Share

My Destiny
My Destiny
Penulis: Sriintan2000

Bab 01

 

Disaat semua orang secara terang-terangan mengatakan kekaguman dan keterpesonaannya pada dia, apalah diriku yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan?

Aku sadar ... aku bukanlah apa-apa jika dibanding dirinya. Aku cuma gadis biasa yang sudah jatuh hati, namun tak berani mengutarakan. Aku bagaikan angin yang mungkin bisa dia rasakan kehadirannya, tapi tak terlihat. 

Dia terlalu jauh untuk kugapai. Suatu bentuk kemustahilan jika aku bisa bersanding dengannya.

Satria Sean Wiliiam. Salahkah jika aku berharap bisa memilikimu? Meski pada akhirnya, aku tahu itu suatu hal yang sangat tidak mungkin. Perbedaan kita bagai langit dan bumi. 

 

 

Tet ...!

 

Bunyi bel masuk terdengar nyaring. Seorang gadis dengan balutan seragam SMA dengan wajah bulat, mata berbinar, serta rambut dikuncir kuda itu dengan cepat menutup buku diary-nya kemudian dengan cepat pula dia masukkan ke dalam tas. Para murid yang tadinya masih berkeliaran di luar. Entah itu di kantin, lapangan, atau sekedar duduk-duduk di koridor kini mulai berhamburan masuk kelas.

 

“Huh ... cepet banget, deh. Masih makan juga. Ish!” Seorang gadis lainnya langsung duduk di sebelah gadis berkuncir kuda tadi seraya menggerutu tak karuan. Matanya lalu melirik kearah teman sebangkunya itu yang senyam-senyum melihatnya.

 

“Loh, Al, kamu gak makan, ya?” tanyanya. Aletta Syaqilla Mahendra. Gadis yang berambut kuncir kuda itu menoleh pada teman di sebelahnya. Kanaya Angeline.

 

“Enggak.”

 

Kanaya menyerngit. “Kenapa? Nanti sakit, deh!”

 

Aletta terkekeh sebentar. “Gak bakal. Gue gak selemah itu kali,” sahutnya enteng. Swara menghela nafas.

 

“Terserah kamu sajalah, Al.”

 

***

 

“Lo bego, Satria. Asli lo bego! Kenapa gak lo terima aja, sih? Kurang apa lagi coba Amanda, tuh? Dia cantik, anak orang kaya, dan sama-sama terkenal juga di sekolahan ini. Masa lo gak tertarik, sih? Payah lo! Padahal, hampir semua cowok di sini tergila-gila ama dia. Payah lo ah!” cibir seorang lelaki pada lelaki lain di sebelahnya yang dia sebut Satria tadi. Dia bernama Kevin.

 

Bukannya menjawab, Satria malah mengeluarkan ponselnya di saku seragam dan mulai memainkannya dengan serius.

 

“Ini nih, kalau punya temen modelan patung berjalan. Ngomong sampe berbusa sekalipun, gak bakal ditanggepin,” oceh Kevin.

 

***

 

Sore harinya setelah pulang sekolah, seperti biasa Aletta akan pergi ke kafe tak jauh dari rumah. Setelah memilih tempat duduk dekat jendela dan memesan minuman, gadis itu lalu membuka laptop yang dia pinjam dari Kanaya kemarin dan mulai mencari akun sosmed seseorang.

 

Teng!

 

Bunyi lonceng kafe terdengar pertanda bel masuk terdengar nyaring. Aletta yang terlalu fokus melihat foto seseorang di laptopnya tidak perduli pada keadaan sekitar. Padahal, orang yang masuk ke kafe itu adalah orang yang sedang dia tatap di laptopnya sekarang.

 

Satria mengedarkan matanya kesemua penjuru kafe. Tidak ada bangku kosong, semua terisi penuh. Satria berdecak. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi mengingat sekarang hari weekend dan sudah pasti banyak anak remaja lain seperti dirinya lebih memilih menghabiskan waktunya di sini bersama keluarga.

 

Tiba-tiba mata Satria tak sengaja menangkap masih ada tersisa bangku kosong di dekat jendela. Sebenarnya tidak benar-benar kosong karena di sebelahnya sudah diduduki seorang gadis yang membelakanginya sekarang.

 

“Masa gue harus duduk sama dia, sih? Tapi gak ada pilihan lain.”

 

Satria menarik nafas sejenak, lalu melangkahkan kaki-kakinya dengan cepat mendekati bangku kosong itu.

 

“Sorry. Gue boleh duduk di sini gak?” tanya Satria. Gadis itu mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari laptop.

 

Selagi menunggu pesanannya datang, Satria memilih memainkan ponselnya dulu. Posisi duduknya dan duduk gadis itu bersebrangan. Satria yang mengambil posisi duduknya yang miring tidak melihat wajah gadis itu yang juga sedang asyik mengetik sesuatu di laptop.

