PoV RiaHari ini rasanya aku mual sekali, tapi tetap kupaksakan untuk datang ke pernikahan Fahri dan Ainun. Walau aku akui sudut hati ini ada yang tak ikhlas. Namun, aku berusaha untuk tetap terlihat tersenyum. Rasa kesal dan dendam pada Mas Ridho yang menikahi ku secara tiba-tiba kini sedikit terkikis. Semua karena aku akui bahwa Mas Ridho sebenarnya laki-laki yang sangat baik.Walau Mas Ridho sudah melarang ku untuk tidak hadir dan beristirahat, tapi aku tak enak pada Fahri. Nanti aku di kira masih dengki padanya atas pernikahannya dengan Ainun. Terlebih Ainun, yang selalu menaruh curiga atas apa yang terjadi dalam rumah tanggaku."Kita ke Klinik ya?" Mas Ridho menawariku ketika turun dari podium pernikahan.Aku sempat mual-mual, bahkan Fahri dan Ainun mengira aku hamil. Mana mungkin aku hamil jika aku saja masih perawan. Lucu!Pernikahan sudah dua bulan tapi aku belum menyerahkan diri. Aku masih menolak jika suamiku mulai merayu. Beruntung dia cukup mengerti, tapi pengertiannya jus
Ria keterlaluan sekali, dia tak memenuhi hak Bang Ridho, memperlakukan bagai babu dan sekarang terungkap bahwa Bang Ridho belum mendapatkan haknya? Sungguh aku ikut emosi mendengarnya.Aku sebagai saudara tentu marah, karena merasa tak pantas Bang Ridho diperlakukan seperti ini! Setelah meluapkan amarah dan Kyai Salim datang bahkan mendengar, aku memilih mundur dan pergi dari ruang rawat inap."Ainun, apa yang terjadi?" tanya Bude Sri begitu aku keluar."A-anu, Bude ..." Aku bingung untuk berkata apa pada Bude, sungguh pasti dia kecewa atas semua ini jika tahu Ning Ria menantu satu-satunya ternyata berbuat tidak adil pada anaknya.Terlebih jika Bude tahu bahwa Ning Ria tak bisa hamil lantaran ada kista yang bersarang di rahim menantunya."Anu apa, Nun? Jawab yang jelas jangan buat Bude penasaran!""Iya, Bude. Ning Ria mengidap kista ovarium dan harus di operasi." Dengan hati-hati aku berucap."Astaghfirullah ... Bagaimana ini?" Bude mulai sesenggukan. Aku sangat tahu perasaan Bude."S
"Bang!" Aku menyapa Bang Ridho yang terduduk, sedangkan Fahri menyalami Kyai Salim."Ainun?" Bang Ridho segera berdiri, matanya merah pertanda jika dia telah mengeluarkan air mata."Bagaimana, Bang? Apa Ning Ria sudah bisa di jenguk?"Bang Ridho menggeleng, menuntunku membawa sedikit jauh dari Kyai Salim."Kondisi Ria ngedrop. Tadi pasca operasi saat baru membuka mata, Mama masuk dan mengatakan hal yang menyakiti perasaannya hingga Ria nekad melepas semua yang berada di tubuhnya. Bahkan sampai luka jahitannya mengeluarkan darah. Sekarang dia tengah di tangani secara intensif.""Astaghfirullah ... Sabar ya, Bang. Sekarang di mana Bude?""Entahlah, Nun. Tadi ... Tadi aku bentak dan ia pergi entah kemana." Ada sedikit raut menyesal pada Bang Ridho. Mungkin dia emosi pada ibunya tapi bukankah sangat berdosa membentak seorang ibu?"Tolong, Nun. Carikan Mama, beri pengertian padanya untuk memaafkan apa yang telah Ria lakukan. Aku ikhlas demi Allah." Bang Ridho memegang lenganku, berusaha me
Pagi hari aku menelfon Bang Ridho, dia bilang kemarin, jika hari ini Ning Ria sudah di perbolehkan pulang. Aku bersyukur, Ning Ria sudah sembuh."Assalamualaikum, Bang. Bagaimana? Apa jadi hari ini Neng Ria pulang?" tanyaku langsung ketika Bang Ridho mengangkat telfon ku."Waalaikumsalam, iya, Nun. Insya Allah nanti jam sepuluh kami sudah keluar.""Baik, Bang. Nanti kami kesana!""Iya, Nun. Tapi ...." Bang Ridho menggantung kata-katanya."Tapi kenapa, Bang?" tanyaku penasaran."Ria ingin pulang kerumah orang tuanya," jawab Bang Ridho datar, aku dapat menebak jika hati Bang Ridho sedang tidak baik-baik saja."Kenapa, Bang? Ada masalah lagi?""Ngga papa kok, Nun. Mungkin Ria cuma kepengin menenangkan diri.""Itu artinya Abang tak ikut tinggal disana? Hubungan Abang baik-baik saja kan?" Aku mulai cemas, apa Bang Ridho akan bercerai dengan Ning Ria?"Tidak, Nun. Tapi cuma beberapa hari saja, Kok. Nanti juga akan aku jemput kembali, insya Allah." Aku sedikit lega, jika jawaban Bang Ridho s
