Deg,
Jantung Ilyas tiba-tiba berdebar tetapi dia sanggup menguasai kegugupannya.
"Memangnya kenapa kalau satu kampus? Banyak mahasiswa yang lulus dari jurusan itu nggak cuma Hira saja, kan?"
"Maksud aku, Mas Ilyas tahu dong siapa laki-laki yang ada di masa lalu Rara."
"Bunda nih lucu, ya banyak lah. Laki-laki yang jadi mahasiswa di jurusan pemasaran tidak sedikit. Sudahlah nggak usah membahas laki-laki masa lalu Hira. Biarkan saja dia mengenal laki-laki di masa sekarang."
"Iya juga sih, Mas. Lagian aku lihat ada Om Reno yang perhatian sama dia dan juga karyawan bernama Roby. Sepertinya keduanya mencoba mendekati Hira. Semoga Hira mau mebuka hatinya."
"Aamiin."
Ilyas merasa lega istrinya tidak bertanya lagi tentang dirinya satu kampus dengan Hira.
Pertemuannya dengan Hira tidak akan mengubah apapun. Rasa cintanya terhadap sang istri telah mengaburkan hubungan di masa lalunya dengan Hira. Hubungan tanpa status, hanya teman dekat
Muna terisak di dada bidang suaminya. Seketika dia merasa bersalah mengusulkan sesuatu yang tidak disukai suaminya.Percakapan keduanya memancing keingintahuan Hira saat melintasi pintu kamar yang sedikit terbuka."Mas David, Mbak Muna....""Hira...."Ketiganya merasa berada dalam kecanggungan."Hira. Apa benar kamu mau pindah?" David mencoba memecah keheningan."Maaf Mas David, aku mau belajar hidup mandiri. Izinkan aku tinggal di kontrakan ya!"Sebenarnya David berat membiarkan Hira seorang diri tinggal di kontrakan mengingat pengalaman pahit lalu yang membahayakan keselamatannya. Namun kali ini David dan Muna sepakat memberikan kesempatan Hira mengambil keputusannya sendiri. Lagi pula Hira akan menyewa kontrakan di dekat kantornya hanya berapa ratus meter sehingga dia tinggal berjalan kaki berangkat dan pulang kerja."Alhamdulillah Mas David dan Mbak Muna mengizinkanku. Aku akan sering-sering mengunjungi rumah ini kok."
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun Allah berkehendak lain. Tolong keluarga dari pasien dikabari untuk mengurus jenazahnya!" ucap duka salah satu dokter yang menangani.Mahira mengangguk lemah, tak pernah dibayangkan sahabat yang ada di saat suka dan duka kini berakhir meregang nyawa oleh sebuah kecelakaan tragis.Suami dari sahabatnya, Ilyas Arkana Wijaya sedang bertarung dengan alat-alat di ruang ICU. Sementara itu, dua anak kembarnya yang cantik dan mungil hanya pingsan dan luka ringan.Dipeluknya erat dua malaikat kecil yang selalu memberikan wajah gemasnya saat Hira pertama bersua Harumi ibunya."Mas David, tolong ke RS sekarang! Hira butuh bantuan," ucapnya disela isakan yang belum reda melalui benda pipih hitam di tangannya.David segera memacu mobil bersama Muna istri yang dinikahinya setahun yang lalu.Laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas ibukota menjadi satu-satunya orang yang menyayangi Hi
"Kamu harus bertanggung jawab atas meninggalnya Rumi, Hira! Satu hal yang harus kamu ingat, aku tidak akan pernah memperlakukanmu selayaknya Rumi. Camkan itu!"Hira bersusah payah menelan salivanya. Dia harus menelan pil pahit perlakuan laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya beberapa jam yang lalu.Kehidupan pernikahan yang akan dijalaninya siap dimulai, bendera perang sudah dikibarkan baru saja oleh sang suami.Malam panjang dilalui Hira dengan melamun dalam keheningan. Tidak ada pembicaraan lebih lanjut setelah kalimat terakhir peringatan Ilyas.Meskipun tidur satu kamar, mereka seperti memiliki dunia sendiri-sendiri. Ilyas sudah berbaring di ranjang dengan deru nafas normal, artinya dia sudah tidur pikir Hira.Langit malam pun tak nampak berhiaskan bulan dan bintang. Hira memikirkan nasib pernikahannya entah mau dibawa ke mana."Rumi, kenapa kamu pergi begitu cepat? Saat aku melihat kebahagiaan ada padamu ternyata Allah lebih menyaya
