis dengan cara ini,” batin Kaliya. “Aku tidak boleh lengah. Tapi... tapi kenapa sentuhannya berhasil membuat tubuhku berbalik menginginkannya?”
“Aku akan memberikan apa pun yang kamu mau, Kaliya,” bisik Lucifer lagi. “Kekuasaan, harta, kekuatan. Kamu bisa mendapatkan semuanya.”
Dalam buaian Lucifer, Kaliya merasa mabuk. Ditatapnya iris Lucifer yang kini memancarkan cahaya semerah api. Pertanda bahwa gairah iblis itu sedang meningkat.
Seolah terhipnotis akan betapa tampannya dia, Kaliya tiba-tiba pingsan ke dalam dekapan Lucifer. Rantai api yang menyelimuti tubuhnya langsung hilang.
Alih-alih panik, iblis dengan usia berabad-abad itu malah menyeringai. Dia mengamati wajah Kaliya sembari mengusapkan telunjuknya.
“Bagus, Kaliya. Tidak ada yang lebih indah dari seorang iblis yang pasrah. Kamu akan menjadi milikku selamanya.” Dia menghirup aroma neraka dari leher Kaliya, kemudian tertawa pelan.
Tak bisa sabar lebih lama, Lucifer menggendong Kaliya dan membawanya ke hadapan Elliot.
“Aku akan mengambil putrimu sekarang, Elliot.”
“T-tapi, pestanya belum selesai!” Elliot tampak bingung dan mabuk. Dia sudah menghabiskan sekitar lima liter darah sendirian.
Lucifer mencebik sambil memandang sekitar. “Pesta ini masih akan berlanjut tanpa kehadiranku, dan istriku,” ujarnya penuh penekanan. “Dan sedikit informasi, Kaliya tidak akan pernah kembali ke tempat kumuh ini, Elliot. Dia akan hidup bahagia bersamaku.”
Lucifer mengirimkan sinyal kepada prajurit iblis yang ia bawa dari kerajaannya sendiri. Sedetik kemudian, tentara iblis itu langsung melesat dan menghancurkan pesta. Potongan daging segar berterbangan. Cahaya api Elliot yang melayang di udara langsung lenyap. Semua peralatan makan hancur berkeping-keping.
Melihat itu, tubuh Elliot gemetar.
“Lucifer? Bukan ini yang kamu janjikan padaku!” bentaknya pelan.
“Surprise!” ujar Lucifer riang. “Kamu harus belajar dari masa lalu, Elliot. Iblis tidak percaya kepada sesama iblis.”
Lucifer langsung melesat dengan kobaran api bersama Kaliya yang tak sadarkan ini. Sementara itu, pasukannya kembali menghancurkan kerajaan Elliot. Mereka merusak dinding, menawan para tamu pesta, dan bersenang-senang seolah ini adalah singgasana mereka.
Elliot tak percaya ini. Ia dan Lucifer sudah melakukan kontrak terikat. Sebuah perjanjian darah yang tak bisa dirusak. Tapi... kenapa Lucifer mengkhianatinya?
“KALIYAAA!” teriak Elliot tiba-tiba. “Bawa kembali Kaliya padaku!”
Katarina yang melihat kekacauan ini berusaha menghentikan prajurit Lucifer dengan kekuatannya. Para pelayan serta prajurit Elliot juga turun tangan. Ayahnya ikut murka. Elliot mulai membakar siapa pun dengan api mematikan.
“Lucifer sialan! Aku menyerahkan Kaliya padanya, dan dia mengkhianati Ayah? Lihat saja nanti. Akan kubunuh dia dengan tanganku sendiri!” batin Katarina. Dia memusatkan kekuatan di telapak tangan, lalu menembakkan bola api terbesar yang pernah dia ciptakan.
****
Kaliya tersentak. Ia bangun dengan perasaan gelisah yang tak pernah ia alami sebelumnya.
“Persetan,” umpat perempuan itu. Dengan melihat sekilas, ia sudah tahu di mana kini ia berbaring.
“Morning,” sapa Lucifer dari ujung ruangan.
Kaliya mendengus. “Apa yang kamu lakukan padaku?”
“Pertanyaan konyol, Kaliya. Kamu tahu sendiri apa yang sudah terjadi.”
“Tidak. Aku tidak tahu, kecuali seorang iblis terhebat bernama Lucifer telah melakukan pemerkosaan kepada putri terakhir dari keturunan Azazel!”
