Terimakasih atas partisipasi anda dalam membaca cerita ini. Pertanyaan 1. Apa nama cafe tempat Tiara bernyanyi? 2. Apakah menurut kamu Tiara layak menjadi kekasih Erick? Kirim jawabn kamu paling lambat 17 Juni 2022
Bu Ratri sudah terlihat mulai cemas menunggu Tiara pulang. "Kemana anak itu kok sampai jam begini belum juga pulang," gumam bu Ratri. Tidak seperti biasanya Tiara pergi begitu lama tanpa berkabar kepadanya, tadi siang ia hanya meminta ijin kepada bu Ratri untuk menemui Maria di cafe. "Ditelpon juga gak di angkat, kemana sih?" Bu Ratri cemas. Maria yang mengajak Tiara untuk ikut dalam sebuah pesta di apartemennya sudah sampai di sana. Namun sepertinya Tiara tidak terlalu menyukai hal seperti itu, ia yang sudah berada di dalam apartemen mewah itu terperangah melihat apa yang terjadi di sana. Di dalam apartemen itu terdapat sebuah meja yang sudah terisi dengan beberapa macam wine, juga ada makanan yang tersaji di meja lainnya. "Hai semua!, maaf ya aku agak telat." "Kenalkan ini Tiara." Maria mengenalkan Tiara dengan beberapa rekan bisnisnya yang ada di sana. "Hai Tiara!" Sahut taman-teman bisnis Maria. Tampak dari wajah-wajah mereka adalah para pebisnis yang masih sebaya dengan
Matahari sudah membubung tinggi sinarnya, Tiara masih terlelap pulas di pembaringan di dalam kamarnya, jauh kedalam mimpinya. Ia tak merasa ketika bu Ratri menutupi tubuhnya yang setengah telanjang dengan selimut. Bu Ratri menghela nafas menatap Tiara tertidur pulas, sebagai orang tua ia merasa enggan membangunkannya melihat Tiara semalam pulang larut entah dari mana, mungkin ia sangat lelah, begitu pikir Bu ratri. Bu Ratri tidak tahu jika Tiara semalam sedang mabuk di sebuah apartemen milik Maria, jika ia tahu mungkin ia akan murka. Ia kembali sibuk dengan urusan kue-kuenya yang sebentar lagi akan di bawanya ke kios untuk di jual. Maria yang mengajak Tiara mabuk semalam juga masih tengah terlelap di apartemennya setelah semua teman-teman pemabuknya sudah diusirnya dari sana. Ia kecewa dengan salah seorang dari mereka yang hampir saja meniduri Tiara. Yang membuatnya sakit hatii karna pria itu adalah kekasih gelap Maria yang hanya datang saat Maria membutuhkannya di atas ranjang,
"Lucy, untuk sementara waktu kamu bekerja di hotel ini dulu sampai kita membuka cafe baru lagi," kata Erick kepada Lucy. "Iya pak!" Jawab Lucy. Setelah membantu Lucy ke bagian personalia hotel merkuri ia buru-buru pergi lagi untuk bertemu dengan seseorang yang akan membantunya mendesain sebuah cafe baru. Ia akan membangun lagi sebuah cafe yang baru yang jauh berbeda dari cafe dArts yang saat ini telah dimiliki sepenuhnya oleh gilber pamannya. Entah mengapa ia kini semakin tertarik dengan bisnis cafe, padahal masih banyak bisnis dari perusahaannya yang lain yang bisa di gelutinya. Jam tujuh seperti janjinya kepada Erick, malam itu Tiara telah bersiap-siap dengan gaun terbaiknya untuk pertama kali dalam hidupnya menyatakan tentang perasaannya terhadap laki-laki. Alunan asmaranya bak bunga yang baru saja mekar, begitu semerbak. Tiara berjalan menuju sebuah pangkalan ojek di gang sebelah, seperti biasa jika tanpa ada yang menjemputnya ia memakai jasa ojek di pangkalan. Jam tujuh t
Tiara terkesiap mendengar siapa yang memanggil namanya di depan cafe ketika ia sudah akan beranjak pulang. Menunggu Erick tanpa kepastian hanya membuatnya lelah di sana. Cepat-cepat dihapusnya air matanya, kemudian memalingkan wajah melihat siapa yang menyapanya. "Mba Lucy!?" Sapa Tiara melihat Lucy yang baru saja keluar dari dalam sebuah mobil. "Mba dari mana?, Mba sudah tidak bekerja di sini?" tanya Tiara. "Tiara itu 'gak penting, ... Sekarang kamu ikut aku!" "Ikut mba, ... ke mana? tanya Tiara tidak mengerti maksud Lucy yang mengajaknya. "Aku akan mengantarmu bertemu seseorang, ia tidak bisa datang menemuimu," kata Lucy berbicara dengan cepat seperti sedang di buru. "Maksud mba, Er ...." Belum usai ucapan Tiara lengannya sudah di tarik oleh Lucy ke dalam mobil. Mobil itu membawa mereka tiba di sebuah gedung perkantoran yang begitu megah, Tiara belum mengerti apa sebenarnya yang terjadi sampai Lucy membawanya ke tempat itu. "Mba kita mau ke mana?" tanya Tiara. "Ikut aja,
