Plaaakk!!!
Kami semua termasuk beberapa pengunjung cafe terkejut melihat apa yang Tante Lily lakukan. Aku menutup mulutku, wajah kak Elle berubah pias dan kak Drian hanya diam. Kak Brian memegang pipinya, membelalakan matanya tidak menyangka akan mendapat tamparan itu.
Tante Lily berdehem. "Kamu Brian, Mama ga ajarin kamu untuk lakuin hal ceroboh begini. Kenapa bisa Elle sampai hamil? Kamu justru bikin posisi Drian semakin sulit. Mama ga melarang kalian berhubungan tapi kalau sudah begini kan rumit. Kalian ga mungkin bercerai dalam waktu dekat." Tante Lily menatap kak Elle dan kak Drian bergantian.
Kami semua terdiam. Aku sendiri bingung, tidak tahu harus berkata apa.
"Ma.. maaf.." kak Elle terisak.
"Oh Elle, maaf, bukan Mama ga senang kamu hamil. Mama senang mau punya cucu, Mama cuma pikir kamu akan hamil setelah semuanya beres. Mama cuma ga sangka kalau anak Mama ini sembarangan buang cebongnya padahal kalian belum resmi." Tante
Satu bulan berjalan sejak Mama dan tante Lily pindah sementara ke Bali. Mereka tinggal di apartemen yang sama dengan kak Elle. Mama mengajakku untuk pindah kesana tapi aku beralasan bahwa tempat tinggalku lebih dekat dengan kantor. Untung Mama tidak hapal jalanan di Bali sehingga tidak banyak bertanya lagi. Hari ini juga Mama mendadak datang ke tempatku, aku kewalahan menyingkirkan semua fotoku yang berpose hanya berdua dengan kak Drian. Untung kak Elle mengalihkan perhatian Mama dengan mengajaknya ke dapur."Kamu tinggal disini pasti dibeliin Reno ya? Mama ga sangka dia serius banget sama kamu."Aku hanya tersenyum kecut menatap kak Elle dan tante Lily. Siang itu kami makan bersama. Jelang sore kak Drian datang menjemput kak Elle untukcheck uprutin ke dokter kandungan. Aku tahu mereka akan janjian sama kak Brian disana. Sedangkan tante Lily mengajak Mama perawatan ke salon.Mama terheran melihat kak Drian dengan santainya langsung masuk ke
"Pa..." Jantungku terhenti saat mendengar suara tangisan pilu dibalik telepon tanganku menggenggam erat ponselku itu."Lexy, segera datang ke RS Denpasar!!."Terdengar suara ketukan pintu tapi aku tidak menghiraukan karena fokus mendengar suara-suara tidak jelas."A..ada apa Pa?" Suaraku berubah cemas. Apa terjadi sesuatu dengan kak Elle? Atau.. oh... Kak Drian?"Brian kecelakaan. Sekarang sedang di operasi sama kakak ipar kamu cepat kesini Lex!"Aku mengangguk dan tergagap saat Reno bertanya. Otakku buntu. Kak Brian kecelakaan? Baru seminggu lalu kami berkumpul merayakan usia kandungan kak Elle ke 20 minggu. Dan sekarang.. aku tidak bisa membayangkan pasti kakakku shock.Aku hanya terdiam saat Reno menawarkan untuk mengantarku. Setengah jam kemudian kami sampai dan aku bergegas ke ruangan operasi. Aku melihat beberapa orang didepan ruangan dengan lampu merah menyala di atas pintunya.Tante Lily yang terlihat shock s
Dua bulan sejak kepergian kak Brian, kami sekeluarga masih berduka. Kak Elle sempat pendarahan karena stress, membuat Mama panik takut kehilangan cucunya. Tante Lily juga terus mendampingi, dia bilang merasa lebih tegar berada dekat dengan Mama dan kami.Dan selama dua bulan itu juga hubunganku dengan kak Drian berubah. Kak Elle harusbed resttotal sampai waktunya melahirkan nanti. Kak Drian selalu ada disampingnya dan aku maklum. Aku juga tidak pernah mendekati atau mengajak pria itu bertemu walau kadang aku ingin memeluknya, berbagi duka dengannya. Terakhir aku memeluk kak Drian saat di pemakaman kak Brian.Aku tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya menyibukkan diriku dengan pekerjaan kalau aku merindukan pria itu. Kak Drian sudah kembali bekerja sambil menjaga kak Elle. Kakakku itu terus mengurung diri dikamar. Rasanya tidak pantas aku meminta perhatiannya sedangkan banyak hal yang harus dia lakukan.Mama menghubungiku dan mengatakan ingi
