Share

(1) Your Price

Di sebuah sudut kota, berdiri sebuah Cafe yang tak terlalu besar. Bangunannya sudah termakan umur. Cafe itu didirikan sejak 16 Tahun yang lalu. Tempat dimana sehari-harinya Gadis yang hidup sebatang kara itu, mencari nafkah. Walaupun usianya baru menginjak 18 Tahun ia harus bekerja setiap harinya disana. Mau bagaimana lagi? Kedua orang tua yang seharusnya menafkahinya telah meninggal pada 6 Tahun yang lalu. Itu menjadi luka yang tak bisa pudar dalam diri gadis itu.

Meskipun begitu, Gadis yang akrab disapa Virgi ini memiliki hobi yang unik. Ia suka mempelajari budaya negri sakura.

''Mengapa dunia se absurd ini? rasanya, aku ingin pindah planet. Tempat yang jauh dari sini. Ya, aku memang Alien 'kan?'' Gadis itu terkekeh dengan isi pikirannya sendiri.

Mata sayu nya memandang kosong kedepan. Punggung tangannya menopang dagunya sendiri. Tempat itu terasa hampa. Tak ada satupun pelanggan hari ini. Biasanya, cafe itu selalu ramai pengunjung. Kemana semua orang?

''Anak dari bangsawan Hartley telah kembali. Ia kembali mendirikan perusahaan Keluarga Hartley.'' Matanya langsung tertuju pada televisi kecil yang diletakkan di sudut dinding Cafe itu. Kelihatannya, berita ini sangat menggegerkan.

''Dia kembali? 4 Tahun semenjak kematian Ayahnya dia baru kembali. Darimana saja?'' Tanya nya penasaran.

''Aku tak peduli soal begituan. Aku juga ga pernah tau sosok Tuan Louise. Lebih baik mikirin hidup yang amat Absurd ini,'' Gumam nya dalam hati.

Lonceng terdengar berbunyi, tandanya seseorang membuka pintu Cafe. Ini pelanggan pertama di pagi hari itu. Lamunan Virgi langsung pudar, Sekejap ia melatih bibirnya untuk tersenyum kepada pelanggan.

Seorang pria misterius berjalan ke arah kasir. Ia terlihat mengenakan mantel hangat berwarna Navy terang, lengkap dengan kain wol di kerahnya. Mengenakan topi hitam, layaknya seorang detektif.

Tap tap tap

Langkah kakinya bergema di lantai. Sepatu bot yang dikenakannya mengetuk lantai. Ditambah lagi, Pria itu tinggi besar. Sudah cukup untuk menakuti Virgi. Ia lebih mirip seorang penjahat.

''Tolong, Moccha nya satu,'' Langkahnya terhenti di hadapan Virgi. Suara nya terdengar lembut, membuat Virgi menghela nafas lega.

''Ah, baik.''

Sepersekian detik, Virgi kembali membawa secangkir Moccha di gelas kertas. Ia menyerahkannya perlahan. Pria itu pun menerimanya dengan lembut, tapi dia enggan menatap Virgi.

''Terima kasih. Ini...'' Setelah menerima Moccha dari tangan Virgi, ia menyerahkan sebuah kartu hitam. Yang tak lain, adalah Black Card.

Virgi yang melihatnya sangat-sangat terkejut. Ia melongo dihadapannya. Siapa pria ini sebenarnya?

''Berapa? Bisa pakai ini kan?''

Virgi tak menjawab satu kata pun. Mulutnya seakan tertahan.

''Ambil saja, harga satu gelasnya hanya 1 Dollar. Ambil saja...'' Virgi menunduk hormat kepada pria itu.

Pria itu kelihatan linglung keheranan. Namun ia mengiyakan permintaan Virgi. Dia berbalik dari Virgi yang masih menunduk dan segera berlalu berlalu pergi.

''Aneh..'' Gumam Virgi

***

Malam itu, Virgi kembali ke apartemen kecil miliknya. Hidup sebatang kara pastinya akan sangat kesepian. Oleh karna itu, ia sengaja menyewa apartemen tepat di samping temannya. Namun, ternyata temannya tak pernah meluangkan waktu untuknya.

Victor, adalah satu-satunya teman lelaki yang dimiliki Virgi. Usia mereka terpaut 6 Tahun. Sehari-harinya Victor bekerja di Rumah Sakit utama kota S. Ia ahli dalam bidang perbedahan. Walaupun gajinya cukup tinggi, ia lebih memilih tinggal di apartemen kecil. Asalkan tidak jauh dari Virgi. sejak kecil, mereka selalu bersama.

Bahkan, Virgi sendiri menaruh hati padanya. Namun laki-laki berdarah dingin itu selalu mengabaikannya. Walaupun begitu, Victor orangnya tergolong lembut dan baik hati.

