Share

Big Bos

Di depan bangunan yang dirancang mirip seperti sebuah gua, Yusuf bersama adik dan sekretarisnya berdiri memandang aneh bangunan itu. Vino, adik dari Yusuf bahkan ragu jika harus masuk ke dalam.

“Aku tidak mau masuk ke dalam gua aneh ini Bang. Aku yakin di dalam banyak jebakan.”

“Tapi tidak mungkin Big Bos menyuruh kita menemuinya secara langsung jika tidak ada hal penting.”

Dari segi eksterior bangunan itu terlihat seperti gua yang dibuat senatural mungkin. Banyak tumbuhan hijau yang disematkankan pada setiap sisinya. Pintu berkunsen dan dipinggir-pinggirnya terdapat tembok bata yang dicat menyerupai warna gua seolah-olah membuat bangunan itu tampak seperti bunker yang telah lama diabaikan penghuninya.

Lidiya lebih dulu berjalan ke arah pintu mengendap-endap. Matanya tetap siaga mengawasi sekitar. Setelah itu diikuti oleh Vino yang juga sudah siap melindungi Lidiya. Di tangan kirinya sudah ada pistol yang sudah terkokang dan siap dihentakkan.

“Berhenti!”

Vino menoleh dan memandang Yusuf dengan heran. Lanjut tangan kirinya menarik baju Lidiya, menghentikan langkah wanita yang ada di depannya itu.

“Ada apa Bang? Tadi katanya sudah yakin dengan Big Bos?”

“Ada yang aneh di sini.” Yusuf mengeryitkan dahi dan mengedarkan matanya ke segala arah.

“Jika Big Bos ada di dalam seharusnya di depan bangunan ini berjejer para pengawal.” Diambilnya pistol yang terselip di saku celana. Yusuf merasa ada yang janggal dan mulai curiga dengan bangunan tempat perjanjiannya. Mungkinkah ini jebakan?

“Mundur kalian!” Yusuf memerintah. “Aku yang akan masuk lebih dulu.”

Lidiya dan Vino menurut. Yusuf berjalan paling depan. Mereka tampak ingin menggrebek bangunan mirip bunker itu.

Yusuf  adalah orang pertama yang syok ketika pintu dibuka. Ternyata telah berderet ke belakang sekelompok laki-laki sangar dengan jaket warna hitam. Di tangan mereka juga tergenggam sebuah pistol.

Yusuf langsung mengambil langkah mundur. Pistol di tangannya yang awalnya belum dikokang seketika langsung dikokang dan siap ditembakkan ke depan. Sedang, Vino sigap menelisik ke belakang, takut-takut jika ada musuh yang menyerangnya dari arah belakang.  

Bravo! Bravo! Yusuf.”

Para laki-laki sangar yang berjejer kompak menyingkir ke tepi. Big Bos berjalan di tengah-tengah para pengawal. Suara lantangnya pun terdengar khas.

Big Bos, dia laki-laki yang wajahnya dipenuhi oleh tato. Bertubuh besar menggunakan jas hitam, dan perutnya yang menyembul ke depan itu berjalan didampingi para wanita-wanitanya.

Iya, tidak hanya satu. Big bos memliki empat istri sekaligus. Setiap ada pertemuan rahasia, ia selalu membawa keempat istrinya tersebut secara bersamaan.

“Hai tenang man. Kenapa kalian nampak ketakutan?” Big Bos berdeham sebentar. “Ayo masuk saja. Tenang, aku hanya butuh sepuluh menit untuk bicara empat mata dengan kalian.”

Yusuf, Lidiya, dan Vino nampak ketakutan. 

Big Bos adalah orang paling berjasa dibalik berdirinya bisnis ilegal Jasa Kick. Bisnis besarnya yang sudah punya koneksi luas dan menghasilkan banyak uang itu rela ia berikan kepada Yusuf. Baginya Yusuf adalah salah satu orang yang paling ia percaya.

“Lama sekali kita tidak bertemu Suf. Meskipun begitu, aku tetap memantaumu. Kamu juga sudah berhasil menjalankan bisnis Jasa Kick dengan baik. Tapi sebagai orang kepercayaanku, aku punya perintah,” ucap Big Bos sambil memainkan pistol di tangannya. Ia berjalan santai, namun tidak dengan ketiga tamunya.

Lidia, Vino, dan Yusuf saling mengedarkan tatapan waspada.

“Apa itu Big Bos?” Yusuf bertanya lalu duduk tegap di kursi setelah dipersilahkan. Kedua kakinya pun dirapatkan. “Saya siap menjalankan perintah.”

Big Bos menghela napas panjang. Lalu tersenyum tipis. “Usiamu sudah matang, Yusuf.  Carilah pendamping hidup. Kamu harus mengikuti jejakku!”

Mendengar perintah tersebut seketika Yusuf meneguh ludah. Pahit. “Punya empat istri?”

Vino dan Lidia kompak tersenyum geli. Mereka berdua menutupi senyumannya dengan membungkap mulut. Tetapi dengan cepat Big Bos langsung mengarahkan pistol yang sedari tadi ia mainkan tepat di depan Vino dengan pandangan matanya yang masih ke  arah Yusuf.

