Share

PART 8

Perasaan ragu tiba-tiba muncul, membuatku tak yakin untuk melangkah. Seketika teringat cawan perak pemberian Elgar yang merupakan salah satu cawan mistis penyihir hitam. Aku agak takut bertemu dengan mereka, tetapi aku juga ingin memastikan darimana mereka mendapat cawan itu. Kuputuskan untuk datang saja dan meminta penjelasan.

Aku mengetuk pintu berkali-kali dengan agak keras. “ Elgar, Elgar, buka pintunya!”. Kemudian pintu kayu yang berat itu terbuka dan mengeluarkan suara mendecit.

“Jenna! masuklah…”

Mata birunya berbinar saat melihatku. Senyumnya merekah seperti bunga mawar di depan. Aku masuk dengan hati-hati.

“Aku tak menyangka kau kembali ke sini.” Elgar terlihat senang dengan kedatanganku.

“Tentu saja bukan tanpa alasan Elgar. Um.. Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu." jawabku tegas seraya memandang matanya dengan tajam.

“Menanyakan apa?"

Kepalaku terasa pening. Seolah semua yang telah kupikirkan mendadak lenyap. Rasanya isi kepalaku benar-benar kosong. Aku berusaha keras mengingat tujuanku ke tempat ini dan apa yang ingin kukatakan, tetapi aku sungguh tidak ingat. Lalu sebuah hal terbesit di pikiranku lantas kuucapkan begitu saja.

“Seorang gadis muda diculik di wilayah kami, aku melihatnya malam itu tapi tak berhasil menyelamatkannya. Jadi kami melakukan pencarian dan aku mendapat bagian di Willeth. Tapi aku berjalan terlalu jauh dan masuk hingga bagian terdalam hutan. Untungnya aku masih sedikit ingat rute menuju Cornwall, jadi aku memutuskan untuk ke rumahmu sebentar.”

Kemudian aku teringat suara-suara aneh di hutan yang membuatku tersesat dan kehilangan arah.

“Elgar, saat di hutan itu aku mendengar suara aneh seperti orang yang sedang berbicara. Aku terus mengikutinya hingga akhirnya suara itu menghilang. Dan hal teraneh adalah aku tak menemukan satu pun jejak kakiku!”

“Mungkin saja kau sedang diganggu penyihir Jenna. Tentu saja dia ingin membuatmu tersesat dan menggunakan kesempatan itu untuk membunuhmu.” ujar Elgar.

“Tapi kau beruntung menemukan tempat ini lagi.” tambahnya.

“Untuk apa kau ke tempat itu?” tanya Kathleen yang muncul dari balik pintu.

“Willeth telah hancur tanpa sisa. Dan kau tak akan pernah menemukan seorang penyihir pun disana!”

Aku melihatnya dan menatap matanya cukup lama. “Bagaimana kau bisa tahu Kate?”

“Um…aku sering menjelajah hutan dan menemukan Willeth. Aku menyusuri wilayah itu dan yang ada hanyalah puing-puing.” jawabnya santai.

“Cornwall cukup dekat dengan Willeth, tapi apa kalian pernah terlibat perseteruan dengan para penyihir atau mendapat semacam gangguan dari mereka?” tanyaku penasaran.

“Kurasa tidak. Desa ini baru berdiri sekitar dua tahun lalu, mungkin Willeth telah hancur saat kami pindah ke tempat ini.” sahut Elgar.

“Lalu dari mana kalian berasal?”

“Jauh dari utara. Kami pindah karena tempat itu mulai kurang subur dan kami mulai kehabisan bahan makanan. Setidaknya cuaca disini sedikit lebih baik daripada desa kami dulu.” Kathleen menuangkan teh panas ke cangkir dan memberikannya padaku. Tapi kali ini bukan rasa mint.

“Kurasa kau perlu istirahat Jenna. Tapi kali ini kau harus tinggal lebih lama.” ujar Elgar.

“Oh ayolah. Aku datang bukan untuk bermain-main, ada banyak nyawa yang harus kuselamatkan. Kami harus menemukan anak itu secepatnya sebelum terlambat!” aku berusaha menolak tawarannya.

Elgar berdiri dan naik ke lantai dua tanpa mengatakan apapun. Sementara Kathleen duduk di depanku dan kami saling diam. Tak berapa lama, Elgar muncul dan membawa sebuah gulungan besar. “Jika kau pulang, kau akan melewatkan sebuah kesempatan besar!”

“Apa maksudmu dengan kesempatan besar?”

“Aku akan memberi banyak petunjuk untuk menemukan anak itu.” Elgar menaiki tangga menuju lantai dua dan aku segera mengikutinya.