Drian POVAku menggenggam erat setir, membelok ke halaman parkir apartemen. Berkali aku memukul benda keras itu tanpa peduli tanganku yang memerah. Perkataan Mama terus mengiang di telinga saat tadi aku mengantarnya ke bandara."Drian, mama tau. Kamu sangat mencintai Lexy. Tapi... Dengan keadaan seperti ini, Elle butuh kamu. Dia sangat shock, bahkan lebih dari mama karena kehilangan Brian. Mama ga mau sesuatu hal buruk terjadi, apalagi dengan kondisi kehamilannya itu. Mama juga ga mau kehilangan hal terakhir yang berhubungan dengan adik kamu. Yaitu bayi yang Elle kandung. Itu satu-satunya hal yang menguatkan mama. Ada penerus Brian di keluarga kita. Tolong Drian. Jangan tinggalin Elle."Wajah Mama yang menangis penuh luka melintas di otakku, dan wajah wanitaku itu, kekasihku, yang berusaha tegar padahal hatinya hancur. Aku tahu, Lexy menahan segala kesedihannya untukku. Dia berkorban agar aku bisa melepasnya tanpa menambah beban yang se
Lexy POVAku menunduk menahan tangisku. Baru setengah perjalanan ke kantor tapi aku tidak bisa menahan lagi. Aku bangga bisa bersandiwara seperti tadi, berusaha kembali seperti semua saat aku belum mencintainya. Hampir aku gagal tapi aku bisa menahannya sampai aku pergi.Aku tersedak tangisku sendiri. Rasanya sulit, mencoba melupakan semua kenangan kami. Melihatnya masih menatapku penuh kasih, masih mencemaskan keadaanku. Tapi aku tidak boleh membuat perhatiannya terbagi. Cukup asal dia mengurus kak Elle dengan baik, mulai belajar menganggap kakakku itu istri sesungguhnya dan bayi yang di kandungnya itu anaknya sendiri.Ketukan di kaca membuatku tersentak. Aku merasa lega sekaligus malu saat melihat Reno sedang menatapku khawatir. Aku menghapus airmataku dan menurunkan kaca."Ngapain kamu disini?"Aku hanya tersenyum kecut. Reno menyuruhku mengikuti mobilnya kembali ke apartemennya. Sejak aku pindah dari sana Reno kembali tinggal d
3 Years Later..Tiiiit..."Bu.. ada telepon dari pak Irwan, Pita n Co, line dua.""Thankyou Din.." aku menutup panggilan dari asistenku lalu menekan tombol angka dua kemudian berbicara dengan pak Irwan, orang PR perusahaan yang akan menyewa hotel kami di Lombok untuk acara kantor Pita n Co.Aku mendongak saat mendengar seseorang mengetuk pintu dan mengode'kan pada pria itu untuk masuk. Patner terbaikku, Moreno tersenyum sambil membawa dua cup kopi dan langsung duduk di sofa. Aku berbicara panjang lebar selama lima menit kemudian baru beranjak mendekati pria itu."Hai, kok ga bilang udah sampe?" Dia memelukku sekilas dan mencium pipiku."Tadi pagi aku sampe tapi langsung kerumah dulu. Gimana Pita n Co, fix tanggal 15 Desember?"Aku mengangguk sambil menyesap kopi panas itu. Lalu menyerahkan berkasgathering plannya ke tangan pria itu. Dia membacanya sebentar. Lalu meletakkan di meja dan menatapku
"Apa kabar sayang? Gimana kamu sama Reno?" "Baik ma. Reno baik. Mama papa gimana?" Aku membuka laptopku sambil melihat jadwal seminggu besok. "Baik. Kapan kamu ke Jakarta? Mama kangen, udah enam bulan kamu ga pulang." "Reno baru balik dari Bali n Anyer ma. Nanti coba liat tahun baru kalau jadwal kami ga padat, aku usahain pulang." "Kamu jangan terlalu sibuk. Jaga kesehatan kamu. Udah setahun kamu menikah, kapan mama denger kabar baiknya nih?" Aku terdiam, Ma... Andai mama tau... Aku berdehem. "Aku sama Reno masih mau nunda Ma, kami masih sama-sama sibuk. Jadi yah..." "Ya semua terserah kamu sih.. oh ya, kamu tau? Brielle udah pinter ngomong sekarang." "Iya, Elle sempet telepon aku beberapa waktu lalu." "Dia bilang akan pulang nanti taun baru, Drian ambil cuti. Mama harap kita sekeluarga bisa kumpul lagi." Pikiranku langsung teralihkan mendengar nama itu disebu
Aku membeku, suara itu...Tidak mungkin!Aku menggenggam erat nampan, napasku tercekat, aku merasa sesak. Benarkah itu suaranya?Aku menunduk menatap gelas yang berbunyi karena getaran tanganku, lalu aku menaikkan pandanganku, mataku terbelalak melihat dengan jelas bayangan pria itu dari balik kaca jendela didepanku. Tubuhku gemetar, aku memejamkan mata saat mendengar suara langkah kaki mendekat, lalu menjauh, lalu mendekat lagi. Sebuah tangan mendarat di bahuku dan aku tersentak spontan menjauh."Lex?" Aku menahan napasku melihat Reno tengah berdiri menatapku heran."Oh..." Aku meraih lengannya yang terulur padaku."Hei..." Reno segera memeluk dan menciumi puncak kepalaku dan aku bernapas lega, ternyata aku berhalusinasi.Pria itu mengangkatku ke meja untuk memelukku lebih erat. Aku memukul lengannya sekali, mendengar dia tertawa dan menyatukan kening kami."Maaf.. kamu kaget ya?""Kamu tuh, aku kira hantu."Kami