Sepasang mata menatap tak berkedip dari arah teras kontrakannya.Laki-laki yang berpakaian rapi seperti biasa menghadirkan senyuman untuk Hira kini menatapnya heran.Mau melangkah balik bukanlah solusi untuk Hira karena batang hidungnya sudah kelihatan oleh laki-laki itu.Dia segera memutar otak mencari alasan tepat.'Duh gimana caranya beralasan? Dia satu-satunya orang yang sulit dibohongi.'"Dari mana Hira?""Eh, Roby sepagi ini sudah di sini?""Aku tanya kamu dari mana, kenapa justru tanya balik?"Hira jadi malu sendiri, tidak menjawab justru terburu membuka pintu. Namun Roby tetap tinggal dan duduk di luar.Sudah kebiasaan Hira menerima tamu di luar rumah. Dia tidak mau terkena gosip tak sedap di lingkungan kontrakannya.Apalagi status Hira sekarang sudah mempunyai suami. Tidak mungkin baginya menerima tamu laki-laki di dalam rumah saat tidak ada suaminya.Roby meletakkan bungkusan di meja yang di
Tampak oleh Roby seorang gadis meliukkan badannya ke kiri dan ke kanan.Lelah pasti dirasa oleh Hira yang telah berhasil menyelesaikan setumpuk tugas dari bosnya yang berstatus suami rahasianya.Saat hendak pulang, ponsel Hira berbunyi menandakan notif WA masuk.Ternyata pesan dari Ilyas yang memintanya pulang ke kontrakan atau ke rumahnya terlebih dulu karena ada yang harus dikerjakan Ilyas. Entah benar mengerjakan pekerjaan atau hanya ingin menghindari Hira."Ayo aku antar dari pada jalan kaki sendirian! Kamu kelihatan lelah sekai, Ra," ujar Roby yang sedari tadi mengamati pergerakan Hira sampai di lobby.Hira tak mampu menolak karena badannya pun tak mendukung. Berjalan sempoyongan karena lelah tak terkira tidak mungkin dipilihnya. Alhasil dia membonceng motor Roby sampai depan kontrakan."Beristirahatlah, Ra. Mau aku belikan sesuatu, nggak? Mie godog dan jahe panas misanya.""Tidak, Bi. Makasih banyak ya. Aku lelah, mau istirahat
"Mas Ilyas, Mas."Dipanggilnya sang suami sambil tangannya memegang erat kain penutup tubuhnya tetapi tak ada jawaban. Hanya suara langkah kaki yang terasa semakin mendekat.Deg, jantung Hira semakin berdetak kencang saat hembusan nafas menerpa lehernya.Terasa semakin dingin saat kedua tangan memegang pundaknya yang terbuka lalu memutar tubuhnya.Mata Hira seketika membola melihat seringai di wajah suaminya."Kamu mau menggodaku?""Mas Ilyas, maaf. Aku..."Ilyas memojokkannya hingga punggungnya membentur lemari baju.Ilyas melonggarkan dasinya dan melempar jasnya ke tempat tidur."Mas Ilyas mau apa?""Menurutmu?"Hira semakin gugup dibuatnya. Dia hanya mampu memejamkan mata saat wajah suaminya kian mendekat. Aroma mint tercium oleh hidungnya. Mau tak mau Hira memang harus siap saat suaminya meminta haknya."Kamu mau bertahan disitu? Aku tidak tertarik sekalipun kamu seperti itu. Sana minggir, aku ma
Semua tercengang melihat sosok yang baru saja datang.Reno yang pertama melihatnya saja dibuat tak berkedip dan hanya mampu meneguk ludahnya. Pasalnya baru kali ini dia melihat penampilan berani dari seorang Hira yang terkenal sopan.Hira mengenakan baju dengan belahan dada lebih rendah dari biasanya membuat sebagian dada atasnya terekspos.Baju yang dipakai tidak tergolong baru karena Hira pernah memakainya. Biasanya Hira akan memakai syal untuk menutupi belahan dadanya tetapi tidak untuk saat ini yang memang disengaja.Dua laki-laki saat ini sedang menggeram tak terima adalah Ilyas dan Roby.'Apa yang Hira lakukan. Berani-beraninya dia memamerkan bagian tubuhnya.'Kepalan tangan semakin erat, Ilyas menggertakkan giginya. Tidak mungkin menegur saat itu juga, Ilyas memilih meredam emosinya lebih dulu.'Tunggu saat meeting selesai, akan kubuat perhitungan dengannya.'"Istrimu kenapa, Yas? Nggak biasanya pakai baju seperti
Hira yang tersandung kaki Ilyas justru jatuh di sofa menimpa tubuh laki-laki yang sedari tadi menatapnya tak berkedip.Jantung Hira berpacu tak menentu. Dipikirnya Ilyas tidak akan tergoda olehnya. Namun sekarang percaya dirinya hilang.Ilyas mengikis jarak diantara keduanya.Tatapan Ilyas yang menyelami manik mata seakan menghipnotis Hira hingga memaksanya memejamkan mata.Entah siapa yang memulai duluan, keduanya saling terlena. Hira tak mampu mendebat karena mulutnya sudah dibungkam oleh Ilyas.Napas Hira tersengal saat mampu melepaskan diri dari kelakuan Ilyas. Diraupnya oksigen dengan rakus.Jangan ditanya wajah Hira sudah memerah karena ulah Ilyas. Dia hanya mampu mengusap bibirnya yang bengkak, sedangkan Ilyas bersikap santai seperti tak terjadi apa-apa.Didorongnya dada bidang suaminya untuk bisa menjauhkan diri.Melarikan diri ke kamar mandi, Hira menutup keras pintunya."Astaga, dia masih normal. Apa dia sadar