“Bukan pemerkosaan jika kamu dan aku sudah sah, Kaliya. Selamat! Kamu akan segera mengandung keturunanku!”
“Menjijikkan!” Secepat kilat dia meluncur ke arah Lucifer dan mencekiknya. “Dengarkan aku, Lucifer. Sampai hari kiamat tiba pun aku tidak akan pernah sudi melahirkan anakmu! Cuih!”
Dengan santai Lucifer menyeka ludah dari wajahnya. Dia bahkan tidak kesakitan sama sekali saat dicekik oleh Kaliya.
“Bersikap baiklah, Kaliya. Atau kerajaanmu yang akan menanggungnya.”
“Apa maksudmu?”
Lucifer tersenyum kecil. “Jika kamu terus kurang ajar seperti ini, Elliot benar-benar akan tamat.”
Usai mengatakan itu, Lucifer langsung menghempaskan tubuh Kaliya. Wanita itu terpental ke ranjang. Sulur-sulur api dari setiap sisi kini mengikat pergelangan tangan dan kakinya. Kaliya berteriak. Namun Lucifer malah menatapnya dengan rendah.
“Ini satu-satunya jalan untuk membuatmu tunduk, Kaliya. Kamu... harus melahirkan anak-anakku!”
Kaliya menjerit kesakitan saat Lucifer menerjangnya. Iblis licik itu melahap Kaliya dengan ganas. Harus Kaliya akui, dia masih lemah. Kekuatannya masih belum cukup untuk melawan Lucifer. Dan yang bisa dia lakukan saat ini hanya pasrah.
Kepalanya bahkan sudah tak bisa memikirkan rencanan lain.
Kaliya tahu, kejayaannya sudah berakhir.
****
“Ayah, Ayah?” seru Katarina pilu. Dia mengguncang tubuh Elliot, namun raja iblis itu tetap tak sadarkan diri.
Lucifer telah menipu mereka. Seisi kerajaan hancur. Para prajurit keturunan Azazel ditawan. Para penghuni istana sebagian dibinasakan.
Katarina masih terbilang beruntung karena bisa kabur ke puncak pegunungan bersalju bersama ayahnya. Namun, sudah dua jam berlalu usai kejadian itu, mata Elliot masih terpejam.
“Maafkan aku,” isak Katarina. “Seharusnya aku tidak mempercayai Lucifer. Seharusnya aku mendengarkan Kaliya, hiks.”
“Bangunlah, Ayah. Tolong jangan tinggalkan aku. Aku sudah berjanji kepada ibu untuk melindungimu. Kumohon... bangunlah.”
Elliot tiba-tiba terbatuk. Dari mulutnya keluar percikan darah. Iblis tua itu membuka mata dan mendapat tatapan lega putrinya.
“Ayah!” pekik Katarina penuh syukur. “Aku takut kehilanganmu!”
“Katarina ....”
“Iya, Ayah. Aku di sini. Aku bersamamu.”
“Kaliya—uhuk, selamatkan Kaliya,” ucapnya parau.
“Lucifer sudah membawanya. Kerajaan kita sudah hancur, Ayah.”
Elliot bernafas lemah, lalu menggelengkan kepala. “Tidak, semua ini belum berakhir. Kirimkan bulu burung api kepada Kaliya, dan katakan padanya untuk mencuri sesuatu.”
Katarina mengernyitkan dahi tak mengerti.
“Tolong, Katarina. Bulu burung phoenix.”
“Kita sudah berada jauh dari kerajaan. Aku tak bisa mengambilnya, Ayah.”
“Masih ada satu. Di dalam jantungku.”
“Apa?! Apa Ayah bercanda?”
“Belah jantungku dan ambil bulu phoenix itu. Sampaikan kepada Kaliya untuk mencuri permata Katastof dari Lucifer. Kekuatan burung phoenix milik Azazel akan terus melindunginya.”
Katarina menggeleng panik. “Tidak mungkin! Aku tidak akan pernah melakukannya!”
“Katarina, tolonglah.”
“Ayah, aku tidak bisa!” isak Katarina lagi. “Membelah jantungmu, sama saja menerima kematianmu. Bagaimana kita bisa membangun kembali kerajaan jika Ayah binasa?”
“Kaliya bisa melakukannya. Percayalah padaku. Aku sudah lemah, Katarina. Aku tidak akan bisa memimpin kerajaan iblis lagi. Waktuku hanya sampai di sini.”
Katarina membeku, namun air matanya mengalir tanpa henti.
