"Pa..." Jantungku terhenti saat mendengar suara tangisan pilu dibalik telepon tanganku menggenggam erat ponselku itu.
"Lexy, segera datang ke RS Denpasar!!."
Terdengar suara ketukan pintu tapi aku tidak menghiraukan karena fokus mendengar suara-suara tidak jelas.
"A..ada apa Pa?" Suaraku berubah cemas. Apa terjadi sesuatu dengan kak Elle? Atau.. oh... Kak Drian?
"Brian kecelakaan. Sekarang sedang di operasi sama kakak ipar kamu cepat kesini Lex!"
Aku mengangguk dan tergagap saat Reno bertanya. Otakku buntu. Kak Brian kecelakaan? Baru seminggu lalu kami berkumpul merayakan usia kandungan kak Elle ke 20 minggu. Dan sekarang.. aku tidak bisa membayangkan pasti kakakku shock.
Aku hanya terdiam saat Reno menawarkan untuk mengantarku. Setengah jam kemudian kami sampai dan aku bergegas ke ruangan operasi. Aku melihat beberapa orang didepan ruangan dengan lampu merah menyala di atas pintunya.
Tante Lily yang terlihat shock s
Dua bulan sejak kepergian kak Brian, kami sekeluarga masih berduka. Kak Elle sempat pendarahan karena stress, membuat Mama panik takut kehilangan cucunya. Tante Lily juga terus mendampingi, dia bilang merasa lebih tegar berada dekat dengan Mama dan kami.Dan selama dua bulan itu juga hubunganku dengan kak Drian berubah. Kak Elle harusbed resttotal sampai waktunya melahirkan nanti. Kak Drian selalu ada disampingnya dan aku maklum. Aku juga tidak pernah mendekati atau mengajak pria itu bertemu walau kadang aku ingin memeluknya, berbagi duka dengannya. Terakhir aku memeluk kak Drian saat di pemakaman kak Brian.Aku tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya menyibukkan diriku dengan pekerjaan kalau aku merindukan pria itu. Kak Drian sudah kembali bekerja sambil menjaga kak Elle. Kakakku itu terus mengurung diri dikamar. Rasanya tidak pantas aku meminta perhatiannya sedangkan banyak hal yang harus dia lakukan.Mama menghubungiku dan mengatakan ingi
Drian POVAku menggenggam erat setir, membelok ke halaman parkir apartemen. Berkali aku memukul benda keras itu tanpa peduli tanganku yang memerah. Perkataan Mama terus mengiang di telinga saat tadi aku mengantarnya ke bandara."Drian, mama tau. Kamu sangat mencintai Lexy. Tapi... Dengan keadaan seperti ini, Elle butuh kamu. Dia sangat shock, bahkan lebih dari mama karena kehilangan Brian. Mama ga mau sesuatu hal buruk terjadi, apalagi dengan kondisi kehamilannya itu. Mama juga ga mau kehilangan hal terakhir yang berhubungan dengan adik kamu. Yaitu bayi yang Elle kandung. Itu satu-satunya hal yang menguatkan mama. Ada penerus Brian di keluarga kita. Tolong Drian. Jangan tinggalin Elle."Wajah Mama yang menangis penuh luka melintas di otakku, dan wajah wanitaku itu, kekasihku, yang berusaha tegar padahal hatinya hancur. Aku tahu, Lexy menahan segala kesedihannya untukku. Dia berkorban agar aku bisa melepasnya tanpa menambah beban yang se
Lexy POVAku menunduk menahan tangisku. Baru setengah perjalanan ke kantor tapi aku tidak bisa menahan lagi. Aku bangga bisa bersandiwara seperti tadi, berusaha kembali seperti semua saat aku belum mencintainya. Hampir aku gagal tapi aku bisa menahannya sampai aku pergi.Aku tersedak tangisku sendiri. Rasanya sulit, mencoba melupakan semua kenangan kami. Melihatnya masih menatapku penuh kasih, masih mencemaskan keadaanku. Tapi aku tidak boleh membuat perhatiannya terbagi. Cukup asal dia mengurus kak Elle dengan baik, mulai belajar menganggap kakakku itu istri sesungguhnya dan bayi yang di kandungnya itu anaknya sendiri.Ketukan di kaca membuatku tersentak. Aku merasa lega sekaligus malu saat melihat Reno sedang menatapku khawatir. Aku menghapus airmataku dan menurunkan kaca."Ngapain kamu disini?"Aku hanya tersenyum kecut. Reno menyuruhku mengikuti mobilnya kembali ke apartemennya. Sejak aku pindah dari sana Reno kembali tinggal d
