Share

Pesona sang Biduan
Pesona sang Biduan
Author: alfatihsronan

Pesona Tiara

"Sampai kapan engkau akan terus seperti itu merebahkan tubuhmu seakan engkau sedang letih, seolah kau tidak berdaya bangkitlah engkau dari kemalasanmu."

"Lihatlah keluar Mahasurya yang cerah itu mengejekmu, setiap hari ia membangunkanmu tapi kau seakan tidak peduli."

"Ia mengejekmu bahkan kau tidak pernah berani berjalan di bawah sinarnya." 

"Bangunlah sampai kapan kau terus mengutuk nasibmu?" 

"Hahh ...  ya Tuhan, aku mimpi lagi!?" Tiara menggumam dalam hatinya, mengapa mimpi itu selalu saja datang seakan sudah menjadi teman dalam tidurnya.

Matahari sudah meninggi sinarnya begitu terik, terdengar teriakan ibunya, "Tiara bangun sekarang sudah jam berapa!?" Seketika teriakan ibunya membuat buyar mimpinya dan menghilangkan rasa kantuknya.

"Ayo bantu belikan Ibu minyak goreng ke warung!" Sahut ibu Tiara dari dapur yang masih tengah sibuk menyiapkan hidangan siang untuk mereka.

Tiara meregangkan kedua tangannya membuang rasa malas yang setia menemaninya beberapa tahun belakangan ini.

"Iya Bu tunggu!, aku membereskan kamar dulu," Tak lama Tiara segera berangkat ke warung.

Tiara berjalan menyusuri gang di bawah terik matahar yang seolah membakar wajah mulusnya itu, tubuhnya yang molek 'nan indah melenggang melintasi pangkalan ojek.

"Hai Tiara mau kemana?" Seru para pengemudi ojek, "Hai Bang ini mau kewarung beli pesanan Ibu."

"Gak mau abang antar 'neng?" Tambah mereka lagi, "Gak 'usah bang dekat 'kok disitu," jawab Tiara sambil berlalu dari mata binal pars pria di pangkalan ojek.

Tiara saat ini hanya hidup berdua dengan ibunya, bu Ratri pedagang kue keliling serta menyambi menjadi kuli setrika di laundry milik seorang pengusaha sukses.

Ayahnya sudah tiada, tragedi memilukan lima tahun yang lalu merenggut nyawa ayah dan dua orang kakaknya, saat itu usianya masih dua puluh tahun, Itulah yang membuat mereka hidup kekurangan sekarang ini.

Ibunya seorang yang menopang hidup mereka.

"Bukde beli minyak goreng nya seliter!"

"Itu aja neng, minyak goreng saja?, yang lain?" 

"Iya Bukde itu saja 'sih pesanan Ibu di rumah."

"Kamu sekarang kerjanya apa Tiara?" tanya bukde Mayang kepada Tiara.

"Gak ada bukde, ... aku sekarang masih sedang mencari kerja."

"Kamu mau enggak jadi biduan?" tanya bukde Mayang lagi.

"Nyanyi di panggung-panggung maksud bukde?"

"Iya, kamu 'kan pinter 'nyanyi suaramu bagus cantik lagi," Puji bukde Mayang.

"Adik bukde seorang pimpinan organ tunggal dia sedang mencari penyanyi sekarang," Tambah bukde Mayang.

"Bayarannya tiap sekali manggung lumayan loh 'Ra, biar kamu bisa meringankan sedikit beban Ibumu kasihan dia, gimana?"

"Iya aku mau bukde, tapi ...." Tiara terdiam sejenak mengaburkan wajahnya yang tadi antusias.

"Kamu mau ijin dulu ke Ibu kamu itu 'kan yang kau maksud?, iya kalau di ijinkan nanti sore bukde antar kamu ke sana."

Setelah berpamitan Tiara segera berjalan cepat mengambil arah yang berbeda sebuah jalan pintas untuk cepat sampai ke rumah.

Ia tak sabar ingin menyampaikan berita gembira itu kepada Ibunya dan mungkin itu membuat ibunya senang.

Tak hentinya gadis itu tersenyum, binar bahagia terlihat begitu jelas di matanya yang indah, begitu senangnya ia mendapat berita itu dari bukde Mayang si pemilik warung langganannya.

"Bu ... Ibu di mana!?" seru Tiara, "Kenapa Tiara? Ibu di sini di dapur."

"Bu aku punya kabar gembira untuk Ibu, tau enggak tadi di warung bukde Mayang Tiara mendapat tawaran pekerjaan," ucapnya menggebu-gebu.

"Kerjaan apa Nak!?" Tanya Bu Ratri penasaran dengan pekerjaan yang di maksud.

"Menjadi biduan bu, kata bukde Mayang penghasilan sekali manggung lumayan 'loh."

"Biar aku bisa membantu Ibu, apalagi sejak bapak tidak ada, ibu sendirian mencari nafkah, membanting-tulang."

"Ibu mengijinkan aku 'kan?" desak Tiara dengan memberi setengah senyumnya. 

"Ibu senang mendengar kamu, tapi Tiara tidak 'kah kau lihat sekarang ini biduan itu seperti pekerjaan yang hanya mempertontonkan lekuk tubuh mereka di depan lelaki," terang ibunya, "Kamu masih muda 'Nak, kamu seharusnya kuliah, belajar yang baik, kok malah ingin kerja?"

Menjadi biduan sekarang ini tak ubahnya seperti ajang untuk mengumbar nafsu kepada kaum lelaki yang gila akan hiburan diluaran rumah. 

"Tapi Bu, percayalah Tiara bisa menjaga diri, Tiara akan selalu mengingat pesan ibu dan almarhum bapak."

"Ibu cukup doakan aku saja, semoga aku sukses dan bisa membuat Ibu bahagia." Imbuh Tiara meyakinkan ibunya.

"Ibu akan selalu mendoakan kamu Nak." Tiara memeluk Ibunya, pelukan yang erat tidak seperti biasanya, ada rasa yang begitu dalam, mengiba.

Ia tidak tega melihat Ibunya sering menjadi cibiran orang-orang bahkan juga tetangganya.

Karena kehidupan mereka yang serba kekurangan dan hutang yang belum juga bisa mereka lunasi, tidak terasa bulir-bulir air matanya menetes membasahi pipinya yang putih mulus.

Tiara terisak di pelukan Ibunya, seorang Ibu yang sedikit pun tidak pernah mengeluh, ia begitu tegar berdiri berjuang untuk menghidupinya.

"Tapi ... Tiara!, apa kamu bisa bekerja sebagai biduan?" 

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Rindu_25ummu
hehehehe iya mata buaya
goodnovel comment avatar
Olive PJ
Semangat Tiara
goodnovel comment avatar
Damita palullungan
......iyyaa sih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status