Ia membuka sebuah pintu kecil yang bersebelahan dengan kamar Kathleen. Ruangan itu cukup kecil namun terdapat banyak tanaman maupun benda-benda yang terlihat seperti alat medis. Suhu di ruangan ini terasa sejuk dengan beberapa tanaman yang menjalar di kaca jendela luar dan beberapa ujungnya mulai menjangkau ke dalam melalui ventilasi.

Dari beberapa benda yang disimpan di tempat ini, sepertinya Elgar seorang yang ahli  dengan pengobatan. Kemudian Ia membuka sebuah peti kayu besar berbentuk persegi panjang yang diletakkan di sudut ruangan.

“Elgar, aku bisa menebak bahwa kau adalah seorang ahli pengobatan atau mungkin ahli tanaman.”

Ia berbalik, “Kau salah dua-duanya. Aku bukan ahli tanaman dan sang ahli pengobatan yang sebenarnya adalah Kate, aku hanyalah seorang pemula yang baru belajar.”

Elgar membuka beberapa gulungan naskah dan meletakkannya di meja.

“Apa ini?” aku membolak-balik gulungan itu.

“Petunjuk.”

Elgar menunjukkan sebuah gulungan yang berisi gambar-gambar yang menjelaskan tentang berbagai ritual penyihir. Beberapa tulisan di kertas-kertas ini sudah mulai pudar namun beberapa masih dapat terbaca dengan jelas.

Lalu kami menemukan sebuah bab yang menjelaskan tentang penculikan anak-anak maupun remaja untuk dijadikan persembahan dalam ritual mereka. Ritual itu dilakukan di bulan purnama terakhir dalam seratus tahun. Dengan meminum darah para korban para penyihir itu akan memiliki kekuatan tertentu dan akan lebih sulit dikalahkan.

"Bulan purnama terakhir dalam seratus tahun yang jatuh pada malam besok."

“Dimana aku bisa menemukan mereka?” tanyaku.

“Sebentar, aku akan mencari yang lain.” Elgar mengacak-acak isi peti dan menemukan gulungan yang lebih panjang dari yang lain.

“Lihat! Perbukitan ini adalah tempat yang biasa digunakan untuk melakukan berbagai ritul penyihir. Ada satu bukit utama yang disebut 'Kanchea'. Karena medannya yang cukup sulit untuk ditempuh, bukit ini menjadi tempat yang aman untuk melancarkan aksi mereka!”

Apa tempat itu jauh dari sini?”

“Kurasa tak terlalu jauh. Perbukitan ini terletak di sebelah selatan di balik hutan ini. Bisa dibilang, jika kau berjalan lurus ke selatan hingga ke ujung akhir hutan ini maka kau akan sampai di perbukitan para penyihir.”

Aku menghembuskan napas panjang setelah mendengar penjelasan Elgar. Ini akan menjadi hal yang cukup sulit untuk kami. Mengingat medan yang ditempuh cukup sulit dan tentunya kami harus berhadapan dengan ratusan penyihir yang akan berkumpul di tempat itu. Informasi dari Elgar sangat membantu dan aku telah mendapatkan semua jawaban yang kubutuhkan. Namun sejujurnya aku masih penasaran bagaimana dia bisa mengetahui segala hal tentang penyihir.

“Elgar, bagaimana kau bisa tahu tentang semua ini?”

“Um…sebenarnya, ayahku hanyalah pandai besi biasa dan ibuku tidak bekerja. Mereka meninggal karena wabah penyakit. Kami sempat dirawat oleh paman kami. Dia yang memberi kami rumah dan semuanya, termasuk semua catatan ini. Setelah paman kami meninggal, aku hanya hidup berdua dengan Kathleen. Setelah berpindah-pindah, kami sampai di desa kecil ini.”

“Jadi itu sebabnya kau punya banyak senjata di ruang perapian, dan semua ini.”

Aku membutuhkan waktu untuk mempelajari semua catatan yang diberikan Elgar. Semua hal mengenai penyihir dan ritual bulan purnama terakhir dalam seratus tahun tergambar jelas dalam kertas-kertas tebal yang sudah lusuh ini. Termasuk rute menuju perbukitan yang sering digunakan sebagai tempat ritual.

Perbukitan itu terletak jauh di selatan. Perlu menyeberangi sungai besar dan padang rumput serta bebatuan luas untuk mencapai tempat itu.

Kurasa aku harus bergegas ke tempat awal saat kami ditugaskan. Mungkin saja Marlon sedang mencariku saat ini. Semua informasi sudah sangat membantu untuk misi penyelamatan.

Aku menuruni tangga dan kembali ke lantai bawah, berjalan menyusuri koridor saat pintu kamar Kathleen sedikit terbuka. 

