Kaliya hanya bisa mengernyitkan dahi ketika melihat kepergian manusia itu. Entah kenapa, nada bicara Orlando sangat tak enak didengar oleh gendang telinganya.“Apa-apaan itu tadi? Kenapa ekspresi Orlando juga berubah seperti itu?”Meski sempat bingung dengan reaksi dari manusia tersebut, Kaliya memilih untuk tidak mengkhawatirkannya.Kondisi perut dan suasana hatinya sudah berubah-ubah. Dan perempuan iblis itu tidak mau menambah pikirannya karena Orlando.Di sisi lain, Orlando berjalan masuk ke dalam hutan. Pria itu kemudian membuang napas kasar beberapa kali. Rasa kecewa tampak jelas di matanya.“Kalau kamu membenci Lucifer, lantas kenapa kamu membiarkan iblis itu menjamah dirimu, Kaliya?” gumam Orlando.Orlando menatap rimbun pepohonan di depannya. Saat menemukan sebuah pohon dengan batang yang besar, entah kenapa ia ingin sekali menghampiri pohon tersebut dan melayangkan tinjunya di sana.Namun, Orlando bukanlah lelaki seperti itu. Dia hanyalah manusia lemah yang bahkan orang-orang
“Jangan bercanda, Ayah. Sampai kapan pun aku tidak akan sudi menikah dengannya!” “Jaga bicaramu, Kaliya! Ini demi kebaikan kerajaan kita. Ayah mohon, mengertilah!” “Tidak!” sergah Kaliya geram. “Aku sudah hidup se
“Aku akan membujuknya lagi, Ayah.” Katarina bertekad. “Akan aku pastikan Kaliya menerima pernikahan ini.” “Terima kasih, Katarina.” Elliot menatap putrinya dengan hangat. “Hanya kamu yang selalu mengerti keadaanku.” Katarina tersenyum. Dia sangat bahagia jika Elliot memujinya seperti ini. Selama beratus-ratus tahun, Katarina selalu dirundung gelisah karena kekuatannya tidak sehebat sang adik. Makanya, Katarina memutuskan untuk menikah dengan salah satu iblis terkuat di kerajaan mereka. Sayangnya, kenyataan selalu tak sesuai dengan harapan. Kekuatan Katarina tidak bertambah. Energi api yang dia miliki tidak bisa digunakan untuk menembus dunia manusia. Makanya ia berakhir menjadi putri pengangguran yang hanya bisa berjalan-jalan di sekitar istana. Rasa iri sempat menguasainya dahulu. Ketika dia tahu bahwa Kaliya punya kekuatan seribu kali lebih hebat, Katarina murka dan hampir membakar separuh istana. Dia kira, kemarahannya adalah sebuah perwujudan dari
Lucifer langsung tertawa lepas. Dia senang bukan main. Dalam sejarah hidupnya sebagai iblis, perang saudara adalah hal yang tak pernah membosankan. “Hahaha. Fantastis! Dirimu fantastis, Katarina!” Katarina membungkuk anggun. “Terima kasih, Tuan Lucifer. Aku senang bisa sedikit membantu.” “Apa-apaan ini, Katarina? Lepaskan aku sekarang!” bentak Kaliya tak terima. Namun, Katarina tidak menggubrisnya sama sekali. Dia hanya menatap Elliot yang sepertinya masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. “Kalau begitu, aku akan mengumumkan ke seluruh penghuni istana untuk mempersiapkan pernikahan,” ujarnya tenang. Elliot mengangguk usai kepergian putrinya. “Aku juga akan memanggil bangsaku, Elliot. Aku tidak menyangka jika pernikahan paksa ini akan sangat menarik!” Lucifer menepuk bahu Elliot beberapa kali. “Ah, sial. Aku harus mengganti jas ini dengan yang baru.” Tak selang beberapa detik, Lucifer langsung menghilang dari h
