Setelah tangisnya sedikit reda Tiara bersiap-siap ke rumah bukde Mayang yang berjanji akan mengantarkan Tiara ke rumah adiknya, pimpinan organ tunggal itu.
Rambutnya yang sebahu di biarkan saja terurai menambah kesan perempuan banget dalam dirinya, hari itu sudah beranjak sore matahari perlahan menuju ke peraduannya.
Tiara dan bukde Mayang baru saja sampai ke rumah adiknya, rumah itu begitu luas di teras samping rumah terlihat begitu banyak peralatan panggung, sound sistem serta beberapa peralatan lainnya terlihat oleh Tiara di sana.
"Ayo masuk Tiara." ucap bukde Mayang yang melihat Tiara sedang memperhatikan peralatan musik itu satu-persatu.
Di dalam rumah masih banyak juga peralatan panggung yang tersusun rapi, sepertinya adik bukde Mayang adalah pemimpin organ tunggal yang sudah besar dan terkenal.
Bukde Mayang mengenalkannya pada Erwin adiknya, pimpinan organ tunggal yang akan menjadi bos Tiara.
Dan melihat Tiara, Erwin tak hentinya memandangi wajah gadis cantik itu matanya yang liar mengerayangi setiap lekuk tubuhnya.
"Bagaimana Erwin?, kapan Tiara bisa mulai bernyanyi?" Tanya bukde Mayang.
"Secepatnya!, pasti! ... tenang saja saya akan mengatur semuanya dan mengenai pembayaran pastinya memuaskan."
"Bagaimana Tiara?, kamu sudah mendengarnya sendiri 'kan?" Tiara hanya mengangguk tanda ia menyetujuinya.
"Baiklah kalau begitu, aku dan Tiara pamit pulang." Bukde Mayang dan Tiara meninggalkan rumah Erwin adiknya pimpinan organ tunggal pelangi.
Dalam perjalanannya pulang bukde Mayang terus-menerus mengingatkan Tiara jika menjadi biduan organ tunggal tidak semudah yang ia bayangkan.
Ada banyak hambatan yang harus di hadapinya.
Ia dulunya juga adalah seorang biduan dan penyanyi organ tunggal milik orang tuanya, itulah yang kini di warisi oleh adiknya Erwin hingga sekarang.
"Tiara menjadi biduan itu ribet, kamu harus sanggup dan siap menghadapinya," ucap bukde Mayang menjelaskan.
"Maksud bukde ribet bagaimana?" tanya Tiara penasaran.
"Ya ribet saja, mulai dari persaingan dengan sesama penyanyi, bertemu dengan banyak orang yang lebih banyak dari mereka adalah laki-laki, mereka tidak hanya menikmati lagu kita tetapi sekaligus menikmati bentuk tubuh kita diatas panggung."
"Belum lagi jika mereka mabuk, mereka kadang memberikan sawer ke kita dengan tidak sadar."
"Belum lagi cibiran orang orang tentang pekerjaan menjadi biduan, yang sampai saat ini banyak orang menganggap itu sebagai pekerjaan yang hanya mempertontonkan aurat saja." Imbuhnya lagi.
Tiara baru tersadar ternyata ada resiko besar yang menunggu, yang akan di hadapinya dari bekerja sebagai biduan.
Namun baginya bagaimanapun resikonya ia harus kuat menghadapinya ada harapan yang tidak boleh dipatahkan dan tujuan yang harus dicapainya.
Hari itu langit kembali terlihat cerah, dua hari setelah pertemuannya dengan Erwin, hari itu Tiara mendapat job manggung pertamanya.
Jam empat sore jadwal yang telah di sampaikan Erwin kepadanya, kalau ia akan ikut bernyanyi di panggung dalam sebuah acara, "Tiara hari ini kamu siap-siap ya, jam empat sore ada job untuk kamu, sampai bertemu di lokasi."
"Iya Om, terima kasih, saya akan bersiap siap." Tiara bersorak riang mendapat job pertamanya sebagai biduan, ibunya yang belum pulang sejak tadi siang membuat rasa senangnya menjadi buyar seketika mengingat Ibunya, ia menjadi khawatir.
Tak lama berselang sosok yang di khawatirkan terlihat dari balik pintu, "Ibu dari mana kenapa lama?"
Dengan nafas yang belum teratur Bu Ratri menyampaikan ke Tiara, "Ibu tadi mampir dulu kerumah pamanmu."
"Untuk apa Ibu kesana, mereka sudah membuang Ibu dan menganggap Ibu bukan saudara mereka lagi."