Dalam keheningan itu, Elliot terus mengulang amanat terakhirnya. Usai mengatakannya belasan kali, barulah Katarina menguatkan diri. Dia memanjangkan kuku jarinya, kemudian menusuk dada Elliot tanpa ragu.
Perempuan iblis itu bisa merasakan jantung sang ayah berdenyut di telapak tangannya.
Melihat kesedihan di mata Katarina, Elliot bergumam, “Jangan menangis, Katarina. Ini adalah yang terbaik.”
Katarina mengangguk, kemudian menarik jantung Elliot sekaligus. Seketika itu juga pupil mata Elliot tak bergerak lagi.
Katarina menangis sejadi-jadinya. Namun ia telah diberi tugas. Dirobeknya jantung sang ayah, kemudian mengeluarkan bulu phoenix peninggalan Azazel dari dalam sana.
****
“Ini bukan apa yang aku rencanakan,” gumam Kaliya lemah.
Di bawah ikatan api, tubuhnya digauli oleh Lucifer secara brutal. Berusaha berkali-kali pun, Kaliya tetap tak bisa melawan. Pernikahan ini membuatnya lemah.
Jika ada cara lain untuk melawan Lucifer, maka Kaliya dengan senang hati akan melakukannya. Tapi kini dia sendiri. Tak ada Katarina, tak ada ayahnya, tak ada prajurit keturunan Azazel yang akan membantu. Lalu ia harus bagaimana?
Kaliya tidak ingin menghabiskan sisa hidupnya untuk menjadi budak dari Lucifer. Dia tidak mau Lucifer menguasai seluruh neraka dan bumi.
Belum genap sehari dia di sini, rasanya Kaliya sudah tenggelam dalam lautan kekalahan. Bersamaan dengan rasa putus asa yang semakin besar, suara ketukan kecil dari jendela tiba-tiba mengejutkannya.
“Phoenix?” gumam Kaliya heran saat melihat siluet burung phoenix kehitaman di luar sana.
Lucifer sengaja mengurung Kaliya di menara paling tinggi agar dia tak terjangkau oleh siapa pun. Tapi burung ini berhasil menemukan keberadaannya.
Dengan sisa kekuatan, Kaliya bangkit. Dia berjalan tertatih mendekati jendela.
“Hei,” sapanya kepada burung itu. “Apa yang kamu lakukan di sini?”
Burung phoenix itu hanya mengeluarkan suara pekikan kecil. Dia menggunakan paruhnya sebagai isyarat kepada Kaliya untuk membuka jendela.
“Aku tidak bisa. Lucifer telah melindungi tempat ini dengan sihirnya. Aku tak akan mampu melakukan apa pun.”
Seolah mengerti, burung itu mengangguk. Dalam hitungan detik, muncul semburan api dari paruhnya.
Refleks Kaliya menjauh. Dia takjub karena semburan api itu berhasil melubangi jendela.
“Luar biasa! Bagaimana kamu bisa melakukannya?”
Burung phoenix itu menunduk pelan sebagai pertanda bahwa ia menghargai pujian Kaliya. Sayap kehitaman yang terbakar di ujungnya itu mengepak. Dia memutari ruangan lalu berhenti di tepi ranjang.
“Kaliya?” Tiba-tiba burung itu berbicara.
“Apa-apaan ini? Kamu adalah Katarina?” desisnya tajam. Sesekali ia melirik ke arah pintu karena takut Lucifer kembali.
Burung phoenix itu menggelengkan kepala. Saat paruhnya terbuka, suara Katarina kembali terdengar.
“Dengarkan aku, Kaliya. Ayah binasa dan kerajaan kita sudah hancur. Lucifer memang penipu—maafkan aku karena tidak percaya padamu. Curi permata Katastrof di kediaman Lucifer, dengan begitu kamu bisa membalaskan dendam ayah. Burung phoenix ini wujud perlindungan Azazel dan Ayah untukmu. Kaburlah ke tempat paling jauh agar Lucifer tidak bisa menemukanmu. Kemudian, bangun kembali kerajaan ini untuk ayahmu.”
Kaliya tercengang. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Ia tidak menyangka jika kematian ayahnya tiba secepat ini.
“Lucifer berengsek!” umpat Kaliya. Api di tangannya bermunculan. Dia siap menghancurkan istana ini jika perlu.
Namun, emosinya langsung lenyap saat utusan burung phoenix itu mengeluarkan suara-suara penenang.
“Terima kasih,” bisik Kaliya. “Soal permata itu, apakah kamu tahu di mana Lucifer menyimpannya?”
