Share

PART 9

Willeth tampak sepi saat aku kembali. Sepertinya anggota reguku telah kembali ke markas kecuali Alden. Dari kejauhan aku melihatnya berdiri di dekat bekas rumah penyihir. Dia bergegas menghampiriku setelah aku memanggilnya.

“Darimana saja kau? Apa kau tersesat lagi?” Ia begitu khawatir.

“Begitulah. Aku tersesat setelah mendengar suara-suara aneh. Dan…”

“Dan kau menemui kenalanmu itu lagi?” Alden memotong ucapanku. Aku menghela napas. Rupanya Ia tahu apa yang kupikirkan. 

“Aku tersesat jauh ke utara, dan jika berjalan lurus aku akan mencapai Cornwall. Itu yang kuingat saat kebingungan di tengah hutan. Alden, aku punya sesuatu yang sangat penting.” 

Aku berbisik padanya sambil menunjukkan gulungan kertas di dalam mantel. Sebelum Ia sempat bertanya, aku lantas menarik tangannya dan berlari menuju Glaze.

Pencarian yang tak membuahkan hasil membuat senjataku masih utuh. Kami bergegas ke rumah besar untuk memberitahu semua yang kudapat pada Hunters lain.

Kingsleigh sedang membersihkan senapan dan menyambut kami di depan rumah besar.

“Hai dik, kau sudah menemukannya?” ujarnya pada Alden namun matanya melirik ke arahku.

“Aku sudah bilang Jenna hanya tersesat. Sebagai teman yang setia, aku harus menunggunya.” Jawab Alden seraya menepuk bahu kakaknya yang sedikit lebih pendek darinya. Mungkin hanya selisih satu centi.

Lalu aku mendekati Kingsleigh untuk menunjukkan gulungan kertas itu. Mereka membuka gulungan-gulungan itu dengan tak sabar dan membaca tulisan-tulisan yang hampir pudar. Dengan cepat menemukan penjelasan tentang tempat persembunyian penyihir yang berada di perbukitan.

“Ini menakjubkan Jenna, bagaimana dia bisa tahu semua ini?” Alden berbisik padaku

“Ia bilang mendapat semua informasi itu dari pamannya. Aku juga tak tahu detailnya.” 

“Saat kita memeriksa Willeth, kudengar ada beberapa gadis dan pemuda lain yang diculik. Gadis tadi malam itu bukanlah yang pertama.” ujar Kingsleigh.

“Kalau begitu kita harus segera memberitahu yang lain.”

Kami menunjukkan gulungan itu pada Chaz, dan sudah kuduga dia akan mengajukan banyak pertanyaan. Bagaimana aku bisa mendapatkan semua informasi itu, dari siapa, darimana, dan semua pertanyaan yang harus kujawab. Kubilang aku mendapatkannya dari kenalan yang menolongku saat tersesat di hutan, tanpa memberi tahu nama mereka. Kurasa Chaz dan semua orang tak perlu tahu tentang Elgar dan Kathleen. 

Karena situasi begitu genting, Chaz, ayahku,  dan semua pemimpin regu mulai memikirkan cara untuk membebaskan gadis muda yang diculik. Pencarian kali ini hanya mengerahkan dua puluh orang yang akan mencari tempat persembunyian para penyihir setelah pencarian pertama yang tidak membuahkan hasil, kecuali aku yang berhasil mendapat informasi berharga dari Elgar. 

Reguku dan tiga regu lainnya harus menjaga desa dan Glaze sendiri dari serangan penyihir, karena tak menutup kemungkinan mereka masih mencari korban selanjutnya.

Aku berdiri dan bersandar pada tembok di depan rumah besar sambil menatap bintang di langit yang kali ini terlihat cukup jelas karena salju tak turun. Aku masih terus memikirkan cawan pemberian Elgar. Entah bagaimana mereka berdua bisa memiliki cawan mistis itu. Satu hal yang paling membingungkan adalah ketika aku merasa kehilangan ingatan sejenak. Apakah Elgar telah melakukan sesuatu padaku?

Bahkan saat pertama kali bermalam di rumah mereka, aku seolah tak berdaya melawan perkataan Elgar. Hal sama terjadi setelah aku menatap matanya. Tatapan yang begitu indah, namun juga dalam dan misterius.

