Tiara resah dengan sisa utang yang harus mereka bayarkan, "Ibu, dari mana ibu mendapatkan uang untuk membayar utang itu?"
"Sabar nak, ibu akan berusaha mencari pinjaman dulu.""Apa!, ... ibu mau mencari pinjaman lagi untuk membayar utang itu?, bagaimana kita bisa terbebas dari utang bu kalau seperti itu terus.""Jadi, Ibu harus bagaimana Tiara?, sedangkan kamu belum bekerja."Tiara hanya terdiam, hari perjanjian pembayarannya dengan Rustam tersisa tiga hari lagi sedangkan mereka belum mendapatkan uang sedikitpun."Ya tuhan, aku memang tidak berguna, hal seperti ini saja aku tidak bisa membantu ibu," gumam Tiara dalam hati.Ditengah kegalauannya Tiara berniat untuk meminjam uang kepada Erwin mantan bosnya, tapi sebelum ia melaksanakan niatnya Tiara ingin meminta pendapat ibunya terlebih dulu."Bu, bagaiamana kalau aku minta pinjaman ke Bang Erwin saja?"
"Jangan Tiara, kamu gak usah berhubungan dengan dia lagi, Ibu tidak mau terjadi hal-hal yang seperti kemarin.""Sudahlah, Ibu yang akan mencoba mencari pinjaman.""Ibu, Tiara minta maaf ya.""Tidak apa apa nak, ibu yakin suatu saat kamu juga pasti bisa membantu dan membuat ibu bahagia."Seharian Tiara dan ibunya berkeliling mencari pinjaman untuk membayar utang yang sisa dua hari lagi dari masa perjanjian bayar.Ditengah kerisauan mereka malam itu, dering ponsel Tiara memecah kesunyian dalam rumah, sebuah panggilan dari Frida sahabatnya."Halo Tiara!" ucap Frida dari balik telpon."Besok sore kamu bisa kerumah gak?, mamaku akan mengenalkan kamu dengan seorang bos pemilik cafe.""Pulang kuliah aku ke rumah jemput kamu, kamu jangan kemana-mana.""Daahh Tiara, sampai ketemu besok," Tiara bertanya tanya dalam hati, "Apakah Mamanya Frida sudah mendapatkan pekerjaan untuknya, semoga saja panggilan ini adalah sebuah pertanda baik untuknya," Harap Tiara dalam hati."Telpon dari siapa Tiara?" Tanya ibunya melihat Tiara melamun setelah menerima telepon dari Frida."Telepon dari Frida Bu, katanya 'besok saya harus kerumahnya' diminta sama Mamanya Frida.""Mamanya mau mengenalkan saya dengan seorang pemilik cafe.""Kamu diajak kerja di cafe, nyanyi lagi?" Ibu Tiara kaget mendengar bahwa Tiara akan bekerja di Cafe."Belum pasti juga sih bu, semoga saja ini kabar yang baik." Kata Tiara.Jam empat sore setelah pulang dari kampus Frida pun menjemput Tiara di rumahnya, mereka berdua langsung menuju cafe di sana sudah menunggu mamanya dan pemilik Cafe itu.
"Frida kita mau ke mana, kok jalannya tidak menuju rumah kamu?"
"Tiara!, kita langsung ke cafe saja, di sana sudah ada mama menunggu."Mobil Frida melaju membelah keramaian kota Lubrica menuju ke sebuah cafe yang terletak di pusat kota.Sekitar hampir lima menit perjalanan, mereka sudah tiba di parkiran sebuah cafe yang ramai berlantai dua, mobil sedan berwarna pink cerah itu berhenti.
Frida dan Tiara keluar dari dalam mobil dan segera masuk ke dalam cafe
"Mama dimana ya?, Tiara kita cari mama dulu," Ajak Frida kepada Tiara yang terlihat kagum dengan ramainya cafe itu.Ada bartender yang menyediakan berbagai macam minuman, tampak di depannya ada sebuah panggung seperti untuk live musik.