Burung phoenix api itu mengangguk.
“Sungguh? Bukankah batu permata itu hanya bualan?”
Suara pekikan terdengar, seolah burung tersebut tidak setuju dengan pernyataan Kaliya tadi.
Di kalangan para iblis, rumor tentang permata Katastrof ini sudah menyebar. Ada yang percaya akan legenda itu, ada pula yang tidak. Kaliya sendiri masih ragu akan keabsahan berita tersebut. Namun, Elliot memercayainya.
“Bantu aku untuk mengambil batu itu,” ujarnya tiba-tiba. “Aku tahu bahwa kamu akan melindungiku apa pun yang terjadi.”
Burung phoenix memekik lagi. Dia merentangkan sayap apinya dengan senang. Lalu dia pindah ke lantai, dan mengubah ukuran tubuhnya menjadi lebih besar.
Kaliya naik ke punggung sang phoenix dan berpegangan pada bulu-bulu yang terbuat dari api. Sedetik kemudian mereka terbang, menembus pintu pertahanan Lucifer hingga menimbulkan ledakan.
Para pelayan di kediaman Lucifer langsung ricuh karena kejadian ini. Sayangnya, Kaliya tidak peduli. Dia tertawa puas saat melihat lidah api yang disemburkan kepada mereka oleh sang phoenix.
Mereka terbang mengitari ruangan, menembus atap untuk pergi ke menara yang lebih tinggi, dan sampailah mereka di hadapan piramida api dengan permata Katastrof di puncaknya.
“Ternyata, permata itu benar-benar ada,” bisik Kaliya lalu mendapat sahutan dari burung phoenix.
Perempuan iblis itu turun, lalu bergerak ke arah piramida. Dia merentangkan sayap hitam yang sudah lama ia sembunyikan. Kakinya perlahan melayang di udara. Dan dengan mudahnya, permata Katastrof itu kini berada dalam genggaman Kaliya.
“Jauhkan batu itu dari tanganmu, Kaliya.”
Kaliya tersentak saat mendengar suara Lucifer. Burung phoenix memekik garang, dia berpindah ke hadapan Kaliya untuk melindunginya.
“Kenapa, Lucifer? Apa kamu takut aku akan menghancurkanmu dengan batu ini?”
“Cih. Aku tidak terbiasa mendapat ancaman.” Pupil mata Lucifer semakin merah karena kemarahan. “Selagi aku masih berbaik hati, letakkan kembali batu itu dan aku akan mengampunimu.”
“Maafkan aku. Sayangnya, tidak akan pernah! Phoenix!” seru Kaliya cepat.
Phoenix api langsung menyambar Lucifer dengan api kehitaman, api yang hanya dimiliki oleh Azazel. Sementara Kaliya mengepakkan sayapnya sekuat tenaga untuk melarikan diri dari sana.
Berkat semburan api burung phoenix, bagian utara dinding menara berlubang. Kaliya melesat ke sana seraya melemparkan bola-bola api agar bisa melumpuhkan Lucifer.
Dia terbang semakin jauh. Permata Katastrof digenggamnya erat-erat. Kaliya belum tahu dia harus pergi ke mana. Jika ia kembali ke kerajaan Elliot, sudah pasti dia hanya akan menemukan reruntuhan.
Kaliya menoleh, dan mendapati serangan petir dari belakang. Dia berusaha menghindar sekuat tenaga. Ternyata, salah satu anak buah Lucifer sedang mengejarnya!
Berkali-kali dia menghindar dan melemparkan balasan. Namun, energi Kaliya lama-lama berkurang. Dia lengah. Dia tidak tahu petir itu menyambar dengan cepat. Yang Kaliya tahu, sayap sebelah kanannya sakit dan terbakar.
Kaliya jatuh. Sekuat apa pun dia berusaha, sayapnya seolah lumpuh. Dia terus melayang dengan kecepatan tinggi menembus lapisan langit dan awan. Saat tubuhnya menghempas lapisan atmosfer menuju bumi, permata Katastfor dalam genggamannya pecah.
Kaliya menjerit. Dia melihat pecahan batu itu menyebar ke mana-mana. Sebelum akhirnya, dia benar-benar jatuh menghantam benda keras yang sangat menyakitkan.
Samar-samar, iblis itu mendengar seorang pria berteriak.
Sebelum kesadaran Kaliya benar-benar menghilang, ia bisa melihat pria itu berlari ke arahnya.
Bersambung.
