Share

Bab3. Memilih Dalam Berteman

Sore ini seperti biasa, Salwa sedang duduk di bangku depan butiknya menunggu Adam datang menjemputnya.

Salwa yang sedang menunggu kedatangan Adam, tiba-tiba disapa seorang wanita yang tengah menggandeng laki-laki.

Merasa disapa, Salwa lalu mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Ternyata yang menyapanya adalah Fuji teman sekolahnya dulu.

Walaupun mereka tidak akrab, tetapi mereka juga pernah terlibat beberapa kali mengerjakan tugas bersama.

Salwa lalu mengalihkan pandangannya, karena dia melihat Fuji yang tengah menggandeng laki-laki, mungkin pacarnya.

Fuji yang memang sudah mengetahui sikap Salwa, hanya maklum saja. Berbeda dengan pacar Fuji. Dia merasa terhina karena Salwa langsung membuang mukanya begitu melihatnya.

Adi, pacar Fuji menarik pelan tangannya yang sedang digandeng Fuji.

"Kamu apa kabar, W*?" tanya Fuji basa-basi.

"Alhamdulillah baik. Kamu apa kabar?" jawab Salwa yang masih menunduk.

"Kenapa sih nih cewek. Kayak orang jijik gitu melihatku," ucap Adi dalam hati.

Adi merasa dia tidaklah jelek. Dia juga orangnya bersih, selalu berpakaian modis, dan pastinya selalu wangi. Tapi kenapa wanita di depannya ini malah membuang muka saat melihatnya.

"Aku juga baik kok!" jawab Fuji.

Salwa tadinya ingin mengucapkan salam, tapi mengingat bagaimana dulu kelakuan Fuji, membuatnya mengurungkan niatnya.

Salwa juga tidak tahu, laki-laki yang digandeng Fuji seorang muslim atau bukan. Karena dulu pas mereka masih sekolah, Fuji pernah berpacaran dengan laki-laki kristen.

Dalam hati Salwa meminta ampun kepada Allah karena tidak mengucapkan salam kepada saudari sesama muslimnya.

"Kamu lagi ngapain duduk disini sendirian?"

"Aku lagi nunggu Mas Adam jemput aku." Salwa selalu berbicara kepada siapapun itu dengan suara pelan dan lembut.

Itu diajarkan oleh orang tuanya. "Jika kamu berbicara kepada orang lain, hendaklah kamu bertutur kata dengan lembut dan sopan. Tapi jangan melupakan tentang kebenaran. Jika kamu tahu dia salah, maka kamu bisa meluruskannya, jika kamu mengetahui." Itu adalah apa yang Abah ajarkan kepadanya dan juga kepada kedua kakaknya.

"Kamu masih diantar jemput kemana-mana?" Dari nada suaranya Fuji, terdengar ada ejekan di dalamnya.

Salwa menjawab, "Ya!" Sambil tersenyum. Dia sama sekali tidak sakit hati saat mendengar nada cibiran dalam kata-kata Fuji. Bagaimanapun memang benar, jika dia ingin pergi kemanapun, Salwa selalu ditemani oleh salah satu keluarganya.

"Kamu memangnya tidak mau pergi sendirian gitu. Masa udah segede ini masih mau saja dikontrol sih?" ucap Fuji.

Adi yang berdiri di samping Fuji juga heran mendengar wanita yang memakai jilbab besar itu, jika pergi kemanapun selalu ditemani.

"Masa iya sudah sebesar ini pergi kemana-mana masih harus diantar," pikir Adi.

"Tidak apa-apa! Lagipula aku juga tidak suka bepergian jika tidak dengan keluargaku," jawab Salwa kalem.

Fuji lalu duduk di samping Salwa. "Kamu nggak ingin seperti yang lain? Kemana-mana sendiri, tidak terus diawasi?" Meskipun Fuji sudah mengenal Salwa sejak SMA dan dia juga tahu jika Salwa selalu saja menunduk dan tidak pernah bepergian sendiri. Tapi jujur saja, Fuji masih tidak bisa memahami jalan pikiran Salwa yang menurutnya sangat kuno itu.

Ini sudah zaman modern lho. Banyak wanita diluar sana yang memilih memakai baju seksi daripada baju seperti yang dipakai Salwa sekarang.

Salwa hanya tersenyum saja mendengar kata-kata Fuji.

Sedangkan Adi yang masih berdiri di hadapan Salwa dan juga Fuji, merasa jika Salwa ini sangat menyebalkan.

