"Ayu hamil oleh Pak Wisnu, Bu."Apa! Aku membelalakan mata, benar-benar Mas Wisnu itu PK penjahat kel@min! Sungguh tak tau malu banget Mas Wisnu. Bisa-bisanya makan adik iparnya juga sampai hamil. Uh ... Dasar laki-laki ngga bisa lihat yang bening sedikit."Wah ... Mas Wisnu benar-benar biadab! Untung sekarang dia bukan lagi suamiku. Kalau masih sudah kujadikan ulekan itu burungnya!" Soni terkekeh."Ibu bisa ngelucu juga." Ngelucu, dia bilang aku sedang ngelucu? Yang benar saja!"Lah ini serius, aku ngga sedang ngelucu, Son!""Hee ... Maaf, Bu. Habis ibu lucu sih masa itunya Pak Wisnu di jadikan ulekan, kalau ngga lagi tegang ngga bisa dong, Bu!"Iya juga ya? Ah ... Soni bikin pikiranku beterbangan kemana-mana."Hahaha ... Iya juga. Ya sudah ngga usah bayangin kemana-mana! Sebentar aku ganti baju, kita langsung kerumah makan!""Baik, Bu."Soni memang pelayan yang setia, sikapnya yang jujur itulah yang membuat aku suka padanya. Jarang orang di kasih kepercayaan, bisa memegangnya deng
"Sungguh, Bang? Kok rasanya aku tak percaya ya ... Abang sama Ning Ria!" aku memasang wajah mengejek."Terserah kamu, Nun. Kalau ngga percaya juga ngga papa. Sebenarnya aku kesini juga mau ngajak kamu menenin dia milih baju pengantin. Tapi sepertinya ...." Bang Ridho mengantung ucapannya. Ia ternyata sensitif banget kalau tentang rasa."Hee ... Maaf! Aku sebenarnya cuma penasaran bagaimana sebenarnya awal mula Abang sama Ning Ria, diejek dikit aja udah wafer lu, Bang!""Baper kali!" "Ya itu maksudnya, aku sengaja biar Abang benerin. Eh, tadi apa? Abang mau ajak aku buat pilih baju pengantin?""Iya, makanya aku kesini, emang kamu pikir aku kesini hanya untuk numpang makan saja!"Aku nyengir kuda, memang ngga biasanya Bang Ridho begini kalau ngga ada yang penting."Kamu mau aku pilihkan tempat diseiner baju pengantin?" tanyaku."Bukan, kalau tempat itu aku serahkan sama calon istriku, karena pasti ia lebih tahu.""Terus?""Ya ... Sengaja aku ajak kamu biar tak timbul fitnah. Ngga enak
[Aku sengaja pilih gaun yang mahal, biar bangkrut sekalian, sungguh aku tak ingin menikah dengannya.][Wah ... Kamu, Ri. Kenapa di terima kalau sebenarnya tak mau!][Entahlah, pokonya aku ingin buat dia menyesal telah memilihku! Akan aku permalukan dia karena telah lancang melamarku tanpa meminta izin terlebih dahulu.]WA yang sempat kubaca dari gawai Ning Ria membuatku terkejut. Ternyata dia ... Ah! Wanita cantik tapi ternyata busuk hati.Aku tak akan biarkan ini semua terjadi, kasian Bang Ridho, namun kalau Ning Ria berfikir Bang Ridho akan mundur karena permintaan mahalnya, itu semua tak akan terjadi. Akan aku pastikan kalaupun Ning Ria meminta istana, Bang Ridho akan sanggup memenuhi, hingga Ning Ria sendirilah yang akan malu.Tak lama Ning Ria kembali datang untuk mengambil HP, mungkin tadi reflek dan gugup ketika seorang pelayan memanggilnya."Maaf, Mbak. Aku masuk lagi!" pamitnya kembali yang aku jawab hanya dengan senyuman. Biarlah aku pura-pura tak tahu jika dia berniat untuk
PoV FahriSudah beberapa kali aku salat istiharah, namun entah kenapa, dalam mimpi yang kutemui bukan Ning Ria. Mungkinkah ini petunjuk jika dia bukan yang terbaik untukku? Lantas siapa wanita yang hadir dalam mimpiku, gadis berkerudung ungu yang selalu kulihat hanya punggungnya saja. Aku sangat yakin dia bukan Ning Ria, atau ... Ah! Mana mungkin?"Maaf, Dek. Sepertinya aku belum bisa untuk melamarmu!" kutelfon Ning Ria, yang langsung menanyakan kapan kedatanganku untuk melamarnya."Kenapa, Ustad? Apa alasannya?" tanyanya, sungguh aku tak tega mengatakannya."Karena saya sudah coba untuk melakukan salat istiharah, namun nyatanya Adek tak pernah hadir ..."Belum selesai aku berkata, sudah kudengar isakan kecil. Sungguh aku makin kalut dibuatnya."Bukankah yang Adek lakukan juga sama? Saya tak datang dalam mimpimu, Dek! Mungkin akan datang jodoh terbaik untukmu, Dek."Terdiam, hening ... Tak ada suara apapun yang terdengar. Sungguh aku dilema, walau memang aku belum terlalu menaruh hati
