Share

7. Jangan Menyentuhku!

Orlando dan petugas polisi di sana langsung berteriak. Mereka mendekati jendela dan melihat ke bawah.

“Apa wanita itu sudah gila? Kenapa dia malah melompat?!”

“Sudah aku bilang kan, kalau wanita itu aneh!” seru Orlando ketakutan.

Mata mereka terus mencari ke jalanan di bawah sana. Namun, mereka tidak menemukan satu tubuh pun yang terkapar.

“Apa-apaan ini? Kamu menyuruhnya bunuh diri di hadapan kami?” bentak petuga kepolisian sambil menatap Orlando dengan marah.

“Ti-tidak! Tentu saja tidak, Sir! Harus saya katakan berapa kali lagi kalau perempuan itu aneh! Dia seorang monster!”

“Sir, saya akan mencari ke bawah,” ujar petugas yang satunya. Setelah mendapat anggukan, dia segera berlari dari sana.

Orlando kembali menatap ke bawah melalui jendela. Meski ini larut malam, lampu jalanan dan penerangan dari beberapa kedai masih terlihat bersinar. Hal itu membuat Orlando bisa mendapati pemandangan apa pun dengan jelas. Namun, tubuh wanita yang tadi menjatuhkan diri dari lantai lima ini tidak bisa ia temukan.

“Saya tidak tahu apa yang terjadi antara Anda dan wanita itu. Yang saya tahu, sepertinya saya harus menangkap Anda, Tuan Orlando.”

Orlando terkejut dan langsung berbalik. Petugas polisi dengan perut buncit itu sedang memainkan borgolnya.

“S-sir, apa yang Anda bicarakan? Anda harus menangkap perempuan tadi!”

“Tuan Orlando, Anda ditangkap atas tuduhan penggelapan dana perusahaan dan perusakan properti. Anda berhak diam dan berhak menyewa pengacara.” Petugas polisi itu mencekal tangan Orlando kemudian memasang borgol.

Orlando hanya bisa membisu seperti orang bodoh. Dia lupa bahwa dia sendiri adalah buronan. Padahal Orlando sudah berusaha keras menyembunyikan diri. Nyatanya, ia malah menggali kuburan pribadi secara perlahan.

Tanpa bicara apa pun lagi, Orlando berjalan mengikuti intruksi dari petugas polisi tersebut. Wajahnya begitu pucat, persis seperti orang yang baru saja dikejutkan oleh kebodohan. Ketika dia dimasukkan ke dalam mobil patroli, kepala Orlando tiba-tiba saja memikirkan perempuan tadi.

“Seharusnya aku memanfaatkan monster itu saja,” pikirnya penuh penyesalan.

****

Deru napas Kaliya seolah berkobar. Setelah melompat dari jendela tadi, pergelangan kakinya sempat terkilir. Rasa sakit di tubuhnya juga semakin bertambah. Belum lagi, saat Kaliya bangkit untuk melarikan diri, dia malah menabrak sebuah benda melaju di persimpangan jalan.

“Menyebalkan. Aku melompat karena aku mengira sayapku akan muncul,” gumamnya sambil melangkah tertatih.

Beberapa manusia menatap Kaliya dengan sorot yang memuakkan. Refleks, Kaliya membalas tatapan mereka dengan sorot yang tak kalah tajam. Berani-beraninya manusia rendahan seperti mereka menatap Kaliya seperti itu?

“Hei, Nona. Bajumu manis sekali!”

“Benar, hahaha. Apakah itu kaos dalaman milik pria?”

“Ya ampun. Biar aku antarkan kamu ke rumah, Nona!”

“Hei, jangan mengganggunya seperti itu!”

Ocehan terus bergulir saat Kaliya melewati sebuah jalanan sempit dengan cahaya yang minim. Bau busuk dari para pendosa, hidung Kaliya sangat bisa menciumnya.

“Nona, apa kamu sendirian? Mau tidur denganku malam ini?”

“Hahaha, kamu ingin menidurinya? Ew, menjijikkan!”

“Hei, ayolah jangan jual mahal seperti itu. Aku bisa memuaskanmu jika—”

“Jangan berani menyentuhku!” bentak Kaliya tajam sambil mendorong pria yang barusan menyentuh lengannya.

“Hei, calm down!”

“Waw, lihat siapa yang bertingkah di sini?”

“Cuih. Aku tahu bahwa wajahmu cantik! Tapi apa kelakuanmu harus seperti ini?”

Satu manusia saja sudah membuatnya kesal. Apalagi sekarang. Di hadapan kaliya terdapat empat laki-laki muda, dan satu perempuan. Gaya mereka aneh dan norak. Rambut mereka ditata dengan cara yang sama sekali tidak menyenangkan untuk dilihat.

“Jangan memandangku seperti itu!” ujar salah satu pemuda. Dia mendekati Kaliya, kemudian menepuk pipi wanita itu beberapa kali.

Teman-teman yang ada di belakangnya tertawa puas. Sesekali mereka menyahut dan menyerukan kata-kata tak pantas.

“Kenapa diam, hah? Apa aku sudah bisa menyentuhmu sekarang?”

Tanpa permisi, pemuda tadi menaruh telapak tangannya di dada Kaliya. Sepasang mata Kaliya membulat spontan. Dia mencengkeram pergelangan tangan pemuda itu, lalu meremasnya dengan kuat.

Pemuda itu memekik kesakitan dan merengek seperti anak kecil.

“Sudah kubilang, jangan menyentuhku!” desis Kaliya tajam, lalu mendorong pemuda itu hingga menghantam dinding.

Kaliya beralih menatap pemuda lain yang menjerit ketakutan. Pemuda yang sebelumnya ia dorong hingga menghantam dinding sudah tak sadarkan diri. Tentu saja hal itu membuat manusia lain yang berada di sana berusaha untuk melawan. Namun, Kaliya tidak akan membiarkan mereka berani menyentuhnya.

“Maju satu langkah lagi, dan aku akan mencabik jantung kalian!”

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status