Share

Bab 4

Mobil melaju dengan kecepatan sedang seperti yang biasanya Suryawijaya lakukan untuk tetap membuat adiknya nyaman. Namun sambil menyetir, benaknya mengingat, ada tiga aturan yang ditanamkan oleh ibunya jika berada di luar rumah bersama Nawangsih :

1. Jangan bermesraan.

2. Menjadi kakak sejati.

3. Jangan ke tempat sepi.

Hari ini, Suryawijaya melanggar aturan nomer tiga. Dia membawa Nawangsih ke tempat sepi dan angker di malam hari.

"Ini seru banget, Mas."

Nawangsih memutar tubuhnya di bawah pohon rindang, senyumnya terus merekah ketika Suryawijaya membawanya ke taman Kaliurang.

"Terima kasih, Mas Surya." ucap Nawangsih tulus. Suryawijaya mengangguk, mematik korek api seraya mengisap rokoknya dalam-dalam.

"Cari tempat, Tania."

"Ya." Nawangsih menatap sekeliling. Dan, tanpa banyak kata, mereka berkeliling di bawah rindangnya pepohonan dan sejuknya udara diiringi suara monyet-monyet liar.

"Berhentilah merokok, Mas. Kamu merusak udara di sini. Sayang tau oksigen murni harus dibarengi dengan asap rokok. Ish..." Nawangsih mengomel sambil mengibaskan tangannya di depan wajah.

Suryawijaya refleks membuang rokoknya dengan raut wajah kesal.

"Ini kenikmatan, Nawang." gerutunya dalam hati seraya duduk di atas bebatuan.

Suryawijaya mengeluarkan ponselnya, mencari fitur kamera.

"Berdirilah di depan air terjun, Nawang. Biar jadi bukti bahwa aku sudah mengajakmu jalan-jalan!"

Nawangsih menggeleng cepat, dia menunjuk seekor monyet ekor panjang bertubuh gemuk yang sedang minum di tepi kolam.

"Tidak berani?" tukas Suryawijaya seraya menepuk batu di sebelahnya. "Duduklah, berikan aku minum yang kamu beli tadi."

"Itu lebih baik." Nawangsih meringis dan mendaratkan tubuh di sampingnya sebelum mengeluarkan kantong plastik berisi makanan dan minuman dari dalam tas ranselnya.

"Mas, apa Ayahanda tidak marah kita pergi berdua?" tanya Nawangsih seraya memberikan botol air mineral untuk Suryawijaya.

Suryawijaya meneguknya beberapa kali seraya menggeleng. "Aku juga tidak tahu pasti. Tapi kalaupun Ayahanda marah, aku akan berkata jalan-jalan untuk melihat-lihat monyet. Tidak aneh-aneh, masih menjaga kesopanan dan melakukannya atas titah Ibunda.”

Suryawijaya tersenyum. Tapi apakah Kaysan bisa menerima alasan itu? Mengingat belakang ini cukup banyak masalah yang terjadi. Termasuk ketegangan di antara mereka berdua yang belum ada jalan keluarnya.

Nawangsih mendesah lelah. "Aku cuma takut Ayahanda dan Mas Surya berdebat lagi." ucapnya sembari membuka keripik, dan kunyahan itu terdengar menggiurkan bagi monyet-monyet liar hingga membuat Nawangsih panik ketika satu persatu monyet-monyet liar itu mendatanginya dengan lincah.

"Mas Surya." Nawangsih merapatkan tubuhnya di samping Suryawijaya. "Mas..., tolong di usir mereka." katanya panik dan menaruh keripiknya sejauh mungkin dari jangkauan monyet.

Suryawijaya tertawa, hanya pada gadis itu dia bisa mengubah sifatnya dari sekaku balok kayu menjadi selunak tahu sutra.

"Monyet-monyet di sini memang sudah biasa mendapatkan makanan dari wisatawan, Nawangsih. Beberapa kasus yang pernah terjadi mereka juga mengambil dagangan di warung warga. Tidak bagus. Tapi sudah kebiasaan." Suryawijaya meraih kantong plastik yang diulurkan Nawangsih.

"Ayo pulang saja." Nawangsih meminta.

"Sebentar." Laki-laki itu mengulur waktu dengan menghamburkan keripiknya ke tanah untuk monyet-monyet liar yang semakin lama semakin banyak.

"Biar kita tidak di kejar."

Nawangsih merinding, jemarinya menarik-narik ujung kemeja Suryawijaya agar menghentikan kegiatannya.

"Mas, ayo." pintanya risau dan Nawangsih nyaris menangis ketika seekor monyet bergeming di sampingnya sambil mengunyah.

Suryawijaya meringis. "Astaga, Tania! Mereka tidak menggigit." ucapnya seraya menatap manik mata berair itu. "Kamu cengeng, Nia."

Nawangsih mengusap matanya. "Orang takut kok gak boleh nangis! Itu wajar, Mas! Lagian, Mas dulu juga pernah nangis waktu sunat."

Suryawijaya mendelik. Sungguh kacau bila gadis ini terus membicarakan masa kecilnya. Lebih-lebih dia malu, sunat kok dibicarakan lagi ketika mereka sudah dewasa, frekuensinya jelas sudah beda. Fungsinya apalagi.