Vino dan Lidiya serempak terbelalak. Tak kalah kagetnya. Bahkan Vino langsung mengangkat tangan dan kepalanya hanya bisa tertunduk menyesal. Lidiya yang disamping Yusuf juga ikut mengangkat tangan, giginya bergetar ketakutan.

Iya, Big Bos sesuai dengan namanya, dialah BOS BESAR. Dia adalah bos mafia yang sangat kejam dan gila. Bahkan dia bisa membunuh orang dalam hitungan detik dan tidak ada belas kasihan sama sekali. Oleh karenanya tidak ada mafia mana pun yang berani berurusan dengannya. Dalam artian dia adalah penguasa tunggal semua bisnis mafia di ibu kota.

“Tidak harus empat. Kau tahu tidak apa yang paling menentukan kesuksesan seorang laki-laki?” Sambil melipat kedua tangan dan mengetuk-ngetuk gagang pistol ke lengannya Big Bos melempar pertanyaan.

Yusuf menggeleng pelan.“Uang? Kekuasaan?” Yusuf pun mencoba menebak. Namun tebakannya terdengar tidak menyakinkan.

“Wanita!” Big Bos berseru.

“Laki-laki itu bisa hancur karena seorang wanita dan bisa sukses juga karena wanita. Semboyan laki-laki; Harta, Tahta, Wanita.”

“Aku tidak ingin kamu salah pilih. Aku akan menyeleksi calon istrimu. Sampai sini kamu paham maksudku?”

Yusuf hanya manggut-manggut. Ia pun tak menyangka pertemuan rahasianya dengan Big Bos kali ini hanya untuk memintanya mencari seorang istri.

“Aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku!" Big Bos kembali berujar tegas.

"Berkencanlah! Jatuh cintalah, menikahlah, dan punyailah seorang keturunan! Waktumu hanya sampai akhir bulan ini. Temukan wanita itu! Mengerti?!"

Yusuf mengangguk, pertanda ia menyanggupi perintah Big Bos.

“Dan satu lagi, ini bukan permintaan ini adalah perintah. Jika di akhir bulan kamu tidak juga punya kekasih, ingat Yusuf, aku akan menarik bisnis Jasa Kick darimu!”

Big Bos mengancam begitu tegas. Setelahnya lelaki bertubuh besar yang 20 tahun lalu mengangkat Yusuf sebagai anak itu melenggang pergi. Bersama istri-istri serta para pengawal, meninggalkan bunker.

Kini difikiran Yusuf menemukan seorang wanita yang mau menjadi istri dan yang akan memberikan anak adalah perkara mudah. Ia sangat percaya diri dengan perintah itu. Lagi pula ia laki-laki tampan dan mapan. Selama ini sudah banyak wanita yang terang-terangan mendambanya.

Hanya wanita tidak waras yang mampu menolak pesona Yusuf. Tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut, sayangnya hal itu sama sekali tak membantu.

Tenggat waktu hampir tiba, berganti-ganti wanita telah datang menemui Yusuf dan memintanya untuk berkencan. Namun, pengusaha kaya raya itu sungguh ia tidak berperasaan. Mungkin hatinya telah mengeras hingga sulit disusupi getaran-getaran cinta.

“Tenang Bang. Big Bos bilang tidak harus menikah kan? Sambil menemukan wanita yang tepat bilang saja Lidiya ini kekasih Bang Yusuf.”

“Kalau berbicara itu pakai otak!” Seketika Yusuf menyergah sambil menunjuk-nunjuk dahi Vino.

 “Lagi pula Lidiya pasti mau kok.” Vino menampik jari telunjuk abangnya dan membela diri.

“Jelas-jelas Bang Yusuf ini tidak pernah punya hubungan yang serius dengan wanita. Bang Yusuf apa pernah pacaran? Hah?”

Mendapat pertanyaan begitu, Yusuf hanya bisa menggelengkan kepala.

“Dari kesekian wanita yang pernah datang ke sini, coba sebutkan Bang, wanita mana yang pernah mencuri hati Bang Yusuf? Tidak ada kan?” Vino terus mencecar.

Lagi-lagi Yusuf hanya bisa menggelengkan kepala, pasrah dan bingung. Berbeda dengan Vino, selama ini ia tidak pernah tertarik dengan urusan percintaan. Ia sangat payah membuka hati untuk wanita.

“Aku sudah menduga.Bang Yusuf punya kelainan.”

Vino semakin menyudutkan. Hingga pernyataan  mengejutkan tiba-tiba keluar dari mulut Lidiya. Dan membuat lelaki cerewet itu bungkam sesaat

“Maaf Vino. Saya pun tidak bisa dibawa bertemu Big Bos.”

Pandang mereka teralih membulat sempurna ke arah Lidiya. Vino beringsut mendekat untuk bertanya pada lidiya, “Kenapa?”

“Kenapa tidak mau? Bukankah kamu selalu menuruti perintah abangku?”

“Karena Big Bos tahu saya tidak bisa memberikan keturunan.”

Mendengar pengakuan Lidya, Yusuf dan Vino seketika saling berpandangan. Sedang Lidya mengunci mulut. Kepala wanita cantik itu menunduk ke bawah.

Baru setelah bulir hangat menjejak di kedua matanya ia pun mulai berucap, “Kodratku sebagai wanita telah hilang sejak operasi pengangkatan rahim.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status