Orlando tersentak saat mendengar suara debuman benda jatuh. Pria itu mundur beberapa langkah menjauhi tepi gedung sembari berteriak. Air mata yang tadi mengalir pun langsung berhenti. Kala dia menemukan seorang wanita terkapar tak berdaya, Orlando langsung berlari menghampiri.“A...apa-apaan ini?” gumamnya tergagap. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu jatuh dari atas sana? Apa yang terjadi?!”“Hei, Nona! Bangunlah! Kamu tidak mati, kan?”Siapa yang tidak panik jika menemukan seseorang jatuh dari langit? Apalagi, atap gedung ini adalah tempat yang ingin Orlando jadikan sebagai kenangan terakhirnya sebelum bunuh diri.Namun, dia malah dikejutkan dengan pemandangan benda jatuh dari langit. Dan ternyata itu adalah seorang wanita!“Nona, apa kamu baik-baik saja? Kamu masih bisa bernapas?” Orlando memberanikan diri mengulurkan tangan saat melihat dada perempuan itu kembali naik turun.Beberapa luka
Manusia di hadapannya semakin tergagap. Melihat itu, Kaliya tersenyum kecil. Dia kembali menarik-narik tangannya dengan kuat agar bisa melepaskan diri.“Tidak! Berhenti bergerak atau aku akan membunuhmu!” seru Orlando dengan suara gemetar.“Manusia sepertimu berani membunuhku? Hahaha. Dari luar saja kamu sudah terlihat lemah!”“Aku tidak lemah! Aku menggendongmu dari gedung itu sampai ke sini. Lalu ... lalu aku juga memiliki stik golf pribadi! Aku tidak lemah!”“Menjijikkan. Berhentilah mengoceh seperti pecundang!” cibir Kaliya muak. “Cepat lepaskan aku atau nyawamu akan melayang malam ini!”Keras kepala, Orlando menggeleng cepat. Dia berlari ke ruangan lain, lalu kembali dengan sebuah stik golf di tangan.“Aku tidak bercanda saat aku bilang memilikinya,” ujarnya sembari bersiaga dengan posisi seperti orang yang akan memukul.“Cih. Baiklah, baiklah. Aku perc
Orlando dan petugas polisi di sana langsung berteriak. Mereka mendekati jendela dan melihat ke bawah. “Apa wanita itu sudah gila? Kenapa dia malah melompat?!” “Sudah aku bilang kan, kalau wanita itu aneh!” seru Orlando ketakutan. Mata mereka terus mencari ke jalanan di bawah sana. Namun, mereka tidak menemukan satu tubuh pun yang terkapar. “Apa-apaan ini? Kamu menyuruhnya bunuh diri di hadapan kami?” bentak petuga kepolisian sambil menatap Orlando dengan marah. “Ti-tidak! Tentu saja tidak, Sir! Harus saya katakan berapa kali lagi kalau perempuan itu aneh! Dia seorang monster!” “Sir, saya akan mencari ke bawah,” ujar petugas yang satunya. Setelah mendapat anggukan, dia segera berlari dari sana. Orlando kembali menatap ke bawah melalui jendela. Meski ini larut malam, lampu jalanan dan penerangan dari beberapa kedai masih terlihat bersinar. Hal itu membuat Orlando bisa mendapati pemandangan apa pun dengan jelas. Namun, tubuh wanit
“Apa yang kalian tunggu? Cepat lawan perempuan itu!” jerit salah satu dari mereka.Tanpa menunggu lama, mereka mulai menyerang Kaliya secara bersamaan. Meski seluruh tubuh Kaliya sakit, kekuatan iblis tentu saja lebih besar dari pada kekuatan manusia.Maka dari itu, Kaliya dengan mudah membanting mereka, menendang tubuh mereka hingga terpental, bahkan ia mampu membuat senjata besi yang mereka bawa menjadi hancur.“Aku tidak main-main soal mencabik jantung kalian, lho! Jangan berani macam-macam denganku!” seru Kaliya marah. Kilat kemerahan menyorot dari matanya.Seorang gadis yang tadi bergabung dengan mereka, kini malah memojokkan diri di antara jajaran tong sampah. Bau pendosa yang sudah busuk, kini semakin menyiksa usai berpadu dengan tumpukan limbah rumah tangga.“Kenapa kamu bersembunyi seperti itu?” gumam Kaliya lembut. Dia berjalan mendekat dengan langkah ringan. “Bukankah tadi kamu sangat ini menyera
