Share

Kota Impian

Setelah menemui Indah, Kiandra pun memutusakan untuk tidak langsung pulang. Ia terus berkeliling mencari kerja, ternyata benar jika hanya lulusan SMA saja pasti sangat sulit untuk mencari kerja. 

Banyak alasannya, mulai dari pengurangan karyawan, ada yang emang carinya yang sudah S1, bahkan Hany pegawai toko saja minta yang S1 jurusan ekonomi, 

"Memang kalau anak SMA nggak bisa ngitung apa?" gerutu Kiandra, kakinya sudah sangat capek mengayuh sepeda tapi tetap saja tidak ada hasilnya. Entah sumpah serapah apa yang ia ucapkan sepanjang jalan, lapar dan capek. Uang di dompetnya hanya tinggal lima belas ribu saja saya kalau buat beli makanan.

Sudah sore, dia harus segera pulang sebelum ibunya marah-marah padanya. Kiandra pun kembali mengayuh sepedanya dengan sisa tenaganya. Ingin rasanya segera sampai di rumah dan makan, tapi bayangan seperti itu tidak pernah terlaksana, mana bisa makan kalau belum menyelesaikan pekerjaan rumah di sore hari.

Ia segera memarkirkan sepedanya di samping rumah, bahkan walaupun tidak di masukkan ke dalam rumah tidak ada orang yang mau mengambil sepedanya saking jeleknya sepeda. Seperti biasa, ibunya sudah menunggui di depan pintu. 

'Ibu kayaknya tersenyum deh' batin Kiandra, tidak seperti biasanya. Biasanya baru di pagar rumah saja suara ibunya sudah menggelegar.

"Maaf Bu, Kia pulangnya kesorean soalnya cari kerja! Tapi maag Bisa belum dapat kerja!"

"Justru ibu nunggu kamu di sini mau kasih tahu kamu kalau pak Adi baru saja mengatakan kalau di kota ada pekerjaan sebagai art, kamu ke sana ya!"

"Tapi bu_!"

"Sudah jangan tapi-tapi, cepatlah ke rumah pak Adi, kasihan dia menunggu lama!" Bu Rusmi mendorong tubuh Bianka agar berbalik dan secepatnya menuju rumah pak Adi 

"Baiklah Bu!" walaupun sangat capek dan lapar tapi dia benar-benar tidak bisa membantah ibu tirinya itu. Setiap kali Kiandra mencoba membantah, Bu Rusmi selalu mengungkit-ungkit bahwa dia yang sudah membesarkan Kiandra, menyusui dan merawatkan hingga tumbuh besar. Dan saat kata-kata itu keluar Kiandra benar-benar tidak suka.

Rumah pak Adi tidak terlalu jauh , jadi dia tidak perlu memakai sepedanya. Ia cukup dengan jalan kaki saja. Sebenarnya sudah beberapa kali perutnya protes tapi mau bagaimana lagi bahkan ibunya tidak mengijinkannya masuk rumah sebelum menemui pak Adi.

Akhirnya setelah melewati sekitar sepuluh rumah, langkah Kiandra terhenti di depan rumah minimalis yang baru saja di bangun dengan warna cat orange bepadu dengan warna kuning.

Tampak di halamannya ada seorang wanita sedang menyapu halaman, itu adalah istri pak Adi.

"Selamat sore Tante!" wanita itu pun menoleh pada Kiandra. Setelah melihat siapa yang datang, wanita itu tersenyum dan meletakkan sapunya. Ia pun bergegas menghampiri kiandra.

"Masuk Kia!" tangannya segera meraih pagar yang hanya sebatas pinggang itu hingga terbuka.

Kiandra pun mengikuti langkah wanita itu, "Duduklah!"

"Terimakasih Tante, tapi pak Adi nya ada kan Tante?"

"Ada di dalam, tunggu sebentar ya!" setelah memastikan Kiandra duduk, wanita itu pun segera masuk ke dalam. Tidak berapa lama ia kembali keluar dengan seorang pria yang sama dengan yang tadi malam berkunjung ke rumahnya.

"Kia!"

Pak Adi pun duduk di bangku kosong yang ada di depan Kiandra dengan hanya bersekat satu meja kecil berbentuk lingkaran dengan bunga kaktus kecil di atas meja.

"Kata ibu, pak Adi ada pekerjaan ya buat Kia di kota?"

"Iya, sebenarnya art! Kamu nggak pa pa kerja jadi art?" pak Adi sepertiny juga sedikit ragu. Kiandra terkenal berprestasi, sudah pasti banyak universitas yang siap menerimanya.