3 Years Later..Tiiiit..."Bu.. ada telepon dari pak Irwan, Pita n Co, line dua.""Thankyou Din.." aku menutup panggilan dari asistenku lalu menekan tombol angka dua kemudian berbicara dengan pak Irwan, orang PR perusahaan yang akan menyewa hotel kami di Lombok untuk acara kantor Pita n Co.Aku mendongak saat mendengar seseorang mengetuk pintu dan mengode'kan pada pria itu untuk masuk. Patner terbaikku, Moreno tersenyum sambil membawa dua cup kopi dan langsung duduk di sofa. Aku berbicara panjang lebar selama lima menit kemudian baru beranjak mendekati pria itu."Hai, kok ga bilang udah sampe?" Dia memelukku sekilas dan mencium pipiku."Tadi pagi aku sampe tapi langsung kerumah dulu. Gimana Pita n Co, fix tanggal 15 Desember?"Aku mengangguk sambil menyesap kopi panas itu. Lalu menyerahkan berkasgathering plannya ke tangan pria itu. Dia membacanya sebentar. Lalu meletakkan di meja dan menatapku
"Apa kabar sayang? Gimana kamu sama Reno?" "Baik ma. Reno baik. Mama papa gimana?" Aku membuka laptopku sambil melihat jadwal seminggu besok. "Baik. Kapan kamu ke Jakarta? Mama kangen, udah enam bulan kamu ga pulang." "Reno baru balik dari Bali n Anyer ma. Nanti coba liat tahun baru kalau jadwal kami ga padat, aku usahain pulang." "Kamu jangan terlalu sibuk. Jaga kesehatan kamu. Udah setahun kamu menikah, kapan mama denger kabar baiknya nih?" Aku terdiam, Ma... Andai mama tau... Aku berdehem. "Aku sama Reno masih mau nunda Ma, kami masih sama-sama sibuk. Jadi yah..." "Ya semua terserah kamu sih.. oh ya, kamu tau? Brielle udah pinter ngomong sekarang." "Iya, Elle sempet telepon aku beberapa waktu lalu." "Dia bilang akan pulang nanti taun baru, Drian ambil cuti. Mama harap kita sekeluarga bisa kumpul lagi." Pikiranku langsung teralihkan mendengar nama itu disebu
Aku membeku, suara itu...Tidak mungkin!Aku menggenggam erat nampan, napasku tercekat, aku merasa sesak. Benarkah itu suaranya?Aku menunduk menatap gelas yang berbunyi karena getaran tanganku, lalu aku menaikkan pandanganku, mataku terbelalak melihat dengan jelas bayangan pria itu dari balik kaca jendela didepanku. Tubuhku gemetar, aku memejamkan mata saat mendengar suara langkah kaki mendekat, lalu menjauh, lalu mendekat lagi. Sebuah tangan mendarat di bahuku dan aku tersentak spontan menjauh."Lex?" Aku menahan napasku melihat Reno tengah berdiri menatapku heran."Oh..." Aku meraih lengannya yang terulur padaku."Hei..." Reno segera memeluk dan menciumi puncak kepalaku dan aku bernapas lega, ternyata aku berhalusinasi.Pria itu mengangkatku ke meja untuk memelukku lebih erat. Aku memukul lengannya sekali, mendengar dia tertawa dan menyatukan kening kami."Maaf.. kamu kaget ya?""Kamu tuh, aku kira hantu."Kami
Suara panik orang membuka pintu terdengar dan aku melihat Reno, Mama dan kak Elle datang."Sayang..." Reno langsung menghampiriku."Kenapa kamu Nak?" Mama memandangku cemas. "Mama kaget banget tadi ada yang bilang cari-cari keluarga kamu. Mbacleaning servicebilang kamu pingsan."Aku tersenyum lemah. "Aku telat makan ma, kurang tidur juga. Jadi..""Ya ampun.. ada Drian baru aja dateng, mau aku panggil kesini suru dia periksa kamu?" Kak Elle menawarkan."Ga usah kak." Aku bangkit duduk.Jadi benar itu dia..."Kamu gapapa? Kita pulang ya.." ucap Reno pelan dan aku mengangguk.Reno menggendongku, kami langsung ke arah parkiran sedangkan mama dan kak Elle kembali ke restoran menyusul kak Drian dan Brielle.Aku hanya memejamkan mata saat Reno melajukan kendaraannya."Lex.. maaf.. gara-gara aku semalem..." Dia menggenggam tanganku dengan tangannya yang tidak sibuk menyetir dan aku membalas gen
Pagi ini aku sudah merasa lebih baik. Reno sudah pergi pukul tujuh pagi untuk bertemu klien. Dia bilang akan kembali saat makan siang. Aku memutuskan untuk turun saat jarum jam tepat di angka delapan. Rumah terlihat lengang. Pada kemana orang-orang? Aku rasa semua orang sudah pergi dan beraktivitas, aku tidak mendengar suara apapun dilantai bawah. Kakiku melangkah ke dapur dan aku membeku saat melihat kakak iparku sedang duduk sambil membuka ipadnya. Didepannya ada secangkir kopi yang masih mengepul. Aku menahan langkahku, bimbang apakah harus lanjut atau kembali ke kamar.C'mon Lexy, mau sampai kapan kamu menghindar? Egoku membujuk dan akhirnya aku berjalan keruangan itu. "Pagi kak.." Sapaku berusaha tidak menatapnya. "Pagi.." Suara pria itu membuat jantungku mencelos. Aku mengalihkan pikranku, langsung mengambil gelas dan sari apel dari kulkas. "Jangan minun itu. Kamu belum sarapan. Perut kamu sakit nant