Tiara meradang, amarahnya tersulut mendengar apa yang di katakan bu Ratri baru saja.
"Mereka seperti itu karna ibu miskin sedangkan mereka hidup serba berkecukupan tidak seperti kita."
Air mata Tiara tak dapat di bendungnya, bentuk kecewa terhadap ibunya yang diperlakukan tidak adil oleh pamannya sendiri.
"Tiara kamu tidak boleh seperti itu Nak!, bagaimanapun mereka itu adalah pamanmu, saudara almarhum ayahmu, keluarga kita," Bu Ratri mencoba menenangkan Tiara.
"Tidak Bu, Tiara tidak seperti Ibu, Ibu yang selalu sabar menghadapi mereka menganggap mereka keluarga Ibu tapi mereka memperlakukan Ibu layaknya sampah, aku tidak menerima ibu diperlakukan seperti itu." Tiara hanya bisa menangis menahan amarahnya.
Perempuan paruh baya itu hanya bisa terdiam ia sangat paham apa yang dirasakan oleh Tiara, anaknya, Ia pun mencoba mengalihkan topiknya, "Tiara bagaimana dengan bukde Mayang apa dia belum mengabari kamu?"
"Sudah Bu, tadi aku menerima telepon dari om Erwin katanya, 'aku dapat job menyanyi hari ini' bagaimana?, ... Ibu senang kan?"
"Apapun yang membuatmu bahagia, pasti ibu juga turut senang Tiara," jawab Bu Ratri dengan senyum haru, tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.
Suasana hati Tiara kembali menjadi tenang, sebelum berangkat ke lokasi tempatnya menyanyi Tiara sudah berdandan, sesekali ia melirik dirinya di depan cermin memastikan tidak ada yang kurang dalam penampilannya yang perdana.
"Bagaimana penampilanku bu?" Tanya Tiara kepada ibunya, "Sungguh kau terlihat sangat cantik Tiara."
Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, Tiara telah menjelma menjadi wanita cantik, kulitnya yang putih dan kemolekan tubuhnya membuat setiap pria yang melihatnya rasanya tak 'kan berpaling.
Setelah memastikan semuanya siap ia pamit dan berangkat dengan ojek di pangkalan, "Neng Tiara kelihatan sangat cantik hari ini, wangi lagi mau kemana?"
"Cepat Bang!, hari ini saya ada job bernyanyi!!" seru Tiara dan menyuruh bang ojek bergegas, "Neng Tiara sekarang jadi artis?"
"Bukan, ... saya biduan bang, biduan organ tunggal jelas!, dari tadi nanya melulu deh," ucap Tiara kesal.
Hanya butuh lima menit ditempuh ia sudah tiba disana, Erwin 'sang pimpinan sudah menunggunya di sana suasana sudah terlihat meriah beberapa rekannya juga sudah ada di sana.
"Hai Tiara, sungguh cantik!" Sambut Erwin dengan senyum buayanya, "Maaf om saya sedikit telat."
"Aduh Tiara, ... jangan panggil om 'dong, apa aku kelihatan begitu tua? panggil saja Bang, bang Erwin bukankah kedengaran lebih bagus?" ucap Erwin bersama kedipan mata genitnya ke arah Tiara.
"Tiara kamu siap-siap, ayo kamu bisa duduk di situ," Menunjuk ke arah beberapa rekannya yang duduk berderetan di sisi panggung.
"Kenalkan ini Tiara, mulai sekarang ia penyanyi disini," Erwin mengenalkan Tiara pada biduan yang lain.
Dan penampilan pertamanya di hari itu sungguh membuat penonton takjub dan penampilannya yang pertama mampu ia lakukan dengan baik.
