Semua tercengang melihat sosok yang baru saja datang.
Reno yang pertama melihatnya saja dibuat tak berkedip dan hanya mampu meneguk ludahnya. Pasalnya baru kali ini dia melihat penampilan berani dari seorang Hira yang terkenal sopan.
Hira mengenakan baju dengan belahan dada lebih rendah dari biasanya membuat sebagian dada atasnya terekspos.
Baju yang dipakai tidak tergolong baru karena Hira pernah memakainya. Biasanya Hira akan memakai syal untuk menutupi belahan dadanya tetapi tidak untuk saat ini yang memang disengaja.
Dua laki-laki saat ini sedang menggeram tak terima adalah Ilyas dan Roby.
'Apa yang Hira lakukan. Berani-beraninya dia memamerkan bagian tubuhnya.'
Kepalan tangan semakin erat, Ilyas menggertakkan giginya. Tidak mungkin menegur saat itu juga, Ilyas memilih meredam emosinya lebih dulu.
'Tunggu saat meeting selesai, akan kubuat perhitungan dengannya.'
"Istrimu kenapa, Yas? Nggak biasanya pakai baju seperti
Hira yang tersandung kaki Ilyas justru jatuh di sofa menimpa tubuh laki-laki yang sedari tadi menatapnya tak berkedip.Jantung Hira berpacu tak menentu. Dipikirnya Ilyas tidak akan tergoda olehnya. Namun sekarang percaya dirinya hilang.Ilyas mengikis jarak diantara keduanya.Tatapan Ilyas yang menyelami manik mata seakan menghipnotis Hira hingga memaksanya memejamkan mata.Entah siapa yang memulai duluan, keduanya saling terlena. Hira tak mampu mendebat karena mulutnya sudah dibungkam oleh Ilyas.Napas Hira tersengal saat mampu melepaskan diri dari kelakuan Ilyas. Diraupnya oksigen dengan rakus.Jangan ditanya wajah Hira sudah memerah karena ulah Ilyas. Dia hanya mampu mengusap bibirnya yang bengkak, sedangkan Ilyas bersikap santai seperti tak terjadi apa-apa.Didorongnya dada bidang suaminya untuk bisa menjauhkan diri.Melarikan diri ke kamar mandi, Hira menutup keras pintunya."Astaga, dia masih normal. Apa dia sadar
"Arkana, maafkan aku."Nyali Hira kian menciut setelah melihat Ilyas murka dengan ulahnya.Ilyas mendorong Hira dengan kasar hingga terjatuh di ranjang."Kamu ingin bukti, bukan? Aku akan membuktinya."Semula Ilyas melakukannya dengan kasar. Namun lambat laun perlakuannya berubah menjadi lembut membuat Hira terbuai jauh ke dalam kenikmatan dunia yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.Amarah seakan menguap tergantikan oleh perasaan cinta yang mencuat.Perasaan cinta masa lalu yang terpendam dalam lubuk hati yang terdalam.Mereka melakukan ibadah yang seharusnya dilakukan pada malam pertamanya.Malam panjang ditemani rembulan yang setia di peraduan.Denting jam mengiringi aktivitas mereka hingga terlelap ke alam mimpi.Alarm memanggil pertanda waktu subuh sebentar lagi tiba.Hira mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum terbelalak saat membuka selimut yang dipakainya berdua dengan Ilyas.Sebuah
"Tunggu, Ra."Hira terkejut, suara itu tak asing di telinganya.'Astaga kenapa harus ketemu Roby di sini?'"Ra, kamu kenapa bisa bareng satu mobil dengan Pak Ilyas dan adiknya?"Deg,Hira mematung, lidahnya kelu tak sanggup menjawab pertanyaan Roby.Beruntung ide itu melintas tanpa harus memutar otak."Jalanku agak kurang normal, sepertinya jiwa kemanusiaan Pak Ilyas keluar. Jadi aku dapat tumpangannya."Hira memang tidak sedang berbohong, ulah Ilyas semalam membuatnya tidak mampu berjalan normal. Ilyas sudah memintanya libur kerja tetapi Hira tidak mau membuat teman-teman karyawan curiga padanya."Oh, jaim kayaknya soalnya ada adiknya juga ya, Ra."Hira pun mengangguk mengiyakan saja komentar Roby, yang penting laki-laki yang sudah baik padanya tidak banyak bertanya lagi."Eh, apa kamu sakit, Ra? Kok bilang jalan nggak normal?"'Isshh, Roby seandainya kamu tahu, hufh.'Hira menghela napas pan
"Ra, ponselmu dari tadi bunyi, tuh. Angkat siapa tahu penting!"Hira hanya meringis saat mendapat peringatan dari Roby."Halo, ya saya sendiri."..."Apa...? Kecelakaan.""Ra, siapa yang kecelakaan? Hai, Ra."Tubuh Hira seketika luruh, diikuti pandangannya yang mulai menggelap."Astaga, Hira."Roby panik bukan main saat melihat sahabat yang dikasihinya tiba-tiba pingsan.Belakangan diketahui Roby ternyata bosnya mengalami kecelakaan maut di perjalanan menuju Bandung.Sopir yang mengendarai mobil tewas ditempat, sedangkan bosnya mengalami luka parah.Mereka berdua langsung ditangani oleh RS di kota Bandung.Sementara itu, Hira dibawa Roby ke klinik dekat kantor.Mata mengerjap beberapa kali, Hira mencoba mengingat kejadian sebelum dia tak sadarkan diri."Bi, aku di mana?""Tenanglah, kamu lagi dirawat di klinik.""Pak Ilyas ...?""Hmm, Pak Ilyas kena musibah. Mobilny
