Share

Kedatangan Wina

Bagai palu besar kembali menghantam hati ini. Sakit sekali. Setelah tadi sedikit lega jika mereka masih diambang batas dalam berselingkuh namun kembali harus aku telan pahitnya empedu untuk kedua kalinya.

Haruskan aku muntahkan? Aku memang tak akan mentolerir Mas Wisnu untuk perselingkuhan ini, kukira ini hanya ujian hidupku berumah tangga. Kata orang tua, setiap rumah tangga akan diuji, baik itu orang ketiga, ataupun masalah finansial, aku sadar itu.

Namun nyata sepertinya ini bukan ujian rumah tangga, diselisik dari realita, Mas Wisnu mungkin memang sengaja melakukan perselingkuhan ini. Serendah itu kah dia memandang sebuah pernikahan? Menodai janji suci yang ia ucapkan sendiri. Miris!

"Mama ...." Aira mendekat, aku tersentak dari lamunanku yang melayang jauh, merutuki manusia-manusia tak berperasaan.

"Aira, ada apa, Sayang? Apa kamu sudah sembuh?" tanyaku sambil langsung mencium pipi gembilnya.

"Udah, Mah. Papa kapan pulang, Mah? Aira kepengen main sama Papa, sudah lama Aira ngga pernah main sama papa!" aku tersentak kaget, selama ini aku baru menyadari jika Mas Wisnu sering pulang larut malam. Kupikir dia memang sibuk mencari costumer hingga kadang meminta izin untuk meninjau rumah makan yang ada dibeberapa kota. Apa waktu itu ia gunakan untuk berselingkuh?

Ya Allah ... Kenapa aku baru sadar, apa aku terlalu percaya pada suamiku itu. Bukankah sebuah hubungan akan makin kuat jika saling percaya? Kuanggap tiang kokoh sebuah keluarga adalah kepercayaan. Namun sepertinya tak cukup jika kepercayaan saja, mungkin tiang yang hanya memiliki satu tak akan sekokoh jika ada satu pasang. Kesetiaan! Ya selain kepercayaan dari pasangan juga harus ada kesetiaan sebagai pasangannya.

"Mah!"

"Eh ... Iya, Aira. Sabar ya, papa sedang sibuk. Nanti kalau sudah tak sibuk pasti main bareng Aira lagi." Aku berusaha menenangkan Aira, walau hati ini bergemuruh penuh keraguan, apakah Aira akan bisa bermain kembali dengan Mas Wisnu setelah kita berpisah.

"Aira cuma takut, Mah. Aira takut Papa seperti Papa Qila!"

"Memang kenapa Papa Qila?" tanyaku penasaran.

"Papa Qila jarang pulang kerumah ternyata Papanya punya istri baru." 

Deg!

Ucapan bocah enam tahun itu mampu menamparku, menampar hatiku yang sedang pilu, bagaimana dia ... Ah! Sayang, kamu belum mengerti tentang ini.

"Kata siapa Aira tahu?"

"Qila yang cerita disekolah, Mah. Katanya Mama Qila sering nangis dikamar setelah Papah Qila pergi dan Qila bilang awal-awalnya dia seperti Papah, jarang pulang, jarang main sama Qila."

Bagai teriris sembilu, apa yang sedang diucapkan Aira itu sangat kembali membuat aku pusing, di sisi lain aku muak dengan Mas Wisnu tapi melihat Aira? 

Kamu tenang saja Aira, Mama wanita kuat, tak akan menangis ketika Papa pergi meninggalkan kita, suatu saat kamu akan mengerti dan tahu alasan Mama memilih berpisah.

"Non, ada tamu!" kata Bik Uni menghampiriku.

"Siapa, Bik?"

"Ngga tahu, Non. Perempuan cantik."

Aku segera menurunkan Aira dari pangkuan, beranjak berdiri setelah meminta Aira untuk kembali kekamar dan belajar.

"Wina!" pekiku kaget melihat dia yang sudah duduk diruang tamu, matanya sembab.

"Ibu ... Maafin aku, Bu. Sumpah bukan aku yang memulai semua ini. Semua Pak Wisnu yang selalu merayuku dengan membelikan beberapa barang mewah. Tolong, Bu. Maafin saya!" ibanya dengan tangis tersedu.

Aku menghembuskan nafas berat, "tak akan ada tamu masuk kerumah orang tanpa izin sipemilik, jadi tak usah kamu merasa jadi korban. Aku sangat hafal wanita macam kamu!" cetusku.

"Sungguh, Bu! Sungguh ... Tadinya aku selalu menolak tentang apa yang diberikan Pak Wisnu, bahkan aku beberapa kali mengabaikan chat-chatnya, namun dia tak putus asa, Bu. Sampai akhirnya ia memberikan kalung berlian ini," dia menunjukan sebuah benda dalam kotak,"wanita mana yang menolak ketika diberi barang semewah ini."

Kuraih kotak itu dan membukanya, terkaget apa isi didalamnya,"kalung ini ... Ini kalung milikku!"

Aku tak mungkin salah, ini kalungku yang kubeli saat melahirkan Aira, saat usaha baru mulai berkembang. Mungkin karena memang aku sudah memiliki beberapa kalung jadi ngga tahu kalau ada yang di ambil. Sial! Mas Wisnu telah berbuat sebegitu jauh.

"Iya, Bu. Aku juga curiga karena Mas Wisnu tak mau memberikan kuitansi pembelian dari barang itu. Makanya aku curiga kalau barang itu bukan asli Mas Wisnu yang membeli."

"Selain ini, apa lagi yang Mas Wisnu telah kasih?"

"Untuk perhiasan hanya itu, Bu. Yang lainnya hanya berupa pakaian dan assesories yang memang belinya aku sendiri yang memilih."

"Itu artinya kamu pernah jalan bareng?" tatap tajam mataku langsung mengarah padanya.

"I-iya, Bu, tapi sungguh aku tak melakukan hal-hal yang di haramkan dalam agama, aku masih perawan, Bu. Tak mungkin aku serahkan mahkotaku begitu saja. Apalagi ... Di samping Mas Wisnu sudah beristri dia juga ...." Wina mengantung kata-katanya. Seolah ragu untuk mengatakannya.

"Apa ... Dia juga apa? Kamu tahu sesuatu?" Wina mengangguk, dia dengan takut-takut bercerita tentang wanita yang sempat ber VC dengan Mas Wisnu saat mereka berdua makan siang. Wina kira itu adalah istri Mas Wisnu, namun setelah ia bertemu denganku, kini Wina sadar bahwa itu bukan istrinya melainkan selingkuhan lainnya.

"Saat VC itu aku memilih mundur agar tak terlihat di kamera, Bu. Namun aku dapat dengan jelas melihat perempuan itu. Perempuan yang tengah mengendong seorang balita."

Duh! Apalagi ini. Apa mungkin dia .... Ah, tak akan aku maafkan dirimu, Mas. Berani menghianatiku sebegitu jauh, bahkan sampai memberi Aira adik dari Ibu yang lain! Kupastikan kamu keluar dari rumah, hari ini juga! Aku akan cari bukti siapa perempuan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status