 

“Aa ... ganteng banget, sih. Mungkin gak ya aku jadi pacar kamu?” gumam gadis yang duduk di sebelah Satria. Dia tak lain dan tak bukan adalah Aletta.

 

Satria melirik sekilas. Dia berdecak karena merasa risih dengan gumaman Aletta.

 

Disaat sedang asyik-asyiknya men-stalk akun pujaan hatinya, tiba-tiba ponsel di dalam tas Aletta berdering. Dilihatnya satu panggilan masuk dari Kanaya. Aletta sebenarnya malas, tapi tak urung tetap mengangkat panggilan temannya itu.

 

“Ya, hallo, ada apa, Nay?”

 

“Lo di mana, Al? Gue 'kan udah bilang mau ke rumah lo sore ini. Kata Tante Anna lo lagi pergi. Pasti ke kafe buat ngepoin I*-nya Satria, ya. Hayo ngaku!”

 

Aletta sedikit menjauhkan ponsel itu dari telinganya, lalu mendengus. Bagaimana tidak? Temannya itu berteriak dengan suara cemprengnya yang membuat telinga Aletta sedikit pengang. Bukan cuma Aletta, tapi Satria yang tadinya hanya duduk sambil memainkan ponsel juga ikut mendengar. Seolah tertarik, lelaki itu mematikan ponsel dan mempertajam indera pendengarannya.

 

“Ya, habis mau gimana lagi? Dia ganteng banget, sih. Nay, menurut lo, gue bisa gak ya jadi pacarnya dia?”

 

Aletta terus saja mengoceh ria menggosipkan Satria tanpa sadar jika orang yang sedang dia bicarakan itu ada di sebelahnya sekarang dan mendengarkan semua omongannya.

 

“Nih anak lagi lihatin apa, sih? Kenapa pake nyebut-nyebut nama gue segala? Tahu gue darimana? Dan apa katanya tadi? Jadi pacar gue? Astaga ...,” batin Satria geleng-geleng kepala keheranan.

 

“Bisa.”

 

“Hah? Serius?”

 

“Dalam mimpi hahha.”

 

“Ish, lo mah gitu. Sesekali dukung kek temennya.”

 

“Udah, deh. Cepetan pulang. Gue tunggu di rumah lo ya. Gak pake lama.”

 

Tutt ... tutt ....

 

Aletta mengerucutkan bibirnya. Dia meletakkan ponselnya kembali di dalam tas slempangnya, lalu beralih menutup laptop.

 

“Mas, ini pesanannya.” Seorang waitress menghidangkan minuman pesanan Satria tadi. 

 

“Terima kasih.”

 

Deg!

 

Aletta membeku di tempat. Dia yang tadinya ingin beranjak bangun, seketika urung dan refleks mengalihkan matanya ke depan. Detik itu juga matanya terbelalak sempurna melihat laki-laki yang sejak tadi dia gosipkan dengan Kanaya ada tepat di depannya.

 

“Enggak mungkin. Aletta kamu pasti ngehalu abis gosipin Satria. Makanya jadi kebayang-bayang wajahnya,” gumam Aletta dalam hati seraya menepuk-nepuk pipinya, tapi ....

 

“Aduh, kok sakit, sih?” gumam Aletta yang masih bisa didengar Satria. Lelaki itu menaikkan satu alisnya. Dia menggeser kursinya ke depan, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit.

 

“Lo siapa? Tahu nama gue darimana?” tanya Satria dengan tatapan penuh intimidasi. Aletta benar-benar mati kutu di tempat. Lidahnya mendadak terasa sangat kelu dan sulit mengucap hanya sepatah kata. Antara takut dan gugup. Takut Satria akan memarahinya tadi karena telah lancang menggosipkan dirinya. Gugup karena selama dia bersekolah di SMA Nirwana, baru kali ini dia berada sedekat ini dengan Satria. Laki-laki yang dua tahun ralat, maksudnya sejak SMP dia cintai diam-diam.

 

“Ak–aku aku ... aku–”

 

Belum sempat Aletta berujar, ponsel Satria tiba-tiba berdering sekali pertanda ada chat masuk. Lelaki itu membuka layar ponselnya dan mulai membaca chat itu.

 

Sedetik kemudian, Satria beranjak bangun dari kursinya. Dia mengeluarkan dompet dan meletakkan beberapa lembar uang di samping cangkir berisikan minuman yang bahkan belum dia sentuh sedikitpun itu. Tanpa mengatakan apapun lagi, lelaki itu langsung melenggang pergi dari sana.

 

Aletta mengusap dadanya lega. “Syukurlah ....” 

 

“Kenapa Satria tiba-tiba ada di sini, ya?” gumamnya pelan. Gadis itu menghela nafas. Sedetik kemudian, matanya membola kaget.  “Ya ampun. Jangan-jangan tadi Satria denger juga omongan gue yang ... astaga, Aletta. Bodoh banget sih lo.”

 

Aletta menutup wajahnya. Entah bagaimana jika dia bertemu lagi dengan Satria besok saat di sekolah.

 

“Matilah gue ....”

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status