Share

5. Rumah Penampungan Anak

Mata sembab membuat Ashley agak susah membuka mata. Mengingat peristiwa menyedihkan yang terjadi pada Ashley tadi malam, rasanya enggan untuk bangun. Adanya orang tua selalu membuat hidup Ashley berwarna.

Sepi. Biasanya, ada sapaan selamat pagi setelah bangun tidur. Sekarang, siapa yang akan menyapa? Siapa pula yang akan Ashley sapa?

"Kekuatanmu akan bertambah dua kali lipat. Ingat tujuanmu hidup, tidak boleh menyerah, apalagi gagal fokus pada hal apa pun. Papa ingin kamu fokus pada apa yang telah kamu janjikan pada kami. Kamu dengar, Ashley?"

Ucapan Ashton telah tertanam di kepala Ashley. Ya, ingat tujuan hidup, tidak boleh menyerah, jangan gagal fokus. Akan tetapi, bisakah beri Ashley waktu untuk tidak mengingat tujuan, menyerah, dan gagal fokus?

Ashley hanya ingin mengenang kepergian orang tua. Seperti yang orang lain lakukan pada jasad, memberi nama di nisan.

Tempat di mana semua telah menjadi abu masih ada. Banyak kenangan di tempat tersebut. Tawa, canda, senyum, dan saling membantu.

Terdapat dua serpihan kayu di dekat pohon. Ashley menggunakan itu untuk dibuat nisan berbentuk papan. Satu untuk Ashton Collins, dan satunya untuk Stanley Collins. Dibuat menggunakan kuku Ashley yang panjang. Setelah itu, Ashley menancapkan nisan papa ke tengah tanah.

"Selesai. Sekarang, Ashley akan fokus ke tujuan hidup. Sebelum itu, aku akan membuat kalian ada di dalam tubuh." Ashley dengan santai menelan sedikit abu dari kantung kain.

Jubah bertudung dari kain lusuh dibuat oleh Stanley untuk Ashley, sedangkan yang mencari kain tersebut adalah Ashton. Itulah mengapa Ashton telat menemani Ashley mengambil buah delima.

Rambut Ashley sudah berwarna abu-abu dari lahir. Ashton memiliki warna rambut yang sama dengan Ashley, sedangkan Stanley dan Tony juga memiliki kesamaan warna rambut.

Tudung sudah menutup kepala Ashley. Saatnya Ashley berjelajah sendiri.

Mata Ashley jeli dengan pergerakkan orang lain. Masalah di hari pertama tidaklah terlalu parah. Karena dari lahir Ashley tinggal di tempat sunyi dan sedikit orang, Ashley tidak bisa berbaur dengan banyak orang yang berlalu lalang di jalan. Ditambah lagi, dengan adanya kendaraan.

Wanita dengan kacamata hitam dan ponsel di telinga adalah orang yang tepat untuk Ashley ikuti. Bukan mengikuti seperti penguntit, tetapi menyebrang jalan.

Menunggu lampu pejalan kaki berubah hijau, Ashley menoleh pada orang-orang yang sibuk sendiri. Masing-masing dari mereka berbicara pada benda pipih di tangan. Entah apa yang mereka bicarakan, Ashley hanya bisa terdiam.

Ashley mulai melangkah di saat lampu pejalan berwarna hijau. Masalah berikutnya adalah Ashley tidak tahu harus apa.

Suara lapar dari perut menandakan Ashley harus makan. Di kota seperti ini tidak ada buah delima yang masih bergantungan di pohon. Tempat yang Ashley pijak bukanlah hutan. Bisa dibilang, pohon di kota hanyalah sedikit. Itu pun juga hanya sebagai hiasan.

Ada wangi sedap yang sempat lewat di depan Ashley. Bau sedap tersebut tentu saja bukan dari buah delima, melainkan roti yang baru matang.

Ada anak sekolahan yang mengambil roti, lalu memberi lembaran uang. Jika anak sekolahan itu bisa mengambil roti, maka Ashley juga. Sangat polos sekali Ashley ini.

"Paman, aku ingin roti yang sama seperti orang tadi," pinta Ashley dengan mudah. Namun, permintaan Ashley tidak disambut dengan baik.

Paman penjual roti melihat Ashley dari atas hingga bawah. Anak di depan penjual roti sangat kotor dan lusuh, sudah dipastikan anak tersebut tidak memiliki uang. Karena anak tersebut adalah pembeli, maka penjual harus tetap menawarkan. "Harganya lima ribu rupiah. Apa kamu punya uang untuk membeli roti?"

"Uang? Tidak punya." Ashley menatap sang penjual seakan tidak mengerti apa pun. Memang tidak mengerti, karena selama hidup belum pernah pergi ke kota.

"Kalau tidak ada uang, pergi dari sini!" usir penjual begitu saja. Penjual tidak ingin ada orang miskin berada di sekitar kedai roti kecil miliknya.

Ashley menjauh, tetapi tidak mengalah. Cara mengambil buah delima di hutan terlintas di kepala Ashley. Jika tidak bisa meminta, maka Ashley akan mengambil. Tidak bisa berbuat baik, maka berbuat jahat adalah jalan terbaik.

Pergi ke bagian belakang kedai. Penjual hanya seorang diri berjualan, jadi Ashley bisa sepuasnya mengambil roti. Dengan kekuatan abu, empat roti panjang hilang dari tempat, lalu dipindahkan dalam tas. Serasa tidak melakukan apa pun, Ashley pergi dengan wajah tanpa dosa.

Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ashley memilih membaur dengan kota, sambil memakan roti hasil curian.

Mata Ashley menangkap wanita yang baru saja keluar dari toko pakaian. Sempat muncul pertanyaan. Apakah semua orang kaya raya harus bergaya elegan?

Hal yang Ashley inginkan saat masih bisa bermain bersama Jordi. Menjadi putri kerajaan seperti di cerita dongeng.

Berbicara mengenai pakaian. Ashley membutuhkan pakaian baru. Patung yang memajang pakaian anak-anak terlihat sangat bagus. Tidak mungkin untuk Ashley bisa membeli. Tidak mungkin juga menggunakan kekuatan abu. Toko pakaian tersebut tidak seperti kedai roti tadi.

Semenjak Ashley tumbuh besar, pakaian terakhir yang dipakai sudah tidak muat. Pakaian Erine saat masih berumur enam tahun telah dibuang.

Sebelum pergi menjadi abu sepenuhnya, Stanley memakaikan Ashley pakaian seadanya. Celana pendek kotor yang sudah dibuang, serta bagian dada dililit perban, terakhir jubah bertudung lusuh. Jubah tersebut menutupi keseluruhan tubuh atas hingga bawah.

Lupakan pakaian mewah. Ashley tidak akan sanggup memilikinya. Tidak ada yang spesial juga, jika memakai pakaian tersebut.

"Pasar Ramai." Ashley membaca nama pasar di gapura yang berdiri kokoh. "Pasar itu benar-benar sangat ramai. Sepertinya, aku bisa mengambil beberapa barang dan makanan dikeramaian." Pikiran buruk kembali muncul.

Keberuntungan tidak akan datang dua kali. Ashley akan menggunakan cara tersebut dengan berhati-hati. Ternyata, keramaian bisa membantu Ashley.

"Silakan, bu, pak. Pakaian anak-anak diskon tiga puluh lima persen!" Penjual menawari para pejalan kaki yang lewat. "Silakan, Bu, dilihat dulu pakaian untuk anak cantiknya."

Satu baju berwarna ungu membuat Ashley terpukau. Tidak bagus dan tidak buruk. Ashley menginginkan baju tersebut. Namun, tanpa dilihat orang lain, bisakah Ashley melakukannya?

Abu mulai muncul dari telapak tangan, saatnya membuat baju tersebut menghilang. Akan tetapi, belum juga abu tersebut sampai di baju pilihan, seseorang menarik tangan Ashley hingga menjauh dari toko baju anak-anak.

"Lepas! Tolong! Ada yang ingin menculikku!" Ashley berteriak, membuat para pejalan kaki menoleh.

Mereka siap menyelamatkan anak yang berteriak tadi, tetapi wanita tua mengatakan sesuatu, hingga mereka pun percaya dan tidak jadi menyelamatkan.

"Jangan salah paham! Cucu saya kabur dari rumah. Dia memang suka bercanda. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Aku tidak kenal denganmu. Lepaskan tanganku!" Ashley bisa saja menghilang dengan berubah menjadi abu, tetapi tidak pada tempat, yang di mana banyak orang berlalu lalang.

"Aku tahu apa yang ingin kamu lakukan. Mencuri baju?"

Ashley terdiam. Memberontak bukanlah hal bagus, jika lawan bicara mengetahui apa yang Ashley lakukan.

"Namaku Annie Zeth. Aku janji tidak akan melukaimu. Dengarkan baik-baik." Wanita bernama Annie Zeth melepas pegangan dari tangan Ashley. "Ikutlah denganku. Melihat kondisimu seperti ini, aku yakin kamu sedang membutuhkan tempat tinggal."

"Kenapa kamu ingin aku tinggal di rumahmu? Kita belum saling kenal." Ashley memperhatikan gerak-gerik Annie. Tidak terlihat mencurigakan, tetapi waspada tetap harus ada.

"Akan kujelaskan semuanya di rumah. Ayo!" Annie mengulurkan satu tangan, mengajak Ashley untuk bergandeng tangan. "Aku sudah berjanji."

Akhirnya, Ashley menggandeng tangan Annie. Menerima keberadaan di rumah baru, bukan lagi rumah orang tua ataupun goa.

Mobil sedan putih sudah menunggu di depan supermarket. Annie baru saja keluar dari tempat belanja. Ketika tidak sengaja melihat anak perempuan ingin mencuri baju, Annie langsung mendekat untuk mengajak tinggal bersama.

"Rumah Penampungan Anak." Ashley membaca tulisan yang berada di atap rumah besar Annie. Entah kenapa, nama tersebut seperti membuat hati Ashley tertohok.

"Ini adalah rumah barumu. Ada banyak anak-anak lain di sana. Kamu bisa bermain dengan mereka. Sebelum itu, kamu harus membersihkan diri, lalu temui aku di ruang tamu. Pelayanku akan membantumu." Annie berjalan lebih dulu. Disusul Ashley dari belakang.

Ada beberapa anak yang bermain di halaman depan. Melihat cara bermain mereka, membuat Ashley teringat akan masa lalu.

Stuart memilih diam dan Erine tertawa, ketika melihat Ashley disiksa. Tidak seperti Jordi, yang selalu berusaha membantu Ashley. Pada akhirnya, Jordi juga tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya kata maaf yang keluar dari bibir Jordi.

Ashley tidak ingin hal itu terjadi. Kepala pun semakin ditutup oleh tudung, sehingga membuat anak-anak menjadi penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status