Tiara berjalan meninggalkan cafe dengan perasaan getir di hatinya, kesakitan yang dialaminya bukan perihal asmara namun kesakitan karna sebuah impian yang kembali terpatahkan dan itu tak kalah pedihnya dari sekedar perihal cinta. Desiran angin malam itu, sepertinya tak mampu membawa pergi kegetirannya, hanya awan yang terlihat gelap malam itu membawa rintik hujan seakan turut merasakan kesedihan Tiara. "Halo pak, ... Tiara baru saja pulang hatinya sakit harus menerima hal ini." "Baik aku akan susul dia," Kata Erick yang baru saja bertemu seorang rekan bisnisnya, kemudian bergegas keluar dari hotel dan menancapkan gas mobilnya. Beberapa kali Erick menghubungi ponsel milik tiara namun tak ada jawaban, menimbulkan rasa was-was dan cemas yang 'kian menyelimutinya. Ia tahu kalau Tiara saat ini mungkin kecewa dengannya tapi bagaimanapun ia harus menemuinya, dengan perasaan yang berkecamuk itu Erick semakin memacu laju mobilnya berharap bahwa ia bisa segera bertemu Tiara. Mobil yang dik
Tiara masih mengurung diri di dalam kamarnya hal yang menjadi kebiasaannya di lakukan ketika perasaannya sedang lara, ia mungkin masih terbawa perasaan sedihnya.[Hai Tiara cantik, bagaimana? kamu sudah tahu kan sekarang bagaimana jika berani untuk menolak keinginanku?][Lihatlah sekarang kamu sudah kubuat pergi dari cafe ini hehehe, ayolah Tiara jangan terlalu jual mahal seperti itu.]] sebuah pesan singkat dari Erwin.Tiara tak menghiraukannya ia tak mau lagi terbawa emosi dengan perkataan orang semacam itu yang hanya membuang-buang waktunya untuk berpikir jernih.Erwin dan Gilbert naik daun di cafe setelah tragedi kecelakaan yang Erick alami.Sebagai penggantinya sementara nyonya Smith mengandalkan Lucy di sana.Tiara terlihat resah tak mengerti apa yang ingin ia perbuat sekarang."Apa yang harus aku lakukan sekarang?, aku harus tetap mengejar impianku," Kata Taira dalam hatinya.Bu Ratri bahkan tak pernah berkomentar perihal yang dia alami sekarang, ia tahu Tiara bukan anak kecil l
Hari ini Tiara sudah terlihat cantik dan segar, pagi-pagi tadi setelah membereskan kamarnya ia berolah raga dan senam sedikit, memanfaatkan waktu senggangnya setelah menarik diri dari cafe d'Arts. [Tiara kamu 'gak tahu ya kalau Erick sedang di rawat rumah sakit dia kecelakaan, lukanya parah.] kata Maria terdengar melebih-lebihkan keadaan erick yang sebenarnya. [Aku sedang di rumah sakit sekarang menjenguknya.] "Hahh, ... ya tuhan!, pak Erick kecelakaan?" pesan dari Maria semalam baru dibacanya sekarang. Sekujur tubuhnya bergetar membaca pesan singkat dari Maria di ponselnya, mulutnya setengah terbuka, ia mendadak menjadi bingung bercampur risau dengan apa yang terjadi dengan Erick. "Apa yang menyebabkan ia kecelakaan?, bagaimana keadaan dia sekarang?" pertanyaan-pertanyaan itu menyeruak di benak Tiara, raut wajahnya menunjukkan rasa kekhawatiran. "Mengapa tak seorang pun yang mengabari aku tentang kejadian kecelakaan pak Erick, Lucy atau teman-teman yang lain di cafe?" Ia membat
"Bagaimana mungkin Tiara tahu kalau Maria adalah mantan kekasih pak Erwin, pikiran itu muncul di benak Lucy ketika berpisah dengan Tiara di depan rumah sakit. Menjadi susah rasanya membuat Tiara dan Erick menjadi dekat jika Tiara telah tahu banyak tentang Maria, apalagi Tiara sampai mempercayainya."Hahh kenapa sih aku di beri tugas sampai serumit ini, menjodohkan dua orang yang sama-sama tidak mengerti dengan perasaan mereka sendiri," Lucy mengomel sendiri dalam risaunya.Namun ada seseorang yang lebih risau di luar sana, sudah hampir setengah jam menunggui Frida, Tiara sudah merasa tak sabar jangankan datang pesan pun tak ada."Hei ayo, ...!" Tegur Frida yang tiba-tiba saja sudah di depannya ia datang dengan mengendarai sebuah motor.Tiara bangkit dari tempatnya menunggu, hampir saja ia kesal menunggunya lama, wajahnya sudah terlihat kusam karena teriknya matahari siang itu."Habis jenguk mas Erick kok mukamu jelek begitu ya, hehehe, ....""Aku di sini hampir kering menunggumu, ka
Kabar mundurnya Tiara dari cafe d'Arts sepertinya menjadi perbincangan hangat di antara karyawan. Apalagi mereka tahu kalau tempatnya telah di gantikan oleh dua biduan lainnya yang sekarang bernyanyi di sana. "Kalau bagi aku Tiara lebih memiliki daya tarik yang jauh lebih baik di banding mereka sekarang," Kata salah satu karyawan cafe. "Sejak dia bernyanyi di sini pengunjung semakin banyak datang ke cafe ini," Tambahnya lagi. Gilbert yang kebetulan melintas di sana menegur mereka yang tengah asyik mengobrol, "Hei, ... kalian ini apa-apaan!?, saya menggaji kalian di sini bukan untuk mengobrol, ... ayo sana kerja!" "Lucy!, ... mana si Lucy!?, dia tidak becus mengatur karyawan, sebaiknya orang-orang seperti mereka di pecat saja," Gilbert memberengut. Gilbert yang sedang naik pitam tak tahu kalau Lucy sedang menemui Tiara, Lucy sengaja mendatanginya untuk memanggilnya ke cafe, ia belum tahu kalau Tiara sudah bekerja di cafe milik Maria dan bermaksud menyampaikan pesan Erick bosnya.