***
Tiara kembali menyiapkan semua peralatan riasnya didalam tas yang akan dibawanya saat manggung. Hari itu ia akan mengisi satu acara lagi, biduan baru seperti dirinya belum mendapat banyak Job di bandingkan dengan biduan yang sudah lama atau senior. Penghasilan dan honornya pun juga berbeda, kecuali menemukan penonton sawer. Di antara waktu sela, menunggu giliran naik panggung Tiara tengah asyik mengobrol dengan salah satu biduan di sampingnya. "Mba sudah lama jadi biduan?" Tanya Tiara kepada temannya sesama biduan. Ia mengenakan pakaian yang sangat minim dan terbuka di banding Tiara yang biasa saja, belahan ke dua bukit kembarnya menyembul jelas, membangkitkan birahi siapa saja pria berotak mesum yang melihatnya. "Iya sekitar dua tahun semenjak saya berpisah dengan suami saya." "Maaf ya mba, mba sering dapat sawer dari penonton?" tanya Tiara lagi yang ingin tahu lebih banyak tentang biduan. "Sering 'sih lumayan untuk tambahan honor. kita." "Biduan dengan goyangan yang erotis d
"Tiara dua hari lagi kita ada panggilan manggung diluar kota ya, siapkan perlengkapan kamu kita mungkin akan menginap semalam disana, dua hari lagi aku kabari kembali," ucap Erwin pada Tiara melalui telepon. "Iya bang tapi saya harus ijin dulu ke Ibu saya." "Ibumu pasti mengijinkan kamu, honornya besar Loh." "Orang ini kepedean banget!" Gumam Tiara dalam hati. Sebenarnya hati Tiara tengah bimbang, apakah ia harus menolak tawaran manggung itu atau kah ikut saja, ibunya pasti tidak memberinya ijin, apalagi ia tahu kalau itu di luar kota. Di selimuti kebimbangan Tiara ingin mengabari Dewi perihal job manggung itu, bagaimanapun juga jika Dewi yang sudah dikenalnya ikut dalam job itu ia bisa sedikit lega. "Selamat pagi mba, mba Dewi ikut 'kan job manggung di luar kota itu?""Selamat pagi Tiara.""Saya belum dapat kabar dari Erwin soal job itu, 'kok aku 'gak tahu ya?""Iya Mba katanya sih dua hari lagi, ok ya mba aku mau kasih tahu itu saja ke mba." Tiara menutup panggilan teleponnya.
Tubuh Tiara bergidik mengingat kejadian di panggung malam itu, hampir saja kokohnya bukit kembar miliknya ternodai pria mesum. Tak bisa dibantah dua buah bukit kembar miliknya memang sangat menarik di mata lelaki manapun termasuk pria yang mabuk malam itu. Obrolannya kemarin dengan Mba Dewi akhirnya terjadi padanya, persepsi orang-orang tentang biduan memang tidak sepenuhnya benar tetapi juga tidak salah bahwa mereka menjadi objek mesum pria pencari hiburan dan kenikmatan sesaat. Ditengah rasa jenuh dirumah, panggung biduan menjadi pelampiasan mata yang haus dengan tubuh molek mereka. Tiara yang tengah memikirkan kejadian itu dikejutkan ibunya, "Tiara, dengan kejadian yang kau alami kemarin, apakah tidak sebaiknya kamu berhenti dan mencari pekerjaan lain saja?" "Aku harus bekerja apa Bu, mencari pekerjaan situasi sekarang ini susah." "Malah banyak orang orang yang bekerja di PHK dan tidak dipekerjakan lagi." "Bukankah almarhum Ayah pernah bilang, 'kendatipun terjal kita harus m
Sudah beberapa hari Tiara hanya mengurung diri di rumah, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya bernyanyi. Dikepalanya terus terngiang ucapan bukde Mayang, "kalau menjadi biduan itu repot, apalagi omongan-omongan orang terhadapnya." Dewi entah sudah beberapa hari ini datang berkunjung, sekedar ngobrol bersama dan menghiburnya, Dewi dan Tiara sudah merasa semakin akrab sejak kejadian malam itu, Dewi sangat tahu bagaimana yang dirasakan Tiara sekarang. "Tiara kamu yang sabar ya sayang, mereka itu hanya merasa iri sama kamu, apa kamu 'gak pernah kepikiran untuk kembali bernyanyi?" "Saya masih mau bernyanyi sih, tapi bagaimana saya harus kembali ketempat yang seperti itu mba?, aku merasa tidak cocok di sana, dengan suasana yang seperti itu," ungkap Tiara. "Iya sih, kamu masih muda Tiara perjalanan kamu masih panjang kalau aku sih bisanya hanya bernyanyi saja." "Iya mba, terima kasih sudah begitu perhatian dengan saya." Tiara senang dengan pekerjaannya sebagai biduan tapi ia