''Sepertinya Victor tidak lembur hari ini,'' Virgi membatin, sambil melepaskan sepatunya. Disusunnya kembali sepatu itu. Yang membuatnya yakin akan kehadiran Victor adalah suara pecahan gelas dari dinding sebelah.

''Sayang...'' Suara wanita penggoda terdengar jelas di telinga Virgi. Virgi tetap mengabaikannya, mungkin itu adalah pacar Victor. Pikirnya

Walaupun rasanya hati Virgi gelisah mendengar nya, Ia tak akan ikut campur dengan urusan pribadi Victor.

''Dia berhak memilih cintanya sendiri. Lalu... untuk apa aku seperti ini?'' Ucap Virgi lirih.

Kucuran air deras terpancar dari shower kamar mandinya. Layaknya di drama, ia menangis di bawah kucuran airnya. Ntah mengapa, suara itu membuat hatinya tertancap oleh paku.

''Aku egois.'' Ucap nya singkat.

''Konyol.'' Satu kata yang melambangkan dirinya

****

Keesokan harinya...

Hari-hari terasa sama. Namun pagi ini dia berbeda, semangat kerjanya mendadak meluap. Pagi itu, Virgi segera berangkat menuju tempat bekerjanya.

''Selamat pagi, Ante.'' Virgi menunduk hormat pada pemilik Cafe tempat ia bekerja.

Ante adalah seorang wanita setengah baya. 2 Tahun yang lalu, ia menemukan Virgi terpuruk dijalanan. Karna kasihan, akhirnya Ante memperbolehkan Virgi bekerja disini. Walaupun gajinya tak seberapa.

''Kamu kelihatan semangat sekali pagi ini,'' Kata Ante ikut gembira.

Virgi hanya melemparkan senyum manisnya berulang kali. Segera ia mengambil apron, dan mulai membersihkan tempat itu.

.

.

.

Malam hari pun tiba. Kali ini hujan mengguyur deras jalanan. Virgi yang tidak membawa payung, terpaksa menunggu di depan Cafe itu sendiri. Tanpa ia sadari, seorang layaknya mata-mata sedang memperhatikan nya dari jauh.

''Tuan? Kita beri tumpangan?'' Tanya pak sopir yang membawa Mobil Pria itu.

''Tidak usah.'' Ucap pria itu pelan. Ia tetap memperhatikan Virgi dari sebalik kaca mobilnya.

Virgi tetap menunggu. Di sela itu, Ia melihat seorang Pria dan wanitanya tengah bercekcok dari seberang jalan. Rasanya ia kenal suara ini. Suara yang agak berat dan nadanya yang tinggi.

''Berantem kok dijalan? Ga malu apa?'' Celetuk Virgi kesal

Lelaki itu menoleh ke arah Virgi. Segera Virgi membuang mukanya. Tak disangka, Lelaki itu adalah Victor.

''Victor?'' Gumam Virgi terkejut. Siapa wanita itu?

Victor membawa wanita itu pergi dari seberang jalan. kebetulan, disana tidak ada satupun orang yang berlalu lalang. Deras nya hujan juga menambah sedu malam itu. Bak di drama Korea, Victor mencium wanita itu dibawah rintikan hujan. Remang cahaya lampu jalanan menambah nikmatnya moment.

Kali ini, Virgi benar-benar tertusuk. Melihat Pria yang ia cintai, mencium seorang wanita. sebelumnya, ia juga pernah mendengar wanita itu memanggil namanya dengan sebutan ''Sayang''

''Jadi itu kekasihnya. Pantas saja, belakangan ini dia sering mengabaikan ku. Bahkan wanita itu terlihat lebih dewasa daripada diriku. Konyol,'' Katanya lirih.

Ia memutuskan berlari menerobos derasnya hujan, daripada melihat pemandangan yang begitu menyakitkan dihadapannya.

Cipratan air jalanan pun tak ia hiraukan. Rintikan cairan kristal tak sanggup ia bendung lagi. Ia sama sekali tidak berhak melarang. Mau bagaimana pun, hubungan mereka sebatas sahabat.

Langkahnya terhenti saat kakinya tergelincir, ia terjatuh menahan sakit. Tak ada satupun orang yang tahu.

''Bawa aku keluar mobil.'' Pria yang sebelumnya memperhatikan Virgi dari dalam mobil, akhirnya memberanikan diri untuk keluar. Hatinya gelisah melihat Virgi yang begitu menyedihkan. walaupun dia tak tahu alasan Virgi menangis.

Cipratan air membasahi celana panjang miliknya. Dibawah teduh payung, ia berjalan menghampiri Virgi.

''Hei, wanita. Berapa harga mu?''

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status