Aku mengzoom gambar yang di kirim Mas Wisnu, memastikan jika aku seperti mengenali wajah dari wanita yang tengah berbincang dengan wanita yang menggunakan rok mini serta tank-top dan rambut berwarna kuning seperti kebakaran."Siska?" Tak salah lagi, dia adalah Siska. Aku bertemu saat kami akan fitting baju pengantin saat itu. Kenapa mereka ada di tempat yang sama? Dan Mas Wisnu bilang jika Fahri berada di klinik andrologi? Bukankah tadi Fahri bilang akan menemui dokter untuk bekerja sama. Terus apa hubungannya dengan klinik andrologi?Kutatap lekat laki-laki yang sudah tertidur pulas di sampingku. Aku membatin, bagaimana bisa dia mampu berbohong padaku. Sungguh, aku mulai sedikit kecewa. Namun, aku belum punya bukti untuk semua hal ini. Apa ini ada hubungannya dengan Fahri yang sampai sekarang belum memberiku nafkah batin?"Terus, siapa Siska?" Bagaimana dia terlihat sangat bersahabat dengan Fahri. Apa pernikahan yang kujalani ini akan menjadi kebohongan lagi, penghianatan dan rasa ke
PoV FahriKumenikahi Ainun, murni karena rasa sayang dan keyakinan atas jawaban dalam istikharah-ku. Tak ada sedikit pun keraguan. Kuterima Aira layaknya anak kandungku sendiri tapi ....Ada sesuatu hal yang aku sembunyikan dari Ainun. Maaf, bukan maksud berbohong tapi semua tersadar saat aku kembali bertemu Siska. Wanita masalaluku.Bukan? Aku bukan manusia suci, dulu aku juga pernah melakukan sebuah kekhilafan, hampir berzina dan melakukan dosa yang tak putus. Beruntung Allah langsung menegurku dengan sebuah ketidak berdayaan di atas ranjang. Ya ... Aku lelaki lemah, tak mampu membuat puas jika yang aku alami ini, untuk pasanganku. Itulah, kenapa Siska seolah menjadi pengingat saat aku tengah akan menikah dengan Ainun. Kupikir setelah aku menjauhi hal yang menjerumuskan pada maksiat, aku mampu menjadi lelaki sempurna hingga saat aku sudah mantap memiliki sebuah pesantren aku beristikomah untuk secepatnya menikah. Ainunlah jadi pilihan yang menurutku terbaik, Namun nyatanya jika di
"Apakah sudah buat janji?" Aku menggeleng, kukira menemui dokter Rafli hanya butuh datang ke Kliniknya."Sebentar ya, Bu. Saya telfon dulu karena bertemu beliau itu harus membuat jadwal pertemuan. Dengan Ibu siapa?""Ainun, saya istri salah satu pasiennya yang bernama Fahri."Perawat mengangguk, kemudian menelfon dengan sedikit agak menjauh dariku. Hingga aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Aku memilih duduk di tempat yang sudah di sediakan. Tak Lama ...."Ibu Ainun!" Aku segera berdiri ketika namaku di panggil."Iya, Sus.""Maaf hari ini Dokter Rafli tak bisa bertemu dengan anda, karena jadwal pertemuan beliau dengan para pasiennya padat. Bisa saya bantu untuk lain hari? Mungkin besok atau lusa.""Ya sudah, Sus. Nanti saja saya kesini dengan suami." Aku tersenyum ramah, meninggalkan meja resepsionis. Duh ... Ternyata tak mudah bertemu dengan dokter Rafli.Keputuskan kerumah Ibu, namun tak lama langsung pulang. Badanku masih kurang enakan hingga akhirnya aku hanya sebentar di ru
"Apa yang harus aku jawab, A? Sedangkan aku tak tahu maksud Aa. Aku sama sekali tak punya keniatan untuk kembali pada Mas Wisnu!" jawabku tegas."Apa ... Apa karena kamu tak dapatkan nafkah batin dari aku, akhirnya kamu memilih untuk kembali pada Wisnu? Picik sekali kamu, Dek!""Istighfar kamu, A. Itu fitnah. Harusnya aku yang bertanya, apa kamu tak mau menunaikan kewajibanmu karena Siska?!""Terus apa maksud kamu dengan Wisnu? Mantan suamimu itu tadi menelfon dan dia bilang kalau bukti foto aku dengan Siska bisa kamu gunakan untuk meminta cerai."Aku tersentak kaget, tak menyangka jika sebab kemarahan Fahri karena telfon dari Mas Wisnu. Mau apa lagi si dia? Ganggu rumah tanggaku!"Baik, akan aku ceritakan, A. Aku memang mendapat foto Aa dengan Siska dari Mas Wisnu. Dia yang mengirimkannya. Mengejekku jika Aa tak lebih baik darinya karena nyatanya Aa juga ternyata punya selingkuhan!""Aku tak selingkuh, Dek!""Terus apa? Aa diam-diam bertemu dengan orang lain dan sampai saat ini tak m