"Tiara ayo!!" Seru Frida yang melihat Tiara masih saja mematung di depan panggung itu."Oh iya maaf," Tiara tersipu malu.Mereka berdua kemudian melanjutkan langkahnya kelantai dua mencari-cari dimana mamanya berada."Halo, mama di mana?, aku sekarang di Cafe sama Tiara.""Mama ada di lantai dua, di ruang VIP."
"Oh pantas 'gak kelihatan, padahal saya sudah di lantai dua sekarang, ok aku ke sana dengan Tiara."
Frida dan Tiara mencari ruang VIP dimana tempat Mamanya menunggu, dilantai dua cafe itu terdapat beberapa ruang VIP yang disediakan untuk pengunjung atau keluarga yang ingin bersantai dengan cara mereka sendiri.
"Mas, ruangan VIP delapan di sebelah mana?"
"Vip delapan di sana, sebelah kanan lurus saja dari sini."
Mereka bertanya kepada seorang waiters kemudian Frida dan Tiara langsung menuju ruang Vip delapan.
"Mari silahkan masuk," ucap pemilik cafe sambil mempersilahkan masuk Tiara dan Frida.
"Ini Frida anak saya dan Tiara sahabatnya," Kata mamanya Frida mengenalkan Tiara dengan pemilik cafe, pemilik cafe itu seumuran dengan Mamanya Frida pakaiannya biasa saja namun terlihat elegan.
"Pemilik cafe ini memang kaya hanya saja ia kelihatan sombong," gumam Tiara dalam hatinya.
"Oh maaf, mama lupa ini Pak Gilbert salah satu pemilik cafe ini, mama sudah bicara dengannya beliau mau menerima Tiara bekerja di sini."
"Bagaimana Tiara?, kamu siap bekerja di sini 'kan?"
Tiara hanya mengangguk menanggapi pertanyaan mamanya Frida, ia merasa sedikit canggung di depan pak Gilbert.
Melihat muka pak Gilbert, Frida dan Tiara hanya banyak terdiam di depan pemilik cafe itu.
"Mungkin sebaiknya pak Gilbert saja yang menjelaskan seperti apa pekerjaan Tiara di sini," ucap mamanya Tiara berbicara den pak Gilbert.
"Baik, kamu di sini saya pekerjakan sebagai penyanyi pengisi musik live, dan bayaran kamu dihitung sekali penampilan kamu, setelah kontrak kamu tanda tangani kamu bisa bekerja mulai besok."
"Jangan lupa sebelum kamu pulang, simpan nomor kontak kamu di resepsionis, dan saat datang besok, terlebih dulu kamu harus keruangan Erik."
"Kalau semuanya sudah jelas, bu saya mau permisi dulu, saya ada urusan lain," kata pak Gilbert mengakhiri percakapannya.
"Iya, terima kasih pak Gilbert."
Baiklah saya permisi, pria tambun itu pun berlalu dari hadapan Tiara, Frida dan mamanya.
"Ma, ... kok om Gilbert itu kayaknya sedikit sombong dan matanya agak nakal kalau melihat kita."
"Hussf, ... Frida apaan sih!"