Seiring hembusan angin sore yang indah itu, dan sedikit baluran sunblock di wajahnya Tiara melempar umpannya ke dalam air di sebuah sungai tempat Erick dengannya sedang memancing. Tiara dan Erick menghabiskan waktu mereka berdua dengan memancing di sebuah sungai, "Mas aku kok gak di ajak ke mall shopping atau ke salon?, malah di ajak mancing" tanya Tiara. "Kita 'gak seperti kebanyakan orang, untuk apa berfoya-foya menghabiskan uang, lebih baik seperti ini kita bisa belajar menghargai dan menikmati hidup, iya kan?" Tiara hanya mengangguk mendengar ucapan kekasihnya, ia sebenarnya hanya ingin melihat reaksi Erick dengan pertanyaannya itu, sama sekali hal seperti itu bukanlah kebiasaan seorang Tiara. Seorang gadis miskin apa adanya yang berjuang untuk meraih impiannya. Dengan memiliki kekayaan seperti dirinya apa susahnya melakukan hal yang seperti yang dikatakan Tiara, namun ia tidak sama kebanyakan orang kaya yang suka bersenang-senang. "Kamu sering ke tempat ini?" "Gak sering j
Frida yang sejak tadi menelpon Maria tak juga menerima panggilan darinya, seperti biasa di waktu-waktu seperti itu ia banyak menghabiskan waktunya bekerja atau mungkin malah sedang mengadakan pesta. "Ponselnya aktif tapi 'gak di angkat, kali aja dia sedang sibuk?" "Mungkin saja, mba Maria 'kan banyak kerjaan sebagai bos di beberapa bisnisnya." Kata Tiara mengamini ucapan Frida. Jika ada kabar dari mba Maria, aku akan kesini besok, kita datang saja ke cafenya bagaimana Tiara?" "Ok!, besok aku tunggu ya!" Jawab Tiara dan mengantarkan Frida hingga ke pintu depan, lalu kembali ke aktifitasnya seperti biasa duduk untuk menulis di buku diary miliknya. Tiara menuliskan kata demi kata dalam buku diary itu, apa yang di alami kemarin bersama Erick tak lupa ia tuangkan di dalamnya. Namun kata-kata indah yang mengalir harus terhenti mendengar teriakan ibunya yang memanggil dari dalam dapur. "Tiara tolong belanjakan ibu bahan kue, untuk pesanan, hari ini ibu terlalu sibuk jadi tidak sempat
Tiara masih saja berdiri dari balik tirai jendela ia belum membuka pintu sebelum melihat siapa pria yang ada di depan. "Tiara siapa yang datang!?" Sahut Bu Ratri dari dalam. Bahkan pertanyaan ibunya 'tak dijawabnya agar ia tidak ketahuan sedang mengintip dari balik tirai. Siapa sih orang ini kok 'gak berbalik gumamnya, pikiran yang muncul pun bermacam-macam memenuhi isi kepalanya, jangan-jangan ibu punya utang lagi dan orang ini datang menagih. Beberapa menit Tiara menunggu pria itu berbalik untuk melihat wajahnya, namun ia hanya asyik menghisap rokoknya. Apa sebaiknya aku tinggalkan saja orang ini, menyebalkan membuang waktu saja, pikir Tiara. Namun baru aja ia berniat kembali ke dapur sosok pria itu kembali mengeruk pintu, lalu Tiara kembali membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang itu. Alangkah terkejutnya ia melihat paman yang sangat di benci olehnya yang datang berkunjung. Tanpa membuka pintu ia kembali ke dalam dapur dengan kesal, wajahnya memerah menahan
Malam itu hanya ada wajah-wajah murung yang nampak di raut muka Tiara dan ibunya, kedatangan Novo semalam hanya membuat keadaan semakin buruk bagi mereka. Bagaimana mungkin bu Ratri merelakan rumah, satu-satunya harta peninggalan almarhum suaminya yang mereka miliki harus mereka tinggalkan. Pikiran Tiara berkecamuk, entah dengan siapa kali ini ia harus meminta tolong dengan masalah yang seperti ini. Malam sudah larut Bu Ratri masih bersandar lemas di sebuah kursi di depan teras rumahnya. Ia sudah terkantuk-kantuk namun masih saja di tahannya untuk menemani Tiara yang juga tengah nestapa sama sepertinya. "Bu sebaiknya ibu ke dalam, istirahat dulu masalah ini biar aku yang memikirkan," ucap Tiara melihat ibunya sudah menguap menahan rasa kantuknya. "Kenapa ya Bu, paman Novo sampai setega itu pada kita?" tanya Tiara dengan suara yang berat. Bu Ratri belum menjawab apapun, ia selama ini berbaik hati pada Novo karna menganggap ia adalah kakaknya sendiri, namun sepertinya ia salah.