Jangan konyol, Nia.

"Ya sudah ayo pulang, sebentar lagi sore." Suryawijaya beranjak dan Nawangsih gegas memegangi lengannya dengan erat.

"Jangan jauh-jauh. Monyet-monyet itu masih mengikut kita!"

Suryawijaya tertawa lirih. Dia tahu persoalan cinta yang akan dia hadapi akan rumit, iya atau tidak dengan Nawangsih karena persoalan bibit, bebet dan bobot masih menjadi syarat memilih pendamping hidup. Tapi bukan persoalan itu saja yang menjadi pertimbangan Suryawijaya. Masalah weton, konflik internal dan macam-macam masalah yang pernah terjadi akan memanas lagi jika dia dan Nawangsih benar-benar meresmikan hubungan mereka.

"Aku slalu di sampingmu, Tania." kata Suryawijaya. "Ini akan menyenangkan sampai kita di parkiran."

Suryawijaya mengajaknya setengah berlari untuk melewati jalan dan undakan panjang hingga mereka sampai di parkiran.

Nawangsih terengah-engah namun senyumnya terlihat merekah.

Suryawijaya mengelus pipinya yang lembap.

"Masuk, kita istirahat sekalian di mobil.”

Nawangsih segera menyembunyikan tubuhnya di dalam sana. Menyeka keringatnya seraya menggembungkan pipi.

"Tidak perlu sok imut. Sudah jangan lihat aku seperti itu."

Nawangsih segera menurunkan jendela mobil, membiarkan sisa-sisa udara segar menemaninya selagi mobil melaju ke arah selatan, melintasi jalanan berkelok dan landai yang kanan kirinya terdapat hotel kelas melati sebelum meninggalkan lokasi itu dan berhenti di sebuah rumah makan tempoe doeloe.

"Mas Bimo bilang mangut lele di sini enak. Kamu mau mencobanya, Tania?"

"Boleh, kan kita juga sudah di sini. Nggak baik aku menolaknya."

Nawangsih meringis seraya menarik sepiring mangut lele yang baru saja di sajikan pelayan.

"Selamat makan."

Di bawah langit sore yang cerah, Nawangsih dan Suryawijaya menikmati makan sore mereka di atas tikar. Sesekali keduanya tersenyum malu, menunduk atau membuang muka ketika tatapan mereka beradu.

"Mas Surya jangan gitu." seru Nawangsih ketika lelaki itu memelotot.

Suryawijaya tersenyum lebar. Bagaimana mungkin dia tidak menyayangi seseorang dari masa kecilnya, apalagi sekarang gadis kecil ingusan itu menjadi gadis cantik yang memiliki dua gigi gingsul yang membuat senyumnya terlihat lucu.

"Cinta masa kecilku!" Suryawijaya berusaha menahan senyuman yang justru semakin merekah sebab ingatannya tentang kisah cinta mereka.

"Mas Surya kenapa?" Nawangsih mengernyit.

Suryawijaya mengeluarkan rokoknya, matanya mengerling sebelum beranjak. "Sebentar."

•••

"Mas Surya?"

"Apa?"

"Apa hubungan kita akan sia-sia?"

Suryawijaya mengendikkan bahu. Sekilas dia menatap Nawangsih yang mengerucutkan bibir. Entah berapa lama lagi waktu yang harus dia tunggu untuk menikmati setiap detail wajah Nawangsih dari dekat, tanpa dosa, tanpa merusak citranya sebagai seorang kakak yang harus menjaga sikap dan menghormati perempuan.

"Tidak akan sia-sia!" Suryawijaya menjawab dalam perjalanan pulang. Sedang Nawangsih nyaris hanya diam. Memikirkan bagaimana nanti jika Kaysan melihat keduanya keluar dari mobil dengan raut wajah bahagia dan menciderai sabdanya.

Kini... benaknya berucap kalimat-kalimat keraguan yang meresahkan jiwa saat mobil berhenti di pelataran rumah.

"Langsung ke kamar, keluarlah nanti saat makan malam!" perintah Suryawijaya setelah mendapati mobil ayahnya sudah berada di garasi.

"Terima kasih untuk hari ini."Nawangsih mengangkat jari kelingkingnya. "Janji dulu tidak bertengkar terus dengan Ayahanda, aku sedih Mas Surya, aku terus merasa bersalah karena cinta ini."

Suryawijaya menghela napas. Bahkan ketika dia mengiyakan, justru air mata mengalir di pipi Nawangsih.

"Jangan sedih, Nia. Jangan menangis di depanku."

Suryawijaya mengulurkan tisu kepadanya.

"Hapus sendiri air matamu!"

Nawangsih mendesis tajam seraya menundukkan kepalanya. "Ini karena kakimu nginjak kakiku, Mas."

Suryawijaya segera mengangkat kakinya dan nyengir.

"Nggak sengaja. Maaf."

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Ria Fella
duh, jadi tambah gak romantis gara-gara ingus, sroooottt, ahahaha
goodnovel comment avatar
Ismimuji 3
kisah rinjani terulang lagi.... versi mas uya...
goodnovel comment avatar
Melati A3
berat....berat....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status