Malam itu Tiara menyampaikan kepada ibunya bahwa pertemuan tadi sore di cafe adalah pertemuannya dengan pemilik cafe dan mulai besok ia sudah bisa bekerja.Yang membuatnya dirinya sekarang risau adalah bagaimana dengan pinjaman yang harus dibayarkan besok, "Bu bagaimana dengan pinjaman kita sama si Rustam yang harus dibayar besok?""Sudah, kamu tidak perlu risau masalah itu, ibu sudah siapkan uangnya.""Ibu sudah siapkan?, Ibu dapat pinjaman dari mana?" tanya Tiara."Ibu dapat pinjaman dari Bos Ibu di tempat Laundry.""Syukurlah kalau begitu, nanti kalau aku udah gajian, biar aku yang bayar.""Ya sudah kamu kerja aja yang baik, tabung uangmu Ibu masih bisa membayarnya sedikit-sedikit hasil dari ibu jualan kue."Seorang Ibu walaupun itu berat baginya, ia akan selalu berusaha kuat di depan anaknya seakan semua bisa diatasinya dan semua baik-baik saja.Masih pagi buta, Tiara terlihat sudah beres-beres rumah setelah itu membantu membuat adonan kue untuk ibunya. "Tiara sudah, biar ibu yan
Dengan wajah yang tampak tidak bersemangat Tiara duduk di teras rumahnya, ia sedang menunggu ibunya pulang dari pekerjaannya seperti biasa menjajakan kuenya. Tiara kesal dihari pertama bekerja yang ia seharusnya bersemangat namun malah harus mengalami situasi yang kurang mengenakkan. Lagi-lagi semua tidak berjalan mulus seperti apa yang ia harapkan, dalam keadaan hatinya yang berbalut jengkel, di tengah perasaan dongkolnya ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Frida sahabatnya,."Halo cantik kamu lagi dimana sekarang?" "Aku di rumah aja nih, kenapa Frid?" jawab Tiara. "Loh kok di rumah? Kamu sudah mulai kerja di cafe kan hari ini?" ujar Frida merasa heran dengan keberadaan Tiara. "Iya seharusnya begitu tapi aku kesal sama bos pemilik cafe itu aku disuruh pulang katanya, nanti jam tujuh malam baru job aku mulai." Tiara mendengus. "Oh hampir lupa. Iya, Tiara kamu disana 'kan nyanyi mana ada live musik di cafe siang-siang begini."
Di cafe, Tiara tampil dan bernyanyi layaknya sang primadona yang telah ditunggu-tunggu penggemar beratnya. Raut berseri-seri tampak puas terlihat di wajah para tamu cafe yang datang Bukan hanya karna kepiawaiannya dalam bernyanyi, tapi wajah cantik, bentuk tubuh yang indah, serta balutan gaun ketat yang dipakai membuatnya lebih memikat di mata pemandangnya, termasuk Erick si pemilik cafe. Namun, ketertarikannya sepertinya masih disembunyikan. Dia berusaha mengalihkan rasa tertariknya pada gadis itu dan berpura-pura tidak peduli ketika Tiara diberikan pujian oleh beberapa tamu cafe. "Keren 'deh pokoknya kamu malam ini tampil luar biasa sayang," ucap Frida begitu mereka bersiap-siap untuk pulang bersama setelah selesai bernyanyi. "Terima kasih, ya. Kalian semua sudah datang. Semuanya, terima kasih! Sahabat-sahabatku, kalau bukan karena kalian, aku tidak akan tampil dengan baik dan sesemangat ini." Mereka berjalan menuju parkiran cafe tempat mobil Frida berada. "Hebat ... hebat! K
Perlahan, Bu Ratri berjalan menuju kamar Tiara dan membuka pintu kamar anaknya itu. Dia tau kalau Tiara sangat lelah, namun ia harus membangunkannya agar ia bisa menjajakan kuenya. Meskipun hanya berjualan kue, namun itulah pekerjaan yang ia lakukan beberapa tahun terakhir untuk bisa bertahan hidup bersama Tiara. "Tiara bangun, Nak. Ibu mau berangkat. Hei ... ayo bangun," bisik bu Ratri membangunkan Tiara yang masih tengah tertidur pulas. "Hmmm ... Ibu. Aku masih ngantuk karena semalam pulang larut." "Iya. Ibu tau, tapi kamu harus bangun dulu. Ibu mau berjualan." "Sekarang jam berapa Bu?" tanya Tiara sambil mengusap matanya yang sulit untuk terbuka. "Jam delapan. Ayo bangun dan cuci muka kamu dulu. Ibu sudah siapkan sarapan untuk kamu di atas meja." "Hahh ... Oh, Tuhan! Tiara liat muka kamu ... kamu belum membersihkan wajahmu dari semalam. Lihat sisa dandananmu sudah menor seperti itu!" seru Bu Ratri sambil mengusap wajah Tiara
