Aku dan Alden kembali ke Glaze. Sementara Elgar dan Kathleen memutuskan untuk kembali ke Cornwall, atau setidaknya menginap di rumah kenalan mereka di Carvage. Kejadian masa lalu membuat mereka trauma.
Walaupun Chaz Egerton tak mengenali Madison bersaudara saat kami menyusup untuk mengambil senjata, Ia sudah pernah melihat mereka saat itu, membawa cawan perak dan menuduh mereka berdua sebagai penyihir. Setelah kekacauan dua hari lalu kurasa para Hunters tidak akan lagi menganggapku sebagai penghianat. Semuanya telah jelas bahwa Glaze telah disusupi oleh si ratu penyihir dan para pengikutnya.Dua orang Hunters berjaga di pintu masuk. Melihat kemunculanku, mereka lantas membuka gerbang. Raut wajah mereka nampak ramah, seolah menyambut kami berdua."Kami senang kau kembali Miss Jennifer. Maafkan kami semua karena telah memfitnahmu sebagai penghianat." ucap salah seorang Hunters."Lupakan saja. Kita hanya diadu domba oleh penyihir itu." Aku melewatinSatu minggu berlalu semenjak aku kembali ke Glaze sebagai Hunters. Tidak ada lagi kesalahpahaman. Beberapa bangunan yang rusak telah diperbaiki. Para pandai besi menempa ulang senjata-senjata yang bengkok maupun patah. Pasokan senapan baru telah ditambahkan.Para Hunters sibuk berlatih setiap hari untuk menghadapi ritual gerhana bulan darah. Desa-desa sekitar seperti York dan Carvage dijaga dengan ketat. Para penyihir itu pasti akan kembali lagi untuk mencari korban-korban selanjutnya.Setelah Kingsleigh, ayahku mengijinkanku menunjukkan cawan keabadian itu pada Emma dan Marlon. Mereka cukup tercengang melihat cawan paling sakti itu berada di Glaze selama hampir empat tahun. Sampai saat ini Chaz dan ayahku masih membiarkan cawan itu berada di tempat penyimpanannya.Ayah dan Chaz duduk di perpustakaan kecil dalam ruang kerja ayah. Aku teringat dengan ucapan Chaz ketika akan dijatuhi hukuman mati. Dia pernah mengatakan tentang kejadian di masa lalu yang tak
Hari telah gelap saat aku menginjakkan kaki di Cornwall. Pemandangan rumah-rumah kecil yang saling berjauhan dengan lampu remang-remang memunculkan kesan sunyi namun hangat. Kuketuk pintu rumah Madison bersaudara. Tak perlu menunggu lama karena Kathleen segera membuka pintu untukku."Jenna!" Matanya berbinar setelah melihatku lantas menarikku masuk dan menutup pintu. Ini pertama kalinya aku mengunjungi Cornwall di malam hari.Elgar menuruni tangga, melempar senyum saat pandangan kami bertemu. Aku memeluk mereka berdua. Setelah kekacauan di Glaze mereka seolah menghilang begitu saja dan tak pernah terdengar lagi kabarnya.Kathleen menyajikan teh rasa mint seperti saat pertama kali aku datang ke tempat ini. Tak ada kecurigaan, tak ada kompulsi, apalagi pertikaian. Kami memakan kue buatan Kathleen, tertawa bersama, dan saling menceritakan kehidupan masing-masing.Tentang Meredith Gingham itu, aku menceritakannya pada mereka. Tetapi mereka belum pernah mendenga
Elgar, lelaki muda itu cukup sulit dimengerti. Awalnya dia mengakui bahwa kemampuannya sebagai penyihir putih tidaklah seberapa. Tetapi melihatnya membuat mantra pelindung, menurunkan hujan, bahkan membekukan danau, kurasa.. dia hanya berusaha merendah. Lalu menciumku tiba-tiba. Ah, membuatku merasa canggung saja.Jujur saja aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika dia menciumku. Jantungku berdebar saat dia melakukannya. Rasa itu selalu muncul saat aku menatap wajahnya. Mata birunya yang dalam, wajahnya yang putih, dan rambut gelapnya, Elgar seperti mengeluarkan cahaya dari tubuhnya. Entah karena pantulan cahaya ataupun memang sengaja melakukannya.Tak ada cukup waktu bagiku untuk berlama-lama di Cornwall. Aku harus tiba di Glaze secepat mungkin sebelum siang. Karena kondisi danau sudah kembali seperti semula, aku harus menyeberanginya dengan perahu kecil yang disediakan penduduk Cornwall.Hutan Greenleaves selalu sunyi dan sepi seperti biasa. Setelah berkali-k
Gerhana bulan darah semakin dekat. Hanya tinggal tujuh hari lagi mulai dari sekarang. Glaze sudah menyebar para Hunters untuk menjaga desa, terutama Carvage dan York.Sudah memasuki tengah malam saat aku dan Kingsleigh mendapat giliran berjaga di tepi hutan. Tepatnya di perbatasan York dekat Windstone. Bukan tidak mungkin penyihir-penyihir itu akan mencari korban mengingat peristiwa besar itu semakin dekat. Kami sengaja menghalau jalan masuk mereka sebelum mencapai desa.Windstone lebih bersahabat di musim semi setelah semua salju mencair. Beberapa rumah penduduk tampak berjajar dengan lampu-lampu temaram. Sunyi, sepi, hening dan angin berembus kencang. Kingsleigh pergi ke selatan setelah mendengar suara-suara aneh. Sementara aku tetap menunggu di tempat semula.Tepat di belakang, aku merasa ada seseorang yang mengintai. Kuletakkan senapan di dada sembari bersiap menembak jika ada pergerakan yang berbahaya. Makhluk itu, entah apa masih terus bergerak di sekitar.
