3 Tahun Lalu
"Jangan pergi Lex. Tolong, jangan pergi dari aku."
Pelukannya semakin erat dan aku tidak kuasa menahan tangisku.
Kak Drian menangkup wajahku, mencium bibirku, dan aku semakin terisak. Dia memapahku ke kamar, membuka pakaianku yang basah dan memakaikan kaosnya yang kebesaran lalu menggiringku duduk di ranjang. Lalu aku melihat dia melepas pakaiannya sendiri, menggantinya asal dengan kaos dan celana training lalu menghampiriku.
Kak Drian berlutut didepanku, menggosok tangan dan kakiku yang dingin. Aku hanya diam membiarkannya melakukan itu.
Lalu gerakannya melambat, dia mendongak menatapku. Aku menatap tangan kami yang saling menggenggam, mataku rasanya perih karena terus menangis. Kepalaku pusing karena aku terus menarik cairan di hidung.
Aku menatap mata pria itu, semua perasaannya tercurah disana, aku tidak berpikir dia akan seperti ini saat
Keesokan harinya, aku ikut memperhatikan saat kak Elle mengurus bayinya. Untuk seorang ibu baru, kak Elle begitu luwes mengurus Brielle, mahluk mungil itu juga terlihat nyaman, tidak banyak menangis, saat kak Elle mengajaknya bicara seolah dia sudah mengerti. Dan aku ikut merasa luar biasa.Rasa hangat menjalar di hatiku ketika membayangkan sebentar lagi juga aku akan menjadi seorang ibu.Kak Drian berangkat praktek siang tadi dan dia sudah memberiku kabar bahwa malam nanti dia akan menunggu di rumah kami.Rumah itu tetap dibiarkan kosong setelah aku pindah, hanya seminggu sekali kak Drian menyuruh orang untuk membersihkannya. Dia bilang rumah itu rumahku, kapanpun aku mau aku bisa tinggal disana. Dia bilang akan menyiapkan makan malam romantis untukku malam ini.Aku menatap jam dipergelangan tangan, masih ada waktu enam jam sebelum kami bertemu. Mama mengajakku makan malam tapi aku beralasan akan bertemu dengan para staff dan
Aku menatap kosong ke wajah memelas didepanku."Lex, tolong... Kasih Drian buat aku. Aku butuh dia..." Wajah cantik kakakku itu berlinang airmata. Dia mengatakannya dengan tubuh gemetar.Mataku panas menatap bayi kecil tak berdosa yang sedang tidur dipelukannya. Bayi yang tidak mengerti apa-apa, bayi yang berhak mendapat kasih sayang penuh dari Mama dan Papanya."Aku udah kehilangan Brian. Tapi aku ga mau anakku kehilangan Papanya. Aku mohon Lex. Jangan bawa Drian pergi. Kami butuh dia.." bahunya bergetar saat menunduk sambil menutup wajahnya dengan satu tangan.Aku menelan kenyataan baru yang harus aku hadapi sekarang. Aku kalah, mengalah pada mahluk tidak berdosa itu.Aku mengusap bahu kakakku dan memeluknya, menahan jeritan tangisku. Aku menarik napas, berusaha menenangkan dentuman jantungku sebelum menjawab. Aku menarik napas berkali-kali, menetralkan rasa sesak di dada. Aku menarik napas agar tidak menangis."Kak.. kakak tenang aja oke?
Perutku terasa kram saat aku terbangun jam sembilan pagi, kak Drian sudah berangkat pukul enam dan aku berpura-pura tidur saat dia pamit. Setelah bayangannya menghilang aku terduduk sambil menangis. Semua rasa sedih yang aku tahan semalaman memuncak. Aku sudah menghubungi Mama dan bilang bahwa aku harus kembali ke Lombok. Mama awalnya protes karena aku hanya sebentar bertemu tapi aku beralasan, entah masuk akal atau tidak, pastinya aku sudah tidak sanggup lagi bertemu dengan pria itu. Aku tidak memberitahu kakakku, dia pasti mengerti apa yang membuatku pergi secepat ini. Aku membereskan barang-barangku, membawa semua kenangan kami yang sebelumnya kusimpan disana. Dan aku langsung ke Bandara. Karena mendadak, aku baru bisa berangkat pukul satu siang. Jam sebelas aku sudah sampai di bandara dan langsungcheck in.Aku hanya duduk diruang tunggu, pikiranku kosong hingga dering ponsel mengusikku. Kak Drian terus menghubungiku tapi aku me
Aku jatuh sakit, seminggu kemudian aku terbaring di rumah sakit. Seperti mendapat penderitaan bertubi, seolah Tuhan menghukum atas apa yang aku lakukan karena menyakiti pria itu, aku kehilangan jabang bayiku.Setelah kembali dari Bali aku mengalami depresi, aku tidak bisa berangkat kerja, tidak mengurus tubuhku dengan baik sehingga janin kecil yang ada dirahimku harus menjadi korban. Aku kehilangan hal berharga yang merupakan wujud cintaku bersama Drian.Reno bingung melihat keadaanku, dia pikir aku sakit tipes dan aku