“Lepaskan aku, Lucifer!” ucap Katarina terengah-engah.Penampilan perempuan itu sangat lusuh dan kacau. Lucifer bahkan hampir tidak mengenali Katarina jika bukan anak buahnya yang berkata.“Dari mana kalian menemukan wanita ini?” tanya Lucifer kepada bawahannya.“Dia sedang dalam perjalanan melarikan diri ke kerajaan iblis timur, Tuanku.”“Kerja bagus. Buatkan dia sangkar yang luas!”“Baik, Tuan!” Anak buah Lucifer menunduk hormat. Kemudian mereka mengalihkan perhatian kepada Katarina.Katarina didorong ke lantai hingga tersungkur. Beberapa pasukan iblis itu kemudian mengeluarkan tombak mereka masing-masing. Dari ujung tombak mereka mengalir cahaya merah legam yang berbentuk seperti sulur-sulur tipis, kemudian bergabung dan membentuk jeruji secara perlahan. Beberapa saat kemudian, sangkar luas telah menaungi tubuh Katarina dengan sempurna.“Apa yang kamu lakukan, Lucife
“TIDAK!” teriak Katarina saat cahaya api kemerahan yang begitu besar, menghempas ke arah dirinya.Seketika, semuanya berubah menjadi gelap. Rasa terbakar menyelimuti seluruh tubuh Katarina. Padahal dia sendiri tercipta dari api neraka. Namun, dia tetap bisa merasakan kesakitan saat api milik Lucifer menyerang tubuhnya.Katarina dibawa tenggelam begitu dalam. Tubuhnya dilahap dengan ganas. Meski dia menjerit sekuat mungkin, tak akan ada yang bisa menolong Katarina. Tidak siapa pun.Dari kejauhan, tawa Lucifer terdengar begitu congkak dan arogan. Katarina juga bisa merasakan pukulan dan sengatan hebat di seluruh tubuhnya. Lucifer tidak memberikan jeda kepada Katarina untuk bernapas. Dia diserang secara terus-menerus.“Inilah akibatnya jika kamu kurang ajar padaku, Katarina!” Gema suara Luciifer terdengar.Bibir Katarina terbuka untuk berteriak. Tetapi satu suara pun tidak keluar.“Teruslah seperti itu, Katarina! T
Otomatis Orlando langsung ketakutan saat mendengar perkataan wanita tersebut. Dia menundukkan kepala dengan mata yang terpejam erat. Seolah dengan cara seperti itu, sosok perempuan mengerikan itu akan segera menghilang dari pandangannya.“T-tolong tinggalkan aku sendiri! Pergilah dari sini!” rengak Orlando ketakutan.“Hahaha. Apa yang sedang kamu lakukan? Apa dengan menutup matamu, lantas aku akan pergi? Lucu sekali!”Kaliya menggebrak kaca mobil dengan kuat. Seketika retakan memenuhi benda transparan itu.Orlando memekik. Dia kembali berteriak seperti perempuan.“Tolong! Tolong selamatkan aku! Aku belum mau mati, tolong selamatkan aku!” jeritnya dengan mata berkaca-kaca.Kaliya tertawa bahagia saat melihat pemandangan itu. Siapa yang menyangka bahwa manusia bodoh yang telah menyelamatkan dirinya, kini akan berada di bawah jeratan kukunya sekarang juga?Sebuah tinju ringan Kaliya layangkan ke arah k
Pengejarannya terhadap Orlando juga bukan tanpa alasan. Kala mengetahui jika membunuh manusia bisa membuatnya semakin kuat, Kaliya segera mengikuti ke mana aroma Orlando pergi.Ya. Kaliya ingat bagaimana busuknya bau Orlando. Jika di dunia iblis, semakin busuk suatu kaum, maka semakin kuat dan dipuji-pujilah mereka. Maka dari itu, Kaliya sempat bingung. Apakah Orlando adalah bagian dari iblis juga? Namun, kenapa Orlando bentukannya sangat manuasiawi sekali?“Siapa sebenarnya dirimu?” bisik Kaliya kepada lelaki itu.“Kenapa aku tidak bisa melukai orang bodoh sepertimu?”“Tentu saja kamu tidak boleh!” balas Orlando gemetaran.Mata Kaliya memicing saat tiba-tiba setitik cahaya muncul dari ujung jalan. Suara sirine menggema di tengah kegelapan malam.“Suara apa itu?” tanyanya panik.“I-itu suara mobil polisi, bodoh! Kamu akan segera ditangkap karena telah membunuh orang lain!”