Begitu banyak cobaan hidup untuk Tiara, belum hilang dari ingatannya bagaimana Erwin memperlakukannya, kini muncul lagi perlakuan yang tidak senonoh pada dirinya. Percobaan pemerkosaan yang masih menyisakan trauma besar dalam dirinya. Dewi yang bersamanya saat itu merasa sangat bersalah atas kejadian yang terjadi pada tiara, bagaimanapun ia yang mengajak Tiara ketempat itu, sahabat-sahabatnya pun demikian, menaruh prihatin yang sangat besar kepadanya. "Tiara kamu sudah mengalami banyak kejadian yang seperti itu, kamu berhenti saja cari pekerjaan yang lain," ucap Frida menasehatinya. "Gak apa-apa Ra, aku akan coba mencari pekerjaan untukmu," Sambung Frida lagi. "Sepertinya kamu butuh hiburan Tiara, gimana kalau Minggu depan kita ke puncak bareng anak-anak gimana?" "Maaf ya Frida, Melisa dan Jenny, aku sudah banyak merepotkan kalian semua." "Tiara, jangan berkata seperti itu kita sahabat kamu dan akan selalu begitu, selalu ada dan mendukungmu." Aku ada rencana akhir pekan ini, b
Awan mendung bergelayut menyelimuti kota Lubrica, pertanda sebentar lagi akan turun hujan, pantas saja udara malam tadi begitu panas. Tiara bergegas mengambil beberapa potong pakaian yang sudah dijemurnya tapi hanya separuh kering saja, semua pakaian sudah dirapikan, saatnya Tiara untuk mengerjakan sebagian pekerjaan ibunya, berbelanja bahan kue. Sebelum hujan turun ia pun bergegas ke warung Bukde Mayang, hanya warung itu saja yang terdekat yang menjual bahan kue lebih lengkap dibandingkan warung lain, karna jika harus membeli ke supermarket jaraknya lumayan jauh dan itu mengeluarkan ongkos yang lebih banyak. "Bukde, ini bahan pesanan ibu," ucap Tiara sambil memberikan secarik kertas berisi daftar belanjaan bahan kue. "Tiara kamu dari mana saja kok Bukde baru liat kamu?" "Saya baru dari puncak liburan sama teman-temanku." "Bukan itu maksud Bukde, kamu berhenti nyanyi sudah lama?" tanya bukde Mayang penasaran. "Oh ... Itu Bukde, 'gak juga sih baru aja," jawab Tiara datar, tidak
Tiara resah dengan sisa utang yang harus mereka bayarkan, "Ibu, dari mana ibu mendapatkan uang untuk membayar utang itu?""Sabar nak, ibu akan berusaha mencari pinjaman dulu.""Apa!, ... ibu mau mencari pinjaman lagi untuk membayar utang itu?, bagaimana kita bisa terbebas dari utang bu kalau seperti itu terus.""Jadi, Ibu harus bagaimana Tiara?, sedangkan kamu belum bekerja."Tiara hanya terdiam, hari perjanjian pembayarannya dengan Rustam tersisa tiga hari lagi sedangkan mereka belum mendapatkan uang sedikitpun."Ya tuhan, aku memang tidak berguna, hal seperti ini saja aku tidak bisa membantu ibu," gumam Tiara dalam hati.Ditengah kegalauannya Tiara berniat untuk meminjam uang kepada Erwin mantan bosnya, tapi sebelum ia melaksanakan niatnya Tiara ingin meminta pendapat ibunya terlebih dulu. "Bu, bagaiamana kalau aku minta pinjaman ke Bang Erwin saja?""Jangan Tiara, kamu gak usah berhubungan dengan dia lagi, Ibu tidak mau terjadi hal-hal yang seperti kemarin.""Sudahlah, Ibu yang aka
Malam itu Tiara menyampaikan kepada ibunya bahwa pertemuan tadi sore di cafe adalah pertemuannya dengan pemilik cafe dan mulai besok ia sudah bisa bekerja.Yang membuatnya dirinya sekarang risau adalah bagaimana dengan pinjaman yang harus dibayarkan besok, "Bu bagaimana dengan pinjaman kita sama si Rustam yang harus dibayar besok?""Sudah, kamu tidak perlu risau masalah itu, ibu sudah siapkan uangnya.""Ibu sudah siapkan?, Ibu dapat pinjaman dari mana?" tanya Tiara."Ibu dapat pinjaman dari Bos Ibu di tempat Laundry.""Syukurlah kalau begitu, nanti kalau aku udah gajian, biar aku yang bayar.""Ya sudah kamu kerja aja yang baik, tabung uangmu Ibu masih bisa membayarnya sedikit-sedikit hasil dari ibu jualan kue."Seorang Ibu walaupun itu berat baginya, ia akan selalu berusaha kuat di depan anaknya seakan semua bisa diatasinya dan semua baik-baik saja.Masih pagi buta, Tiara terlihat sudah beres-beres rumah setelah itu membantu membuat adonan kue untuk ibunya. "Tiara sudah, biar ibu yan