Present dayHalaman belakang rumah Mama di sulap menyerupai tempat pesta minimalis, tidak ada acara khusus, hanya berkumpul bersama dengan beberapa sanak keluargasambil menanti pergantian tahun.Ada beberapa meja di kiri taman yang berisi bermacam-macam kue dan minuman. Di sudut kanan ada tenda kecil, sepertinya khusus untuk Brielle bila tertidur.Beberapa asisten rumah tangga tampak sigap melayani, Mama menyiapkan beraneka makanan dari pembuka hingga penutup. Aku tadi siang hingga sore hanya bantu mendekor halaman luas itu, terlihatsimpletapi cukup memakan banyak waktu.Pukul enam sore saat saudara-saudara kami terlihat mulai berdatangan, aku baru selesai mandi. Aku sedang mengenakan anting saat melihat dari jendela kamarku ke arah bawah. Sudah ramai orang, ada beberapa keluarga dari pihak Mama dan Papa yang datang. Kira-kira ada dua puluh lima hingga tiga puluh orang yang sudah hadir. Pandanganku
"Akh.. hhh..Mmh.."Aku mendesah tanpa henti saat Reno menumbukku dari belakang, tangannya tidak berhenti meremas payudaraku dan aku mengerang saat pelepasanku tiba. Kemudian suamiku menyusul, mengerang berat saat dia mencapai puncak. Reno melepaskan miliknya lalu merebahkan tubuh kami berdua."Wow! Kamuh... Hothh.. bangeth!!" Dia terengah. Dan aku terdiam menatap langit-langit kamar.Semua gara-gara dia!!Sejak kejadian tadi, kak Drian tidak berhenti menggangguku. Kapan pun ada kesempatan, dia akan mendekat, menyentuhku secara sengaja, seperti saat pesta tahun baru itu, saat kami membagikan kembang api, dengan sengaja dia mengelus jariku ketika aku menyerahkan korek api.Aku berusaha acuh, tapi aku tidak memungkiri kalau aku terpengaruh dengan sentuhan pria itu. Gila! Dia memang gila!Aku melepaskan amarahku dengan mengajak Reno bercinta penuh gairah malam ini setelah acara bubar pukul dua pagi. Sudah satu jam kami bercinta tapi aku
Satu bulan kemudian, ada pesan masuk ke emailku. Ada permintaan bookingkamar dan fasilitas lainnya untuk acara Seminar Kesehatan dihotel kami. Pesertanya datang dari berbagai kota di Indonesia. Wow! Aku segera menghubungi Reno, dia bilang dia lupa memberitahu bahwa dia sudah sudah membalas email itu dengan bilang setuju dan menyerahkan segala urusannya padaku. Dia bilang sudah pernah menerima email itu, dan kelanjutannya diserahkan padaku. Pesertanya banyak, dan mereka membookingseluruh kamar dihotel kami. Double Wow! Dalam email itu dikatakan bahwa para pengurus Ikatan Dokter Muda Indonesia akan datang untuk survey. Aku bersemangat menyiapkan semuanya. Kali ini sahabatku ikut terlibat, aneh, padahal biasanya Krista selalu enggan berhubungan langsung dengan pihak perusahaan. "Kali aja Lex, nemu jodoh Dokter ..." sahutnya sambil menaik-turunkan kedua alisnya berkali-kali. Aku menggeleng mendengar kehaluan sahaba
Aku berjalan ke arah ruang makan, Dina bilang mereka sedang sarapan pagi. Tanganku terkepal rasanya ingin menggebrak meja tempat pria itu makan dengan santai seolah tidak mendengar hentakan sepatuku yang mendekat padanya. "Selamat pagi dr. Dri.. Ehem.. Dr. Samuel..". Aku tersenyum dan mengangguk pada ketiga orang lain yang membalas sapaanku. "Pagi bu Alexys. Sudah dengar rupanya ya ..." Dia menjawab sambil acuh dan aku merasa kesal. "Katanya ada masalah dok? Bisa jelaskan sama saya?" Aku tetap berwajah tenang sambil menekan emosiku dalam-dalam. "Ya.. saya mengurungkan niat untuk mengadakan acara seminar disini." Ketiga orang lain di meja itu terlihat terkejut. Rupanya mereka juga belum tahu hal itu. "Kenapa ya kalau saya boleh tau? Apa ada masalah dok?" "Ya. Ada. Saya tidak menyangka kalau anda sebagai pimpinan disini bersikap tidak profesional." Jawabannya membuat atmosper diruangan itu berubah. Beberapa pasang mata me