Ayah memimpin pertemuan besar di aula utama yang dihadiri seluruh anggota Glaze. 41 Hunters, 10 pandai besi, 17 tabib, dan 12 taruna atau peserta latihan. Karena jumlah Hunters terbatas, para pandai besi dan taruna juga akan bergabung dalam misi ini. Seluruh penyihir hitam pasti akan berkumpul untuk ritual terbesar mereka. Jika hanya mengandalkan 41 Hunters tak akan cukup. Taruna Glaze kebanyakan berusia lima belas hingga delapan belas tahun. Awalnya Chaz Egerton memiliki ide untuk melatih pria-pria dewasa untuk melindungi desa mereka, tetapi ayah menolak. Taruna Glaze jauh lebih terlatih meskipun mereka usia mereka masih sangat muda. Tentang cawan itu, sudah diputuskan bahwa aku dan reguku lah yang akan membawanya keluar dari Glaze. Dengan pertimbangan sejak awal aku lah yang sering terlibat dengan cawan perak itu. Ayah dan Chaz Egerton memutuskan bahwa kami akan membawa cawan itu ke sebuah reruntuhan benteng kuno di dekat perbukitan, letak bukit Kanchea berada. Jik
Alden membawa buku tua itu keluar dari perpustakaan. Ia masih punya beberapa urusan yang perlu diselesaikan. Sementara aku masih punya waktu lebih lama untuk istirahat setelah disibukkan dengan latihan terus menerus dan menjaga desa hampir setiap harinya. Kadangkala beberapa penyihir yang muncul dan membuat kerusuhan cukup menguras energiku.Dari balkon rumah besar, aku menikmati embusan angin musim semi yang hangat. Langit senja memunculkan semburat oranye kekuningan dengan seberkas sinar matahari yang mulai samar.Setelah semua kekacauan yang terjadi beberapa minggu lalu, tak ada waktu santai dan hangat seperti ini. Pikiranku selalu dipenuhi kekhawatiran dan rasa takut. Bagaimanapun, Hunters tetaplah manusia biasa.Lapangan dipenuhi dengan beberapa regu yang sedang berlatih. Para pandai besi sedang berlatih dengan Komandan Egerton, sementara ayahku, Jenderal Goldwine melatih taruna-taruna muda Glaze yang semakin mahir.Mereka masih muda dan begitu bersemang
Tim pembawa cawan akan pergi di pagi hari secara sembunyi-sembunyi. Kami tak boleh menarik perhatian siapapun terutama penyihir hitam sebelum seluruh Hunters bersiap. Malam sebelum keberangkatan, reguku mengadakan rapat kecil dengan Ayah dan Chaz Egerton.Kami mengitari papan strategi dan membahas apa saja yang harus dilakukan reguku. Ayah dan Chaz sudah menentukan reruntuhan Benteng Greystone sebagai tempat tujuan. Benteng peninggalan kerajaan di masa lalu yang sudah rusak dan lama tak digunakan.Tetapi strukturnya masih kuat dan terdapat beberapa bagian yang masih utuh untuk dijadikan tempat persembunyian bahkan menjadi tempat bertempur. Marlon sempat tidak setuju karena kami seolah mengumpankan diri ke kumpulan penyihir hitam."Jenderal, sepertinya ini hanya akan membahayakan nyawa kita sendiri. Benteng itu cukup dekat dengan Bukit Kanchea. Jika kita membawa cawan itu kesana, justru penyihir hitam akan merebutnya dengan mudah!""Tak ada pilihan l
Ritual gerhana bulan darah tinggal menghitung hari. Meskipun kaum penyihir hanya memiliki cawan api dan kemudaan, sama sekali tidak menghalangi mereka untuk mencari orang-orang yang akan dikorbankan demi ritual gelap mereka. Terutama anak-anak dan remaja. Aku baru saja kembali dari rumah Everscott bersaudara setelah mengubur cawan saat Merliah Stood melapor pada Chaz Egerton. Ia terengah-engah dan menemui Chaz yang baru saja hendak memasuki rumah besar. Melihatnya, aku lantas mendekat. Dua orang remaja, laki-laki dan perempuan berusia enam belas dan tujuh belas tahun diculik oleh seorang penyihir bertanduk dalam perjalanan pulang mereka ke York. Merliah benar. Penyihir dengan wajahnya mengerikan itu, aku pertama kali melihatnya di bukit Kanchea saat misi penyelamatan. Meskipun diantar dengan kereta, penyihir itu mampu membawa dua orang sekaligus. Pengawal mereka pun tak berdaya setelah dilemparkan ke tumpukan kayu oleh si penyihir. Merliah bergegas ke tempatnya berjaga setelah meny