Langsung saja aku menghubungi Soni, aku penasaran apa maksud ucapannya. Rumah makan sengaja di bakar? Karena apa?"Hallo, Son. Kamu jangan mengada-ada dengan berita kebakaran itu!" langsung saja aku berondong pertanyaan sebelum ia sempat berkata."Iya, Bu. Buat apa saya mengada-ada, Bu. Itu menurut berita yang Saya dengar dan sumbernya juga dari orang yang terpercaya!" penjelasan Soni membuat aku makin bingung. "Lantas siapa pelakunya?" tanyaku penasaran."Kalau menurut yang aku dengar ... Ayu, Bu.""Apa!" aku membelalakan mata. Ayu? Kenapa dia membakar rumah makan, yang notabennya adalah sumber penghasilannya."Bagaimana bisa Ayu melakukan itu?" tanyaku kembali, seolah masih tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar."Katanya Ayu keguguran dan yang menyebabkan itu adalah kakaknya. Lastri. Ayu tak terima dan merasa akan di singkirkan dari rumah makan dan di jauhkan dari Pak Wisnu. Akhirnya Ayu nekad membakar rumah makan. Katanya banyak saksi mata, para pegawai juga ada yang meli
Kenapa dia di sini? "Terima kasih, Ning." Fahri berkata lembut. Aku dapat menangkap senyum kecil Ning Ria setelah mendengar ucapan dari Fahri."Eh ... Ada Mbak Ainun, kapan datang?" tanyanya berbasa-basi."Baru saja." aku menjawab dengan singkat."Aku bikinin minum juga, sebentar ya, Mbak!""Ngga Usah, Neng!" aku berusaha menolak, namun sepertinya ia tak mengindahkan kata-kataku. Dia masuk kedalam lagi.Aku menatap Fahri sepintas. Mencari jawaban atas adanya Ning Ria disini."Dia datang kesini untuk meminta pendapat tentang undangannya, sebentar lagi juga Ridhi sampai sini." Fahri berkata seolah tahu apa yang tengah bergelayut dalam pikiranku.Aku mengangguk, tak lama Ning Ria keluar membawakan dua minuman yang langsung diletakan pada meja."Silahkan, Mbak. Itu adiknya?" tanya Ning Ria menunjuk pada Aira yang tengah bersama Fahri."Itu Aira, anakku.""Oh, Mbak sudah menikah, tak kira masih gadis.""Ah! Kamu bercanda!" tak lama mobil Bang Ridho datang."Ngapain dia kesini." lirih Ning
Seulas senyum ada padanya, bahkan kulihat dia juga sedikit melirikku.Aku menyadari ketika sebuah langkah mundur kudengar, aku segera memalingkan badan. Ternyata Ning Ria ada dibelakangku, dia tengah berjalan mundur dengan mata yang sendu. Apa dia mendengar apa yang dikatakan Bang Ridho kemudian dia merasa cemburu?Segera dia membalikan badan dan berlari masuk kedalam rumah Fahri. Aku dan Bang Ridho saling tatap, begitu juga Fahri dengan Bang Ridho."Ning Ria kenapa?" tanyaku pura-pura tak menyadari jika sebenarnya ia menaruh hati pada Fahri."Rid ... Kejar dia!" perintah Fahri. Bang Ridho mengangguk. Kemudian berjalan menyusul Ning Ria."Bagaimana sampai terjadi kebakaran itu?" Fahri membuka percakapan denganku yang berjalan sejajar namun masih berjarak."Katanya sih, Ayu menyiramkan bensin pada bagian belakang dapur. Hingga akhirnya membakar semuanya." Fahri mengangguk, "Terus tadi kenapa Wisnu meminta uang?" Aku hanya mengangkat bahu dan mengeleng. Saat akan masuk kedalam kami be
Fahri tak langsung menjawab, membuat aku makin di landa tak sabar. Tolong! Cepatlah katakan, agar hati ini tak terus berharap padamu, Fah! Teriak dalam hati. Melihat wajah santainya membuat hatiku meronta-ronta."Bagaimana, Dho. Apa kamu setuju jika aku melamar adikmu sehari setelah kamu menikah!" Akhirnya Fahri berkata juga tapi ....Masih ada yang belum aku pahami. Apa yang di maksud adik Ridho itu aku! Jangan GR, Nun.Bang Ridho tersenyum bahagia. Ia menatap Fahri lamat."Kamu serius, Fah!" Hanya dijawab Fahri dengan anggukan, sedangkan aku masih seperti orang yang tolol. Menonton dua orang yang wajahnya masih berseri-seri."Aku pasti setuju dan mendukung kalian seratus persen!" Bang Ridho menatapku. Aku masih tak mengerti."Hei, Nun! Kamu kenapa si? Kesambet!" Bang Ridho berkata padaku. Mungkin melihat raut wajahku yang seperti orang linglung."A-apa, Bang!""Kamu di lamar Fahri mau nggak?" tanya Bang Ridho. Apa, dilamar Fahri! Mau banget dong, seperti mimpi saja ini.Aku menata