Share

Bab 3. Sebuah Simbol

Tidaaak, jangan ambil anakkuu!”

Alvaro terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah dan peluh membasahi dahi, punggung serta dadanya. Lelaki itu membuka kaos putihnya yang terasa lengket, lalu tercenung. Ia tak mampu mengingat persis mimpinya, yang mampu ia ingat hanyalah teriakan seorang wanita dan sebuah simbol yang berdenyar seperti kilatan cahaya. Sudah beberapa hari ini mimpi itu datang padanya.

“Hai, Bro, kamu nggak kenapa-kenapa ‘kan?” Gio rekan sekamar Alvaro menatap Alvaro dengan wajah khawatir. Di sisinya ada Ribby, penghuni kamar sebelah yang ikut melongo menatapnya.

“Jangan khawatir, hanya mimpi.” Alvaro meraih air mineral di atas nakas dan meminumnya.

“Dia sering mimpi sampai teriak-teriak begitu?” tanya Ribby pada Gio, menunjuk Alvaro.

“Sering. Kadang sampai menjambakku,” sungut Gio menggoda Alvaro.

“Hiih, aku nggak kuat punya teman sekamar kayak gitu,” Ribby memutar bola matanya.

“Sialan, terus aja ngomongin aku terang-terangan!” hardik Alvaro berpura-pura ingin menuangkan air mineral itu ke kepala mereka. Gio dan Ribby tergelak.

Meski mereka di luar terpaksa harus menutup diri agar ‘tak terlihat’, tapi sebagai sesama Genus, mereka bisa bercanda lepas. Hanya saja mereka juga tidak boleh menyapa Genus yang berada dalam satu sekolah atau satu kampus dengan mereka. 

“Oya, lusa aku dipanggil sama Metira Jovanka tepat di usiaku yang ke 20 tahun. Aku dapat firasat, sepertinya bakal naik tingkat,” ujar Ribby dengan mata berbinar.

“Tau dari mana? Halah, paling juga dideportasi,” timpal Gio mencebik. 

“Tau lah. Selama tiga tahun ini, aku menghasilkan Spesies yang banyak. Kalau kamu, bukan hanya dideportasi, Gio, tapi juga diteleportasi,” sungut Ribby.

 Alvaro menatap kedua manusia di hadapannya dengan takjub. Gio dan Ribby adalah anggota Genus terceria yang pernah ia temui. Terbayang bagaimana sulitnya mereka menjalani hidup sebagai Genus yang harus ‘tak terlihat’ dengan karakternya itu, dan harus menjalankan perkerjaan layaknya kriminal. 

 “Tes apa saja yang kira-kira akan kita jalani? Aku selalu bertanya-tanya tentang itu.” Alvaro tercenung, menatap dinding kamar yang tanpa jendela. 

 Gio dan Ribby bersitatap lalu menggeleng, “Aku nggak tahu. Yang jelas, rasanya sudah tidak sabar. Menjadi Familia sepertinya lebih terhormat. Nanti aku ingin posisi sebagai programmer. Sepertinya keren. Kamu gimana, Gio?” Ribby terkekeh.

 “Yang jelas, kalau aku sudah naik tingkat, aku malas ketemu kamu lagi, By. Bosan liat tampangmu.” Gio menoyor kepala Ribby.

 “Sialan!” umpat Ribby mendelik.

 Alvaro menarik sudut bibirnya. Ia sungguh-sungguh merasa senang dengan kebahagiaan temannya dan berharap keinginan Ribby menjadi kenyataan. Tapi entahlah, jauh di lubuk hatinya, ia meragukan itu. 

                            ***

 Bunyi alarm terdengar berisik di sepanjang koridor. Puluhan Familia berjalan tergesa ke arah aula di sayap kanan bangunan. Sekejap saja mereka sudah duduk rapi, mendengarkan Metira Jovanka memberi pengarahan.

 “Tugas kalian adalah mengawasi Genus. Satu Genus diawasi dua Familia. Mengawasi gerak-gerik mereka, memastikan mereka ‘tidak terlihat’, juga menghitung total prestasi mereka, ” tegas Metira Jovanka.

 Davira mendengarkan setiap detil petunjuk dari Metira. Lalu mulai mengecek pada layar di mejanya, siapa Genus yang harus ia awasi. 

Alvaro Daharyadika. 

Davira mengklik profil lelaki itu, membaca prestasinya, mempelajari beberapa hal yang dianggap perlu. Tangannya bergerak menurunkan kursor dan melihat-lihat beberapa foto dari sketsa yang lelaki itu torehkan di kertas lecek. Ia pasti lelaki yang berbakat karena sketsa yang ia hasilkan sangat bagus. Mungkin pengawas lama yang telah menemukan gambar-gambar itu dan memasukkan dalam data Alvaro. 

Davira berhenti menekan layar saat melihat di salah satu foto ada sketsa yang sangat mirip dengan dirinya. Davira mengerutkan kening. Apakah itu dirinya? Kalau iya, kenapa Alvaro menggambarnya? Apakah lelaki itu mengenalnya? Davira tersenyum saat menyadari gadis dalam sketsa itu lebih cantik dari dirinya. 

Gadis itu kembali menggerakkan kursor ke arah kanan. Kini jantungnya berdegup kencang. Ia menemukan beberapa foto berisi sketsa yang sama, hanya saja diambil dari sudut yang berbeda. Sebuah simbol berinisial BD yang ditulis dengan ukiran. 

Davira menghembuskan napas. Ia mengenal simbol itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status