“Kamu bercanda?” cibir Kaliya. “Kita baru menikah beberapa menit yang lalu dan kamu ingin membawaku ke istana jelekmu? Hahaha. Bermimpi saja, Lucifer! Aku tidak akan pernah meninggalkan kerajaan ini!” “Utututu. Mengapa kamu begitu rumit, Kaliya?” Lucifer berjalan mengelilingi tubuh istrinya perlahan. “Biar kuberi saran. Berpikirlah sederhana, maka kamu akan mengerti apa tujuanku meminang dirimu.” Kaliya berdecak. “Sudah sangat jelas, bukan? Kamu hanya ingin menguasai semua keturunan Azazel? Aku tahu rencana busukmu, Lucifer!” “Tidak, tidak. Apa pun yang ada di dalam kepalamu tentang diriku, semuanya salah. Aku hanya ingin menyatukan dua kerajaan untuk menambah kekuatan.” “Selain itu...,” Lucifer kembali mendekat. Dia meletakkan telapak tangannya di bahu Kaliya dan berbisik, “aku sangat tertarik padamu, Kaliya. Aku tidak sabar untuk membuat keturunan-keturunan iblis bersamamu. Aku yakin, anak-anak kita akan sangat hebat.” Meski dia seorang ibli
Orlando tersentak saat mendengar suara debuman benda jatuh. Pria itu mundur beberapa langkah menjauhi tepi gedung sembari berteriak. Air mata yang tadi mengalir pun langsung berhenti. Kala dia menemukan seorang wanita terkapar tak berdaya, Orlando langsung berlari menghampiri.“A...apa-apaan ini?” gumamnya tergagap. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu jatuh dari atas sana? Apa yang terjadi?!”“Hei, Nona! Bangunlah! Kamu tidak mati, kan?”Siapa yang tidak panik jika menemukan seseorang jatuh dari langit? Apalagi, atap gedung ini adalah tempat yang ingin Orlando jadikan sebagai kenangan terakhirnya sebelum bunuh diri.Namun, dia malah dikejutkan dengan pemandangan benda jatuh dari langit. Dan ternyata itu adalah seorang wanita!“Nona, apa kamu baik-baik saja? Kamu masih bisa bernapas?” Orlando memberanikan diri mengulurkan tangan saat melihat dada perempuan itu kembali naik turun.Beberapa luka
Manusia di hadapannya semakin tergagap. Melihat itu, Kaliya tersenyum kecil. Dia kembali menarik-narik tangannya dengan kuat agar bisa melepaskan diri.“Tidak! Berhenti bergerak atau aku akan membunuhmu!” seru Orlando dengan suara gemetar.“Manusia sepertimu berani membunuhku? Hahaha. Dari luar saja kamu sudah terlihat lemah!”“Aku tidak lemah! Aku menggendongmu dari gedung itu sampai ke sini. Lalu ... lalu aku juga memiliki stik golf pribadi! Aku tidak lemah!”“Menjijikkan. Berhentilah mengoceh seperti pecundang!” cibir Kaliya muak. “Cepat lepaskan aku atau nyawamu akan melayang malam ini!”Keras kepala, Orlando menggeleng cepat. Dia berlari ke ruangan lain, lalu kembali dengan sebuah stik golf di tangan.“Aku tidak bercanda saat aku bilang memilikinya,” ujarnya sembari bersiaga dengan posisi seperti orang yang akan memukul.“Cih. Baiklah, baiklah. Aku perc
Orlando dan petugas polisi di sana langsung berteriak. Mereka mendekati jendela dan melihat ke bawah. “Apa wanita itu sudah gila? Kenapa dia malah melompat?!” “Sudah aku bilang kan, kalau wanita itu aneh!” seru Orlando ketakutan. Mata mereka terus mencari ke jalanan di bawah sana. Namun, mereka tidak menemukan satu tubuh pun yang terkapar. “Apa-apaan ini? Kamu menyuruhnya bunuh diri di hadapan kami?” bentak petuga kepolisian sambil menatap Orlando dengan marah. “Ti-tidak! Tentu saja tidak, Sir! Harus saya katakan berapa kali lagi kalau perempuan itu aneh! Dia seorang monster!” “Sir, saya akan mencari ke bawah,” ujar petugas yang satunya. Setelah mendapat anggukan, dia segera berlari dari sana. Orlando kembali menatap ke bawah melalui jendela. Meski ini larut malam, lampu jalanan dan penerangan dari beberapa kedai masih terlihat bersinar. Hal itu membuat Orlando bisa mendapati pemandangan apa pun dengan jelas. Namun, tubuh wanit