Tiara baru saja menanggalkan baju saat ponselnyatiba-tibaberdering. "Halo, Tiara!" sapa Pak Erick, bosnya segera setelah perempuan itu mengangkat teleponnya. "Iya Pak! Maaf, Pak soal kemarin saya ... " Belum selesai Tiara bicara, Erik menyela, "Besok sore, saya tunggu kamu di lobi hotel merkuri. Kemarin, saya ada urusan yang lain. Jangan lupa dan jangan sampai telat lagi!" imbuhnya singkat lalu menutup panggilan. "Tidak sopan! Haruskah seperti itu jika menjadi orang kaya? Hanya ia yang ingin didengarkan!" Tiara mendengus karena kesal. "Bang, cepat sedikit, dong! Saya buru-buru, 'nih! Abang sekarang kok lelet banget? Biasanya cepat." Tiara terus menyerocos. "Ke hotel Merkuri 'kan mba Tiara?" tanya abang ojek tersebut."Iya, ba
Erick berdiri memandangi beberapa karyawan yang sedang membersihkan kaca ruangannya. Sesekali, ia terlihat mengerutkan dahinya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Sampai sekarang, ia belum menghubungiku lagi. Sejauh apa ya perkembangannya sekarang?" Erick berkata dalam hati, seperti ada sebuah rencana yang sedang dibuatnya. Matanya kemudian tertuju pada dua karyawan wanita yang sedang beradu mulut. Pria itu ingin tahu apa yang terjadi. Dia kemudian mendatanginya. Akan tetapi, baru saja ia menginjakkan kaki di anak tangga pertama, ia melihat Gilbert sudah ada di sana di tengah-tengah kerumunan karyawan. Segera, Erick memutar badan kembali ke ruangannya. Gilbert datang pagi itu, tidak seperti biasanya yang selalu datang saat malam hari. "Selamat pagi, Pak!" sambut beberapa karyawan sambil membungkuk badan. "Ini ada apa? Masih pagi kok sudah ribut, kenapa?" tanya Gilbert kepada salah seorang supervisor di cafe d'Arts. "Salah satu k
[Mba Tiara, saya mengingatkan mba jangan sampai telat dan datang tepat waktu ke cafe.] Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya. Tiara mencoba menelpon, tapi nomor si pengirim pesan sudah tidak aktif.Tiara semakin penasaran hal apa sebenarnya yang terjadi di cafe. Mengapa seseorang mengirimkan pesan seperti itu padanya?Sebelumnya, Erick mengatakan kalau dirinya saat ini berada di antara dua pemilik cafe itu, tapi ia belum memahami maksudnya.Yang ia tahu, dirinya hanyalah seorang karyawan biasa, bekerja sebagai penyanyi dan mendapat gaji itu saja, Tiara meletakkan ponselnya dan melanjutkan berdandan, Frida sudah menunggunya di depan. Sebentar lagi, mereka akan pergi bersama ke pesta ulang tahun salah satu teman semasa sekolah."Tiara, yuk! Kita harus segera berangkat sekarang. Katanya, kamu mau mampir ke kios dulu?""Tunggu sebentar lagi!" sahut Tiara dari dalam kamar.
"Terima kasih ya sudah datang," ucap Kiky pada Tiara dan Frida."Maaf ya kiky, tadi kita telat datangnya. Soalnya, Tiara menjalankan misi menjadi wartawan dadakan," balas Frida melirik ke arah Tiara.Mereka pun bercengkerama saat pesta tersebut. Namun, sesampainya di mobil, Frida yang masih penasaran mencoba menggali informasi dari Tiara tentang foto pria bersama wanita di dalam pub."Tiara, kamu begitu bersikeras menguntit sampai ke dalam pub dan mengambil foto mereka, untuk apa? Mana fotonya mesum lagi!" kata Frida penasaran."Kamu tahu 'gak? Beberapa hari yang lalu, aku dipanggil Pak Erick ke hotel Merkuri.""Apa ... hotel Merkuri!?" seru Frida dengan matanya yang melotot kaget."Tunggu! Aku belum selesai bicara. Jangan berpikir yang tidak-tidak, ya. Di sana, dia bicara ke aku kalau di cafe ada dua pemilik yang berkuasa, tetapi punya tujuan yang berbeda. Sekarang, aku berada di antara dua pemilik itu.""Kamu me