Salwa sama sekali tidak memandangnya sekalipun. Hanya sebentar tadi, Adi melihat wajah Salwa, belum puas dia menilai wajahnya, Salwa sudah terlebih dahulu memalingkan wajahnya.

"Dek!" panggil Adam menghampiri Salwa.

Salwa yang mendengar Adam memanggilnya langsung berdiri. "Mas Adam!."

Adam merasa risih, karena dari mobilnya tadi dia bisa melihat, laki-laki di depannya ini menatap Salwa dengan intens. Bahkan Adam sampai lupa mengucapkan salam.

Adam melambaikan tangannya, meminta Salwa mendekat padanya. "Siapa mereka?" tanya Adam.

"Teman sekolah dulu."

Fuji yang melihat Adam kembali, menjadi terpesona. Dulu saat dia masih SMA, dia sering melihat Adam atau kakak Salwa yang satunya lagi menjemput Salwa di sekolah.

Diantara kedua kakak Salwa, paras mereka memang enak di pandang. Tapi menurut Fuji, wajah Adam jauh lebih mempesona.

"Hallo Mas! Aku Fuji, teman sekolahnya Salwa pas SMA." Fuji mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Adam menangkupkan tangannya di depan dada. Adam tidak melihat Fuji, dia menjawab Fuji dengan menunduk. Sama seperti apa yang dilakukan Salwa kepada Adi tadi.

Adi mengernyit heran. "Ada apa dengan dua kakak beradik ini," pikirnya.

Fuji merasa malu karena Adam tidak membalas uluran tangannya. Fuji kemudian menarik kembali tangannya dengan canggung.

Fuji lalu berdiri di samping Adi dan kembali merangkul lengannya.

Adam dan Salwa kompak membuang muka mereka ke samping, begitu Fuji menggandeng lengan Adi.

Mereka menunduk bukan berarti mereka tidak tahu apa yang dilakukan kedua sejoli itu.

"Ayo pulang sekarang Dek. Keburu maghrib." Adam mengajak Salwa untuk segera pulang.

Mendengar Adam mengajak Salwa untuk segera pulang, Fuji langsung berkata, "W*! Aku pergi duluan ya."

Tanpa menunggu balasan dari Salwa, Fuji langsung berbalik pergi dari sana dengan sedikit menyeret Adi.

"Kenapa kamu bisa temenan sama dia Dek?" Jujur saja Adam tidak suka jika Salwa berteman dengan Fuji yang kelakuannya seperti itu.

Bukannya mau menghakimi orang lain dengan caranya berpakaian. Tapi penampilan itu juga mempengaruhi pandangan orang.

Adam juga bukannya merasa dia orang yang paling benar. Tapi paling tidak, Adam berusaha menjadi lebih baik dari hari ini.

Tidak apa-apa Salwa berteman dengan Amira yang centil itu. Setidaknya, Amira menutup auratnya, dan dia tidak membawa pengaruh buruk kepada Salwa.

Meskipun Adam yakin Salwa tidak akan mudah terpengaruh begitu saja. Tapi yang namanya syaitan itu selalu berusaha menggoda manusia dari sisi depan, belakang dan samping. Syaitan akan memanfaatkan celah sekecil apapun itu untuk menjerumuskan manusia.

"Dia teman SMA Salwa, Mas. Salwa juga nggak tahu, tiba-tiba dia datang menyapa Salwa," jawab Salwa.

Salwa sangat mengerti dengan kekhawatiran yang dirasakan Adam. Dia juga akan memilih dalam berteman.

"Pakaiannya itu lho Dek, Astaghfirullah. Apalagi dari tadi laki-laki itu menatapmu terus." Adam tidak berniat melihat bagaimana penampilan Fuji tadi. Dia hanya sekilas melihatnya.

Itu pun tidak di sengaja. Karena saat tadi dia sampai di butik Salwa, dia melihat Salwa tengah duduk dengan seorang wanita. Mau tidak mau, Adam melihatnya walau sekilas.

"Ayo pulang!" Adam berjalan menuju ke mobil dengan diikuti Salwa di belakangnya.

"Kenapa Amira tidak menemanimu tadi?" tanya Adam. Tidak biasanya Amira membiarkan Salwa menunggu jemputan seorang diri, meskipun itu di butik milik Salwa sendiri.

Adam memang tidak tertarik dengan Amira. Tapi dia juga tidak membencinya.

Adam hanya menganggap Amira sebagai teman Salwa, tidak lebih.

"Tadi Amira bilang keluarganya mau kondangan, jadi Amira balik duluan, Mas," terang Salwa.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status