Dengan mengenakan lingerie yang begitu tipis menembus pandang seperti kebiasaannya di dalam rumah, malam itu Tiara masih tengah terjaga di kamarnya, matanya masih enggan untuk tertutup lantaran hanya omongan Lucy tentang Erick tadi siang yang masih saja terus terngiang olehnya.Ada sesuatu yang belum ia ketahui tentang Erick dan gilbert?, omongan Lucy itu memunculkan sebuah tanda tanya di benak Tiara.Semakin besar rasa ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi Tiara mencoba untuk menghubungi Frida, berharap mungkin saja ia tahu sesuatu tentang mereka."Halo, kenapa Ra?" "Frid, kamu belum tidur kan?"Ini baru juga selesai kerja tugas, kamu kenapa mengganggu banget malam-malam?" tanya Frida kepada Tiara yang tak seperti biasanya menelpon larut malam seperti itu.Tiara bercerita tentang omongan Lucy kepadanya siang tadi entah mengapa kata-kata itu seperti tentang sesuatu hal antara Erick dan Gilbert yang Lucy tutupi."Kamu dan mama kamu 'kan sudah lama mengenal Erick dan keluarganya, menu
Tepat seminggu setelah pertemuannya di cafe, Tiara baru mendapatkan kabar agar mempersiapkan diri karna sebentar lagi desain panggung cafe M&M hampir rampung, artinya tidak lama lagi ia akan segera bernyanyi di sana.Kegembiraan menyelimut hatii tiara saat ini, ia sudah tak sabar kembali lagi bernyanyi pekerjaan biduan sudah menjadi satu dalam jiwanya, namun seperti apa jadinya jika senyum kegembiraan itu tiba-tiba saja urung hanya karna kehadiran seseorang di sana.Erick tiba-tiba saja muncul di saat Tiara sedang merasa di ayun kesenangan."Hai Tiara!, ... apa kabar?" sapa Erick dengan senyum yang menawan."Pak Erick, ... !?" Tiara terperangah, "Ada perlu apa bapak ke sini?" "Maaf Tiara! kalau aku tidak memberitahumu sebelumnya dan tiba-tiba saja ke sini, apa aku boleh mengobrol sedikit denganmu?" tanya Erick dengan wajah yang berubah menjadi serius.Tiara mengangguk pelan. Pria itu masih melihat gurat kekesalan di wajah Tiara, masih tersemat perasaan kecewa di wajah jelitanya."Sil
Jam setengah tujuh malam, Erick tampak sedang memarkir mobilnya agak jauh dari rumah Tiara lalu berjalan kaki ke sana. Ia sengaja seperti itu karna tak mau di ceramahi oleh Tiara lagi tentang tetangganya yang sering mencibirnya karna mobil mewah yang menjemputnya. "Selamat malam," sapa Erick "Iya, ... siapa?" Terdengar suara Bu Ratri dari dalam rumah, kemudian perlahan pintu rumah itu terbuka. "Oh nak Erick!" "Selamat malam bu!" sapanya kepada Bu Ratri. "Ayo!, silahkan masuk!, ... saya akan panggilkan Tiara dulu," kata bu Ratri seraya tersenyum mempersilahkan Erick masuk dan segera memanggil Tiara. "Tiara, .... !" Panggil Bu Ratri melihat ia tak ada di kamar. Bu Ratri mencari ke dalam, dan kemudian mengetahui kalau Tiara sedang di kamar mandi. "Tiara!, kamu sedang mandi!?" seru bu Ratri dari luar "Iya Bu, ... ibu kenapa?" "Gak, ... 'tuh ada yang menunggu kamu!" "Siapa bu?" Ucapannya tak begitu jelas karna terhalang oleh guyuran air di wajahnya. Tanpa menjawab pertanyaa