Share

Surat Kesepakatan

Setelah kepergian para orang tua, kini tinggallah Pram dan Rachel dalam ruangan selebar itu. Rachel bingung akan melakukan apa karena barang-barangnya sudah ditata oleh mamanya.

"Kita bicara sebentar bisa?"

Pram yang berjalan di belakangnya berbicara, membuat Rachel berbalik menoleh ke arahnya.

"Tentang?"

"Kesepakatan."

Rachel pun mengangguk. Iya, harus ada kesepakatan di antara mereka, agar dosen itu tak semena-mena. Ya ... meskipun yang berpotensi untuk semena-mena adalah dirinya sendiri.

Pram menuju sofa yang tadi diramaikan oleh keluarganya.

Setelah Rachel duduk, Pram mengeluarkan dua lembar kertas HVS lengkap dengan bolpoin yang dia ambil dari bawah meja.

"Tulis hal-hal yang kamu ingin sepakati dengan saya. Saya juga akan menuliskannya."

Rachel mengangguk tanpa bertanya lagi, dia pun segera menulis semua hal yang ada di kepalanya. Begitu pun dengan Pram.

Setelah sepuluh menit saling menulis,  akhirnya mereka bertukar lembar.

"Ladies first," ujar Pram mempersilakan Rachel untuk membaca tulisannya.

1. Pihak kedua wajib menuruti semua perkataan pihak pertama.

Rachel mengernyit ketika membaca tulisan pertama.

"Pihak pertama saya?"

Pram menggeleng. "Tentu saya."

Rachel menggeleng. "Saya enggak satuju."

Pram melipat tangannya ke depan dada. Tak hanya itu, dia menumpukan satu kakinya ke atas kai satunya.

"Why? Kamu enggak lupa tujuan kamu berada di apartemen saya bukan?"

"Tapi kalo Bapak minta yang macem-macem gimana?"

Pram tersenyum miring, senyum yang beda seperti biasa pria itu pamerkan. Sepertinya Rachel sedang berhadapan dengan iblis berwajah tampan.

"Emangnya saya mau minta apa dari kamu? Uang saya banyak loh."

"Ya, sapa tahu Bapak tergiur sama tubuh saya," gerutu Rachel yang membuat Pram terkekeh penuh ejek.

"Saya? Memang kamu sebagus apa? Sudah sebagus Kendall Jenner belum? Jangan ke-ge-er-an, ya. Saya nggak nafsu sama bocil."

Wah, pria itu merendahkan Rachel.

"Enggak nafsu, tapi pas di lift, tuh, junior bangun."

Pram tak terlihat terkejut. Pria itu masih terlihat seperti biasanya, pembawaan yang tenang.

"Itu accident. I'm sorry for that. Tapi bukan berarti saya nafsu karena kamu."

Rachel mengedikkan bahunya. "Saya sumpahin Bapak tergila-gila sama saya, mampus."

Pram gantian yang mengedikkan bahunya. "Saya berharap kamu tidak tergila-gila dengan saya."

"Pede benner," celetuk Rachel sebelum kembali membaca kesepakatan dari Pram.

2. Wajib mengikuti semua peraturan di apartemen pihak pertama.

A. Wajib bersih-bersih, memasak dan segala pekerjaan rumah.

B. Wajib bangun pagi dan olahraga.

"Maksudnya gimana ini, Pak?" tanya Rachel dengan menunjukkan poin kedua.

"Mama kamu berpesan agar kamu mencontoh hidup saya. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Setiap pagi, saya akan pergi nge-gym atau jika hari libur saya akan lari pagi. Setelahnya saya akan memasak dan bersih-bersih. Setelahnya baru kamu bebas melakukan apa pun."

"Olahraha masih oke. Tapi ... bersih-bersih? Memasak? Saya enggak bisa. Pake jasa cleanning service ajalah, Pak."

"Kalo begitu, gunanya kamu ada di apartemen saya apa kalo sikap kamu sama aja kayak di apartemen sebelumnya. Kamu kira saya nggak mampu bayar jasa itu?"

"Tapi saya memang enggak bisa."

"Saya ajari."

"Gosong makanannya, mampus," gerutu Rachel sembari lanjut membaca tulisan Pram.

3. Dilarang membawa orang lain ke apartemen pihak pertama.

Rachel menyanggupi itu.

4. Dilarang menyebarkan perihal kesepakatan ini kepada siapa pun dan sampai kapan pun meski masa tinggal pihak kedua sudah selesai.

