Sesampainya di Rumah Sakit, Satria langsung menyuruh Aletta untuk berganti pakaiannya terlebih dulu. Aletta yang memang tak punya pilihan lain selain menurutpun, akhirnya dengan terpaksa berjalan ke toilet wanita dan mengganti pakaiannya yang kotor tadi dengan pakaian yang dibelikan Satria. Jika tidak begitu, yang ada Anna malah akan khawatir nanti begitu melihat dirinya tiba di Rumah Sakit ini dengan keadaan baju yang basah dan kotor. Padahal, baru beberapa menit lalu dia mengabari Ibunya itu bahwa dirinya akan baik-baik saja.***“Ibu, Aletta mana? Katanya m
Berulang kali Aletta menghela nafas. Entah kesialan apa yang menimpanya hari ini sampai-sampai harus pulang bersama Satria. Eits, itu bukan inisiatif dari Satrianya sendiri yang ingin mengantarnya pulang. Melainkan, karena perintah dari Papanya. Awalnya Aletta berfikir kalau Satria akan menolaknya mentah-mentah, tapi ternyata lelaki itu langsung mengiyakan perintah Papanya tanpa sedikitpun protes. Aletta jadi tak punya pilihan lain selain mengiyakan tawaran Thakur untuk pulang diantar putranya.Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam. Tak ada obrolan barang setitikpun. Bak seperti orang asing yang tak sengaja dipertemukan
Mata Aletta terbelalak. Antara kaget, bingung, bahagia, dan shock. Tubuhnya membeku di tempat. Jangankan untuk bergerak, sekedar membuka mulut saja, lidahnya terasa kelu sekarang.Satria? Laki-laki yang bertahun-tahun dia idam-idamkan. Yang coba dia lupakan, tapi tak berhasil. Yang selama ini mengusik hati dan fikirannya, hari ini ... lelaki itu mengatakan jika dia menyukainya? Apa ini mimpi? Apa ini cuma halusinasinya saja?“Sat, lo ja–jangan bercanda.”“Lihat gue! Tatap mata gue baik-baik! Apa
‘Bisa ketemu?’‘Buat apa? Gue gak ada waktu.’‘Ada orang yang pengen ketemu sama lo, Sat.’Kening Satria menyerngit setelah membaca chat dari Raka. Dia berdecak. Satria paling malas berurusan dengannya. Baru saja dia hendak menyimpan ponselnya kembali ke tas, satu chat dari Raka masuk lagi ke ponselnya.‘Shireen.’Mata Satria membulat sempurna. Sebelah ta
Hari begitu cepat berlalu, kini Aletta sedang mengemasi semua alat tulisnya dan bersiap pulang. “Al, mau bareng gak?” Aletta mendongak dan menemukan Shireen dan Raka berdiri di depannya. “Kata Raka habis ini lo langsung kerja, ya? Bareng aja sama kita. Sekalian, lagian 'kan searah,” lanjut
Satria dan Aletta sudah sampai di Mall besar di Jakarta untuk belanja. Sebenarnya Aletta sudah menolaknya, tapi Satria memaksa dan mengatakan jika itu atas perintah Thakur. Jika Aletta menolak, itu sama saja Aletta sudah membuat Thakur kecewa dan tersinggung. Dengan terpaksa, Alettapun menurut dan setuju. Namun, bukannya berbelanja sepuasnya seperti yang diharapkan Satria, gadis itu hanya jalan-jalan saja mengelilingi Mall dan hanya membeli satu set pakaian. Itupun bukan untuk dirinya, tetapi untuk Anna.Berkali-kali Satria menawarkan Aletta baju, tas, sepatu, aksesoris dan barang mewah khas perempuan lainnya. Namun, semuanya Aletta tolak dengan alasan tidak suka. Sebenarnya bukan tidak suka juga, Aletta menolak karena melihat harga dari barang-barang itu yang menurutnya sangat kemahalan. Seperti contohnya sepatu yang biasa dia beli 80 ribuan, tapi harganya di mall tersebut mencapai 300 ribuan.
Beberapa hari kemudian ....Hari sudah menjelang pagi. Aletta sudah bersiap dengan seragam sekolahnya dan mulai berjalan keluar kamar.“Lho, Kak Gerald mau kemana?” tanya Aletta ketika melihat Kakaknya itu sudah berdandan rapih. Padahal, semalam dia bilang kalau hari ini tidak ada kuliah. Tak lama kemudian, Anna juga datang kesana. Sama halnya seperti Aletta, dia juga kaget begitu melihat putranya itu sudah tampil rapih padahal baru menunjukan pukul 07.00 pagi.Gerald menoleh dan tersenyum pada adik dan Ibunya itu.“Aku mau mulai kerja, Bu, Al,” jawab Gerald. Aletta dan Anna saling lirik satu sama lain.
“Bagus, Nak. Kamu melakukan yang terbaik. Papa bangga padamu,” ujar Thakur menatap senang putranya yang baru saja berhasil memenangkan tender. Benar kata pepatah, buah yang jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Sama seperti Thakur yang jenius dan cekatan dalam menyampaikan materi, bakat yang sama juga dimiliki Satria. Thakur benar-benar beruntung memiliki putra sepertinya.“Setelah ini kamu mau kemana? Langsung pulang?”Satria terdiam. Hari ini dia sudah merencanakan sesuatu.“Enggak, Pa. Ada sesuatu yang harus aku kerjain,” jawabnya