Di tengah lamunanku, Alden menepuk bahuku hingga mengejutkanku..

“Kau melamun?” tanyanya penasaran.

“Um... aku hanya... khawatir dengan gadis-gadis yang diculik itu.” Jawabku gugup. Ia tak mengatakan apapun, hanya terdiam sambil berjalan ke halaman berumput. Aku mengikutinya. Kami duduk di rerumputan yang masih basah akibat butiran salju yang mulai mencair. 

“Apa kau cukup dekat dengan pemuda itu?” tanyanya tiba-tiba tanpa menyebut nama Elgar, tapi aku tahu maksudnya.

“Kami tak lebih dari sekedar teman. Elgar pemuda yang sangat baik. Dia menolongku dan memberiku banyak informasi yang sangat berguna bagi kita semua. Kau tak perlu menaruh curiga padanya!”

“Apa selama ini kau tak pernah bertanya-tanya dari mana asalnya, siapa dia, dan kenapa dia bisa tahu semua itu?”

“Baiklah! Dia dan Kakaknya berasal dari perkampungan jauh di utara. Mereka tak punya orang tua dan sempat dibesarkan oleh paman mereka. Karena tanah di daerah itu kurang subur, mereka pindah ke Cornwall. Jika kau berjalan terus dan masuk lebih dalam ke hutan, kau bisa menemukan desa kecil itu. Sepi tapi sangat damai.”

Selama beberapa saat kami saling diam dan aku benar-benar tak ingin membicarakan tentang Elgar. Yang kutahu hanyalah dia pemuda baik yang pernah menolongku dan tinggal di desa kecil bernama Cornwall. Tak lebih dari itu, dan aku tak ingin persahabatanku dengan Alden merenggang karena siapapun dan apapun.

“Alden, aku sangat menyayangimu dan tidak ada seorang pun yang bisa menggantikanmu.” Aku menggenggam tangannya yang lembut dan hangat.

“Aku ingin kita selalu bersama dalam keadaan apapun.”

“Tentu saja.” Kami saling tersenyum dan aku menanyakan sesuatu yang membuatnya agak malu.

“Memangnya kenapa jika aku dan Elgar dekat? Kau takut kehilanganku? Um.. aku tahu kau cemburu.”

Dia tak menjawab selama beberapa saat. “Aku..aku hanya mengkhawatirkanmu. Bisa saja kau mendapat bahaya dari manapun, seperti saat kau dan Emma dikeroyok ratusan burung Gagak.” Jawabnya agak terbata-bata.

“Sebenarnya aku agak takut kalau kau akan menyuruhku berhenti dari pekerjaannku.” 

Alden tertawa mendengar ucapanku. Akhir-akhir ini kami memang jarang menghabiskan waktu bersama karena kesibukan kami. Alden selalu mempunyai kekhawatiran tersendiri jika aku pergi ke Cornwall, walaupun aku tak pernah pergi dengan sengaja ke tempat itu. Alasannya, tentu saja karena aku pemburu payah yang sering tersesat dan menjadi korban kejahilan para penyihir terkutuk itu.

“Hei! Aku teringat sesuatu.” Tiba-tiba aku ingat bahwa aku belum menceritakan gangguan yang kualami sebelum tersesat dan menemukan Cornwall. “Saat aku menelusuri Willeth dengan Marlon, kami berpisah dan aku memeriksa tepi hutan di sekitar Willeth. Lalu suara-suara aneh muncul dan aku mulai mencarinya. Tapi suara itu lenyap dan aku tersesat, anehnya semua jejak kakiku juga hilang!”

“Aneh! Aku tahu jejak sepatumu tak akan hilang dalam tiga hari apalagi di tempat seperti itu.” Alden merasa heran.

“Itu alasan kenapa aku ke Cornwall. Aku hanya berjalan terus dan teringat rute menuju Cornwall.”

Sejenak aku teringat kejadian di rumah itu. “Alden, apa kau pernah mendengar sesuatu semacam…ya…membaca pikiran orang lain?”