5. Dilarang menyukai pihak pertama

6. Dilarang mencampuri urusan pihak pertama, tapi pihak pertama wajib mencampuri urusan pihak kedua jika dirasa menyimpang.

Rachel menyetujui itu semua, dia pun menandatangani surat itu. Sebenarnya dia ingin protes masalah peraturan yang keenam, tetapi Rachel tahu bahwa dia yanh akan kalah. Jadi dia diam saja.

Kini gantian Pram yang membaca surat kesepakatan dari Rachel.

1. Dilarang skin-ship.

2. Dilarang semena-mena.

3. Dilarang mengatur hidup saya.

Pram mencoret peraturan nomor tiga, membuat Rachel protes.

"Saya berhak ngatur kamu, karena itu tujuan orang tua kamu menitipkan kamu di sini selama sebulan."

Rachel ingin kembali mendebat Pram, tetapi pria itu mengulurkan tangannya isyarat agar Rachel tak lagi berbicara.

4. Dilarang membawa orang lain selama saya di sini.

Pram kembali mencoret itu.

"Ini apartemen saya. Terserah saya."

5. Dilarang menaruh perasaan pada saya.

Pram memutar bola matanya ketika membaca itu. Dalam hatinya, siapa juga yang akan suka pada bocah seperti Rachel.

6. Semua hal ini hanya rahasia berdua.

Pram pun langsung menandatangani itu. Dia menyutujui semuanya.

Dia mengulurkan tangannya sebagai bentuk kerja sama dengan wanita muda itu.

"Senang bekerja sama dengan Anda," ujar Rachel yang tak ditanggapi oleh Pram. Pria itu hanya menyalaminya.

Melihat tanda-tanda percakapan yang telah usai, Rachel pun bangkit untuk menuju kamarnya. Namu sebelum itu, Pram memanggilnya.

"Ini uang saku kamu untuk besok."

Pram mengulurkan tiga lembar seratus ribuan pada Rachel, membuat wanita itu mengerutkan keningnya.

"Maksudnya? Bapak kira saya enggak punya uang?"

Pram menunjukkan dua kartu tempat uang wanita itu bertumpuk. "Mama kamu meminta saya menjatah uang harian kamu."

Rachel melotot, dia pun segera berlari ke kamarnya dan melihat dompetnya. Dua kartunya tak ada di sana. Sumber di mana dia bisa foya-foya.

Dengan amarah yang di ubun-ubun, Rachel berjalan keluar dengan menghentak-hentakkan kakinya.

"Mana kartu ATM saya?" tanya Rachel sembari mengulurkan tangannya.

Pram menggeleng. "Uang kamu, saya yang pegang. Kalau kamu berlaku baik dan nurut dengan perkataan saya, maka uang kamu akan naik seiring itu."

"Tapi enggak tiga ratus juga, Pak. Mana cukup untuk sekali makan ini."

Pram menggeleng lagi. "Kamu sarapan di sini. Siangnya kamu bisa makan seharga seratus ribu. Lalu sisanya kamu pakai untuk ojek online pulang pergi. Malamnya makan di apartemen lagi."

Rachel menatap Pram dengan tak percaya. "Bapak kira ini generasinya Bapak? Sekarang udah beda zaman, Pak. Segitu mana cukup?"

Pram tak mahu tahu.

"Saya sehari tiga kali makan itu biasanya tiga juta Pak! Kalo tiga ratus ribu mana cukup!"

"Nah, itu yang perlu kamu perbaiki. Sifat boros kamu itu."

Rachel menggeleng dengan teguh. "Bapak bukan siapa-siapa saya. Jangan ikut campur masalah keuangan saya," ujar Rachel sembari terus mengulurkan tangannya.

Pram masih menggeleng.

"Pak!"

"Mau turun ke dua ratus lima puluh?"

"Maksudnya?"

Pram mengangkat bahunya acuh.

"Pokoknya kembaliin ATM saya!"

"Dua ratus ribu."

Rachel menyadari bahwa yang diucapkan Pram adalah potongan untuk sangunya.

"Semakin kamu mendebat saya, semakin saya potong uang saku kamu."

"Ih kok gitu?!"

"Seratuh lima puluh ribu."

Rachel menghentakkan kakinya lalu berbalik ke arah kamarnya.

"TAU AH!"

BRAKK

Pintu pun menjadi sasaran kekesalan dari Rachel.

Pram yang melihat itu hanya tersenyum tipis.

"Anak kecil, anak kecil," ujarnya disertai gelengan kecil dan kekehan darinya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status