Share

Membelenggu

"Al, turunkan!" perintah Naraya.

"Masih mau berbohong? Setelah ini mau kabur! Jangan harap!" Kalandra tak mau menurunkan Naraya, karena jelas dia tak akan membiarkan gadis itu pergi.

Beberapa pengunjung hotel dan karyawan melongo melihat Kalandra yang memanggul tubuh Naraya, membuat beberapa orang beranggapan negatif.

"Pak, maaf--" Seorang karyawan ingin bicara tapi langsung dipotong cepat oleh Kalandra.

"Jika pihak hotel merasa dirugikan, aku akan membayarnya!" Kalandra memiliki sifat dingin dan otoriter, membuat lawan bicaranya akan langsung menunduk.

"Al, aku tidak akan lari. Jadi turunkan aku," pinta Naraya lagi kini dengan nada pelan.

"Tidak akan!" kekeh Kalandra.

Naraya menelan saliva, hanya tak menyangka jika Kalandra yang dikenalnya dulu sudah berubah. Ia akhirnya hanya bisa pasrah saat dibawa ke kamar Kalandra. Naraya semakin terkejut saat melihat di mana lantai tempat tinggal saudara angkatnya itu, lantai dan kamar yang sama di mana kemarin dia terbangun.

"Ya Tuhan, jangan-jangan Al dan aku--" Naraya menutup mulut saat mengingat jika kamar Kalandra memang tempat dia sembunyi semalam.

Kalandra menurunkan dan mendudukkan Naraya di ranjang begitu sampai di kamar. Ia terus memberikan tatapan dingin yang membuat Naraya benar-benar tak nyaman dan menelan ludah berulangkali.

"Apa maksudmu berbohong? Apa kamu benar-benar tak mau bertemu dan mengakui jika kita bersaudara?" tanya Kalandra. Kedua tangan bertumpu pada kasur, membuatnya sedikit membungkuk dengan wajah yang begitu dekat dengan Naraya.

"Al, apa semalam kita?" Bukannya menjawab pertanyaan Kalandra, Naraya malah membahas masalah semalam.

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" bentak Kalandra yang kesal.

Bahu Naraya sampai bergidik saat mendengar pemuda itu membentak. Sama seperti terakhir kali mereka bertemu lantas berpisah. Saat itu Naraya melihat kekecewaan dari tatapan Kalandra, hari ini gadis itu kembali melihat tatapan itu.

"Maaf," ucap Naraya penuh penyesalan.

"Hanya itu? Sepuluh tahun kamu menghilang, hanya kata itu yang kamu ucapkan?" Kalandra tersenyum getir, merasa kalau Naraya sangat kejam padanya.

"Maaf, Al." Naraya kembali meminta maaf.

Kalandra menundukkan kepala dan tertawa bodoh mendengar ucapan Naraya. Hanya tak habis pikir jika gadis itu dengan gampangnya meminta maaf. Ia kembali mendongak dan menatap Naraya, pancaran matanya tak bisa menyembunyikan jika ada rasa rindu, marah, dan kesal.

"Sepuluh tahun, Nira. Sepuluh tahun kamu tak memberi kabar, sepuluh tahun kamu melupakan janjimu. Sepuluh tahun kamu memberi harapan palsu padaku, membuatku setiap hari menunggu. Kenapa? Kenapa kamu tega? Jika memang ingin pergi, kenapa tidak pergi saja? Kenapa harus memberiku harapan untuk bisa kembali bertemu denganmu, hah?" Kalandra mencecar Naraya dengan banyak pertanyaan, bahkan tanpa sengaja membentak gadis itu begitu keras.

Bola mata hitam Naraya sedikit berkaca, kini kelopak matanya mulai menggenang, bahkan bulu-bulu mata mulai terlihat terkena tetesan air. Ia mengatupkan bibir, sedikit menunduk agar tak menangis.

"Maaf jika sudah mengecewakanmu, tapi aku benar-benar tak bisa kembali," lirih Naraya, sedikit memalingkan wajah tapi masih dengan menunduk.

Kalandra kesal karena hanya kata maaf yang terlontar dari bibir mungil gadis di hadapannya itu. Ia mengapit dagu Naraya, serta membuat gadis itu sedikit mendongak menatap padanya.

Naraya masih melihat tatapan penuh amarah di mata Kalandra. Pandangannya sedikit kabur karena air mata sudah menutup netranya.

"Kamu tidak ingin menjelaskan padaku? Aku ingin sebuah penjelasan, bukan permintaan maaf. Jika kamu hanya diam, maka jangan salahkan aku kalau menahanmu selamanya!" ancam Kalandra, menatap dua bola mata Naraya bergantian.

"Aku benar-benar tidak bisa kembali, Al. Aku yang ingin melupakan kalian." Naraya tiba-tiba menangis, memejamkan mata karena air mata mulai tumpah membasahi pipi.

Kalandra cukup terkejut melihat Naraya menangis, apalagi saat mendengar gadis itu berkata ingin melupakan dirinya. Namun, Kalandra sangat hafal dengan sifat gadis itu. Naraya takkan menangis jika memang dirinya benar. Kalandra menebak jika gadis itu berbohong padanya.

"Kamu ingin melupakanku? Oke, tapi sayangnya aku tak berniat melupakanmu. Aku menyukaimu sejak dulu, tapi kamu malah menghilang tak memberiku kabar, membuatku sakit hati, Nira." Kalandra akhirnya mengungkapkan perasaanya selama ini.

Naraya terkesiap dan langsung membuka mata. Tangisnya seketika berhenti dan kini menatap pada pemuda yang tak mengalihkan pandangan dari wajahnya meski hanya satu detik. Ia tak menyangka jika Kalandra menyukainya, apa itu rasa suka karena mereka pernah menjadi saudara, atau rasa suka antara seorang pria kepada wanita.

"Al," lirih Naraya dengan mata masih berkaca.

"Takkan aku biarkan kamu melupakanku, jika bisa aku akan melakukan hal yang takkan pernah bisa kamu lupakan. Hingga setiap waktu, detik, menit, dan hari, kamu akan selalu teringat padaku. Aku takkan melepasmu Anira, takkan lagi."

Naraya sangat terkejut dengan ucapan Kalandra, tak tahu maksud dari setiap kata yang terlontar dari bibir pemuda itu. Hingga Kalandra tiba-tiba menyentuhkan bibir mereka, memagut dan mengulum bibir mungil Naraya berulangkali.

"Aku akan mengikatmu, membelenggu hingga kamu takkan bisa lari lagi."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nafasal
wah, Kalandra tipe tsundere ya.. suka aku...
goodnovel comment avatar
aniek mardiana
semoga bahagia ada bersama mu ya na
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status