“Tentu saja. Biasanya orang-orang dengan kemampuan spiritual tinggi seperti peramal mampu melakukan itu. Atau mungkin mereka yang cerdas.”

“Tidak hanya sekedar membaca, lebih tepatnya mengendalikan pikiran orang lain agar melakukan atau melupakan sesuatu.” Aku berkata dengan ragu.

Alden tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat. 

“Aku tak yakin dengan ini, tapi kurasa hanya seseorang dengan kemampuan magis yang sering memanipulasi pikiran orang lain. Kingsleigh pernah memberitahuku. Namanya ‘Kompulsi’. Kenapa kau menanyakan itu?”

“Um…aku melihatnya di salah satu buku di perpustakaan.”

 Entah apa yang kupikirkan benar atau tidak, yang jelas aku merasa ada yang tidak beres dengan Elgar.

***

Setelah beberapa pasukan melakukan pencarian ke pegunugan yang diduga sebagai tempat persembunyian penyihir yang baru, aku, Alden dan semua pemburu yang tak ikut dalam pencarian melakukan penjagaan ketat di desa-desa. Tapi rupanya kami sedikit lengah semalam. Orang-orang berkumpul di dekat pasar dan beberapa orang wanita menangis tersedu-sedu di tengah kerumunan.

Ternyata para penyihir itu berhasil mendapatkan dua korban lagi semalam, seorang laki-laki dan perempuan muda berumur empat belas tahun. Para pemuda itu diculik saat petang dan kejadiannya begitu cepat. Hanya remaja laki-laki berumur lima belas tahun bernama Tommy yang melihat kejadian itu. Ia berteriak memanggil orang tuanya, namun penyihir itu menghilang begitu cepat. 

Kami menanyainya tentang kejadian sebenarnya karena hanya dia satu-satunya orang yang tahu. Ia bilang penyihir yang menculik kedua anak itu berwajah cantik dan memiliki rambut coklat yang bergelombang.

Sebelumnya, Ia pergi keluar dengan kedua pemuda itu, lalu seorang wanita cantik mendatanginya. Wanita itu menawari minuman pada mereka, dan memaksa mereka meminumnya. Namun Tommy menolaknya karena tak mau percaya begitu saja. 

Setelah meminum ramuan itu, kedua temannya pingsan dan Ia berteriak. Dengan secepat kilat penyihir cantik itu menghilang dengan membawa kedua temannya yang pingsan.

Mendengar pengakuan dari Tommy, aku mulai merasa curiga. Wanita cantik berambut coklat dan bergelombang, aku menduga penyihir itu menyamar menjadi apapun termasuk wanita cantik. Aku tahu bahwa kebanyakan penyihir hitam memiliki fisik yang jelek dan mengerikan, karena rata-rata mereka sangat tua dan telah berumur ratusan tahun. Kecantikan serta kekuatan yang mereka dapatkan adalah dari hasil melakukan berbagai ritual yang memakan korban.

Aku menarik Alden keluar dari kerumunan.

“Hanya satu malam saja dan kita kecurian! Aku merasa sangat bodoh!” aku merasa begitu bersalah.

“Aku tahu, kita memang kurang melakukan penjagaan. Tapi Jenna, hanya penyihir tertentu yang bisa menyamar menjadi wanita cantik seperti itu. Rata-rata mereka yang punya kemampuan The Violets.” Alden terlihat gemetar.

Emma bergabung dengan kami berdua dan menimpali ucapan Alden.

“Kau benar Alden. Kurasa para penyihir dan The Violets mereka telah kembali. Penyihir-penyihir biasa butuh waktu sedikit lama untuk kabur, seperti yang dilihat Jenna malam itu. Tapi penyihir dengan kemampuan Teleportasi, bukan penyihir sembarangan.”

Pemikiranku sedikit berbeda dengan Emma, karena aku punya kecurigaan lain.

“Kemungkinan pertama, dia memang penyihir yang bisa menyamar. Tapi yang kedua, bisa saja memang dia seorang penyihir yang masih muda. Jadi wajar saja jika dia cantik.” ujarku.

Alden dan Emma terdiam, berpikir keras. Emma lalu kembali ke kerumunan dan mencoba menenangkan mereka yang masih panik. 