Aku tak sengaja melihat saat melewatinya. Kathleen memasukkan beberapa  macam tanaman kering ke dalam sebuah mangkuk kecil dan tangan kanannya memegang ujung anak panah. Melihatku berdiri di depan pintu, Ia tampak terkejut dan berjalan ke arahku.

“Jenna!”

“Um… Kathleen maafkan aku. Aku tak sengaja melihatmu tadi.”

“Tak apa. Ini salahku karena membiarkan pintu terbuka.” Ia tersenyum sambil mengusap tangannya yang tampak kotor.

“Apa yang kau lakukan Kate?” tanyaku penasaran. “Kulihat kau sedang meracik ramuan, dan aku melihatmu menggenggam sebuah ujung anak panah.”

“Tentu saja, tentu saja aku sedang membuat ramuan. Pamanku dulu sering berburu hewan dengan anak panah yang dilumuri racun. Ia juga mengajariku cara membuat ramuannya. Terkadang aku ingin sekali melakukan hal-hal yang sering Ia lakukan dulu.”

“Jadi kau akan berburu?”

“Mungkin saja jika cuacanya lebih baik. Atau mungkin setelah semua masalah mengenai penyihir berakhir.”

Aku tertawa mendengarnya. “Baiklah Kate, kami akan berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan mereka. Sehingga kau bisa berburu dengan aman.” Kathleen tertawa mendengar ucapanku. Kemudian Elgar muncul dan mengajakku keluar.

“Manfaatkan kesempatanmu dengan baik Elgar. Sebelum tamu kita pulang.” Kathleen mengedipkan sebelah mata dan kembali ke kamar. Sementara aku dan Elgar keluar dan duduk di teras sambil memandang salju yang mulai turun perlahan.

“Apa kau senang berada di tempat ini Jenna? Kulihat kau begitu menikmati setiap saat disini.” tanya Elgar.

“Kau benar, tempat ini sangat nyaman dan aku senang berada disini. Mungkin Alden dan teman-temanku yang lain akan mencariku lagi, tapi aku yakin kalau mereka tahu aku baik-baik saja.”

“Ucapanmu seperti menyiratkan kalau kau tak sulit untuk mati.” Elgar tertawa.

“Haha... bukan seperti itu, maksudku aku hanya pergi ke Cornwall dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tetapi tetap saja aku harus pergi sekarang.” ujarku seraya menggulung catatan-catatan pemberian Elgar dan memasukkannya ke saku mantel.

“Kurasa aku tak bisa membiarkanmu menyusuri hutan sendirian. Kau bilang kau tersesat karena mendengar suara-suara aneh. Mungkin aku bisa mengantarmu sampai ke tempat yang cukup aman.” Elgar menawarkan bantuannya.

“Baiklah.” Aku menyetujui usul Elgar untuk mengantarku. Ia mengambil mantel bulu hitam dan menutup kepalanya dengan tudung. Kami kembali melewati danau membeku yang agak menakutkan itu. Elgar menyuruhku untuk memandang lurus ke depan tanpa perlu menghiraukan permukaan danau yang membuatku takut.

Salju mulai turun saat kami memasuki hutan. Butirannya cukup besar dan membuat mantel kami memutih hanya dalam waktu singkat. Intensitasnya cukup deras. Jadi kami harus bergerak cepat sebelum lapisan salju semakin tebal.

“Kita harus bergegas ke tempat awal. Jika salju semakin tebal, akan semakin sulit untuk berjalan. Kita harus sedikit berlari!” Elgar menarik tanganku, membawaku berlari menembus pepohonan dan salju yang makin tebal.

Saat kami berlari, tudungnya terbuka hingga menampakkan rambut hitamnya yang mulai diterpa salju. Wajahnya tampak begitu muda dan berseri. Mata birunya yang tajam mampu menembus belantara hutan yang selalu terlihat sama dan membingungkan. 

Beberapa tanjakan dan turunan mampu kami lewati dengan mudah. Kurasa kami telah mencapai tempat yang cukup aman.

“Elgar! Kurasa tempat ini sudah aman dan aku bisa kembali sendiri.” ujarku terengah-engah seraya menyapu salju di rambutku.

“Tentu saja. Kita sudah cukup dekat dengan Willeth. Teman-temanmu mungkin masih berada disana.”

“Terima kasih untuk semuanya.” Aku menggenggam tangan Elgar sejenak. kemudian melepaskannya.

“Aku senang bisa bertemu denganmu lagi. Bagaimanapun juga Willeth bukanlah tempat yang aman. berhati-hatilah!” 

Aku melambaikan tangan Elgar. Sedetik kemudian Ia berbalik dan menghilang di balik pepohonan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status