"Nggak pa pa pak, masalah gajinya bagaimana?" Kia tidak mau kalau sampai sudah jauh-jauh ke kota dan ternyata gajinya tidak seberapa dan tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.

"Jangan khawatir kalau masalah gaji, ini orangnya siap menggaji besar bahkan lima kali lipat dari gaji art biasanya! Tapi syaratnya cukup berat!"

"Syarat? Apa pak?"

"Kamu harus bisa memenuhi semua kebutuhannya, maksudnya melayaninya dari bangun tidur sampai tidur lagi termasuk menyiapkan baju dari atas hingga ke bawah, sarapan, makan malam, dua puluh empat jam, dan jangan pernah melakukan kesalahan!"

'Seperti raja saja' batin Kiandra.

"Dia memang seperti seorang raja, ucapannya adalah perintah!" Pak Adi menjelaskan seperti dia tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Kiandra, "Tapi gajinya lumayan besar loh Kia, coba bayangin aja kalau art biasanya gajinya 1,5 juta, kalau lima kali lipatnya sudah 7,5 juta loh, lumayanlah bisa buat hidup keluargamu satu bulan!"

'Benar juga, dan lagi kalau aku ke kota aku bisa sedikit bebas dari Salsa dan ibu!' batin Kiandra lagi. ia sudah membayangkan bisa hidup bebas nantinya.

"Baiklah pak Adi, saya setuju! Saya mau ikut ke kota bersama bapak!"

"Sebenarnya saya harus berangkat malam ini, tapi kalau kamu keberatan atau belum siap, saya bisa menundanya sampai besok pagi, bagaimana?"

"Malam ini juga tidak pa pa pak!"

"Kamu yakin?"

"Iya pak, kalau begitu saya permisi untuk siap-siap dulu!"

Setelah berpamitan, Kiandra pun bergegas pulang dan bersiap-siap. Bayangan bisa hidup bebas membuat rasa laparnya hilang sekatika. 

Ia sedang sibuk di kamar mengemas beberapa baju yang akan di bawanya saat Bu Rusmi menemuinya.

"Berangkat sekarang?"

"Iya Bu!"

"Jangan lupa nanti kalau kamu sudah gajian, gaji kamu langsung di kirim ke rekening ini saja!" Bu Rusmi menyodorkan secarik kertas berisi beberapa dikit angka.

"Ini rekening siapa Bu?"

"Rekening ibu, bapak kamu butuh beli obat, jadi kalau sudah punya uang langsung di kirim jangan boros-boros di sama, kalau bisa di kirim semua saja biar nanti ibu yang simpankan sisanya!"

"Kiandra berangkat saja belum Bu, ibu sudah membicarakan soal gaji!"

"Ya kalau ibu nggak bicara sekarang, takutnya kamu nanti pas sudah pegang uang banyak jadi lupa sama bapak dan ibu, Salsa juga butuh banyak uang untuk kuliahnya!"

'Salsa lagi, Salsa lagi, kapan ibu mau mikirin aku' batin Kiandra. Ia tidak pernah bisa mengutarakan isi hatinya. Percuma walaupun dia ngotot seperti apa, ibunya akan tetap sama. Wanita itu hanya ibu bagi Salsa tapi tidak untuk Kiandra.

"Iya Bu!" hanya kata singkat untuk menjawab semua ucapan sang ibu.

Setelah selesai mengemas barangnya, sebenarnya yang ia bawa hanya sedikit. Hanya satu tas ransel berukuran sedang. ia pun menemui bapaknya, pak Tato tidak bisa ke mana-mana tanpa tongkat.

"Kia malam ini mah berangkat ke kota pak, bapak doakan Kia ya agar bisa berhasil!"

"Pasti, bapak selalu doakan kamu, kamu juga harus bisa jaga diri, jangan berbuat yang aneh-aneh di sana!"

"Iya pak!"

Setelah selesai berpamitan dengan pak Tato, Kia pun bersiap untuk ke rumah pak Adi. Ia merasa tidak enak kalau sampai pak Adi yang menjemputnya. Di depan rumah ia kembali berpapasan dengan Salsa yang baru saja pulang.

"Mau ke mana bawa-bawa tas ransel segala, mau minggat ya Lo?" Salsa terdengar menyelidik.

"Aku mau ke kota!"

"Baguslah kalau sudah dapat kerja, kerja yang rajin. Jangan lupa kirim uang ke rumah yang banyak!"

Kali ini Kiandra begitu malas menangapi ucapan Salsa, ia tidak mau membuat mood nya menjadi buruk gara-gara bertengkar dengan saudarinya. Ia memilih berlalu begitu saja meninggalkan Salsa dan berjalan menuju ke rumah pak Adi.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status