Seseorang yang tak kusukai, Francis Blake, muncul dan menimpali pembahasan kami.

“Situasi disini akan kembali rumit seperti dulu, Goldwine. Aku tak yakin apakah sahabat tercintamu itu benar-benar membunuh penyihir paling kuat seperti yang dia katakan.” Ujar Francis dengan raut menyebalkan. Sementara Alden hanya memalingkan muka.

“Pengecut sepertimu mana tau apa yang terjadi setelah bersembunyi di balik selimut!” jawabku dengan senyuman kecut.

“Ohh….aku masih punya mata dan telinga. Tanyakan saja padanya, mungkin dia hanya mau bicara jujur denganmu.”

Aku tak menggubris ucapannya dan menarik Alden menjauh. Suasana desa cukup ramai. Aku melihat ke sekeliling saat seorang gadis berambut coklat dengan kepangan gelung yang rumit, keluar dari toko dengan membawa sebuah kantong. Aku tak asing dengan gadis itu, Kathleen. Ia mengenakan mantel hitam panjang dengan tudung menutupi kepalanya. Namun wajahnya tetap terlihat jelas dan tudung mantelnya terbuka karena tiupan angin. 

Ia berjalan dengan cepat meninggalkan keramaian dan menjauh dari desa. Aku tak bisa menahan diriku dan diam-diam mengikutinya. Alden melihatku berlari dan dengan cepat mengejarku.

“Jenna, mau kemana kau?”

“Jangan berisik! Aku sedang mengikuti seseorang. Jika kau tak ingin ikut, tunggu disini saja. Aku akan segera kembali.” Aku bergegas mengikuti Kathleen tanpa terlalu memedulikan Alden yang sedikit kebingungan.

“Tunggu Jenna! Siapa yang sedang kau ikuti, dan kenapa?”

“Akan kujelaskan nanti, tak ada waktu lagi. Aku bisa kehilangan jejaknya.”

Alden hanya diam dan mengikutiku di belakang. Terkadang kami berhenti dan sesekali bersembunyi karena jarak kami terlalu dekat dengannya. Setelah menjauh dari desa, Ia mulai memasuki hutan dan kami terus mengikutinya. 

Rute yang dilalui Kathleen hampir sama seperti yang kulewati setiap kali tersesat ke Cornwall. Akhirnya kami sampai di depan turunan tajam dimana aku pernah terjatuh. Kathleen bisa melewatinya dengan mudah tanpa terpeleset. Saat aku mulai menjejakkan kakiku untuk turun, Alden memegang tanganku.

“Apa kita harus turun?” Alden terlihat tak yakin. 

“Tentu saja. Kita harus mengikutinya sampai kita tahu dimana dia berhenti. Dia menuju ke Cornwall.”

“Tidak! Ini terlalu beresiko. Kau memang pernah bercerita tentang Cornwall, tapi kita tak bisa ke tempat itu sekarang.”

“Baiklah! Kau bisa kembali atau menungguku disini. Aku bisa turun sendiri.” Aku tetap bersikeras.

Tanpa menghiraukan Alden, aku menuruni tanah yang cukup terjal dengan berpegangan pada rerumputan yang cukup tinggi. Alden mengikutiku turun, dan setelah sampai di bawah, Ia memegang tubuhku dengan erat dan membalikkan tubuhku.

“Jenna, kenapa kau begitu bersikeras? Aku tak mau kau terlibat dalam bahaya! Kita kembali sekarang!” Ia menarik tanganku dengan keras.

“Lepaskan!” aku menarik tanganku dari genggamannya. “Alden, ada sesuatu yang tak bisa kuceritakan sebelum aku benar-benar memastikannya sendiri. Karena disini berbahaya, maka kau bisa pilih untuk kembali ke desa atau ikut denganku. Dan kau bisa menunggu di dekat gerbang masuk Cornwall.”

Kami berjalan cepat melewati permukaan danau. Sepertinya danau itu akan tetap membeku sampai musim dingin berlalu. Sejak pertama kali ke tempat ini, danau tersebut sama sekali tak berubah. Sesuai kesepakatan, Alden menungguku di dekat gerbang masuk Cornwall dan hingga aku keluar dari rumah dua bersaudara itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status