Bu Liyan bergantian menatap Hira dan Roby"Dasar wanita pembawa sial. Kamu sudah merenggut kebahagiaan Ilyas, Hira.""Ma..., Mama sabar dulu!"Hira berusaha menenangkan Bu Liyan sambil menahan rasa syoknya. Tanpa diduga respon ibu mertuanya di luar perkiraannya."Sejak Ilyas ketemu kamu, dia kehilangan Rumi. Sekarang setelah dia menikahimu justru nyawanya sedang dipertaruhkan."Bu Liyan berteriak diiringi isakan tangis membuat Hira semakin terpuruk.Airin berusaha menenangkan mamanya dengan mengajaknya duduk di ruang tunggu. Sesekali dia memandang sinis ke arah Hira yang masih berdiri mematung di samping Roby."Laki-laki itu siapa, Rin?"Bu Liyan memecah rasa penasaran sedari tadi saat melihat ada laki-laki yang membersamai Hira.Terlihat akrab itulah yang ada di pikirannya."Oh, itu karyawan Mas Ilyas sekaligus teman dekat Mbak Hira.""Sedekat apa mereka?""Entahlah, menurut pendapat karyawan lain M
Seminggu berlalu dari hari kecelakaan Ilyas, Hira sibuk mengurusi si kembar dan pekerjaan kantor. Sesekali di waktu senggang dia menelpon Bu Liyan atau Airin yang sedang menjaga suaminya di Bandung. Namun panggilan yang dilakukannya mendapat jawaban tak mengenakkan. Beruntungnya ada Om Reno yang membagikan informasi terkait kemajuan kondisi Ilyas. "Kondisi Ilyas sudah melewati masa kritis, Ra. Besok Mbak Liyan akan memindahkannya ke RS terbaik di Jakarta. Jangan kawatir, sekarang fokus menangani proyek besar yang sempat terhenti ini saja! Om kawatir kalau nanti banyak kolega yang menarik sahamnya dengan berita kecelakaan ini." Di ruang kerja Reno, Hira duduk termangu mendengar penjelasan tentang kondisi Ilyas dan perusahaan. Dia bersyukur suaminya sudah sadar dan akan dipindahkan ke RS di Jakarta. "Maaf kalau Hira kurang fokus di marketing seminggu ini, Om." "Jangan minta maaf, Ra. Om tahu kamu sudah bekerja dengan optimal. Satu hal ya
"Mas David belum pulang, Mbak?""Sebentar lagi mungkin. Ada apa?""Ada hal penting yang mau aku mintakan pertimbangan pada Mas David dan Mbak Muna.""Masalah apa, Ra?""Tentang kecelakaan Mas Ilyas. Entah kenapa aku berpikir ada yang tidak beres dengan musibah yang menimpa Mas Ilyas.""Apa kamu serius, Ra?"Hira mengangguk seraya menatap serius Muna yang terkejut oleh ucapannya.Deru mobil terdengar memasuki pelataran rumah menandakan David yang sudah pulang dari kampus.Salam menyapa Hira dan Muna membuat si kembar berlari turut menyambut."Eh ada Keisha dan Keyla. Sudah lama, Ra?"David mencium gemas si kembar yang sudah kegirangan lalu berlari kembali melanjutkan bermain."Lumayan, Mas.""Seru nih, rumah jadi ramai kalau ada si kembar," celetuk David memecah keheningan."Ishhh, tunggu yang di sini keluar pasti bakalan jauh dari kata sunyi," cibir Hira seraya mengelus perut Muna yang sudah k
Hira bergegas lari keluar mencari taksi untuk menuju RS. Rasa penasaran masih berputar di kepalanya. Ada apa gerangan orang itu datang ke kantor polisi.Hira mencoba menghalau pikiran buruk yang terlintas dibenaknya.Saat ini dia hanya fokus pada satu tujuan melepas rindunya dengan sang suami.Di tengah perjalanan, Hira menyempatkan diri membeli buat tangan chiffon cake kesukaan suaminya.Hira merasa perlu ke toilet sebelum bertemu suaminya. Dia mematut diri pada sebuah cermin. Dress selutut berlengan 3/4 warna krem sungguh menampakkan wajah cerahnya. Rambut yang tergerai lalu diikatnya dengan tali rambut keropi kesukaannya.Hira sangat ingin berhijab seperti Rumi ataupun Muna. Tak jarang dirinya mencoba beberapa jilbab dan gamis saat menyambangi butik muslim.'Suatu saat aku akan mengenakannya dihadapan Mas Ilyas. Pastinya dia akan senang melihatnya,' gumannya.Setelah memastikan diri menarik dipandang, Hira melangkahkan kaki menuju