Hari ini, Selena pulang dari rumah sakit karena keadaannya yang sudah membaik. Orang tuanya dan orang tua Harry juga ada di sana untuk ikut mengantar mereka ke rumah Harry. Sedangkan William dan Ella tidak ikut karena William sedang ada pekerjaan penting.
Di rumah Harry, mereka sedang duduk di ruang keluarga.
"Rumah ini begitu besar untuk kalian tempati berdua. Kenapa tidak menambah satu atau dua orang lagi," ucap Haira.
"Memangnya siapa yang akan kami rekrut menjadi penghuni rumah ini, Bu?" tanya Harry.
"Siapa? Tentu saja anak kalian," sahut Haira.
"Itu masih lama, Bu. Selena dan aku be....aduh!" Harry meringis saat merasakan kaki Selena menginjak kakinya.
"Iya, Ibu mengerti. Masih lama karena belum dibuat kan? Kau sama polosnya seperti Ella." Haira menggelengkan kepalanya.
"Kalau bisa jangan lama-lama, ya. Kami ingin sekali menimang cuc
Setelah Harry menghapus video terkutuk itu, ia pun segera menyegarkan diri. Di tengah guyuran air shower, ia terus tersenyum sambil membayangkan bagaimana malam pertamanya dengan Selena.Setelah mengganti baju, ia kembali ke dapur. Selena sudah selesai memasak. Wajahnya tampak lelah dan berkeringat."Kenapa kau harus turun langsung memasak semuanya? Kau bisa meminta pelayan memasaknya." Harry mendekati Selena dan mengusap kepalanya."Aku ingin sekali memasak untuk suamiku. Dulu aku sering ikut lomba memasak, lho.""Oh ya? Kau dapat juara berapa?""Juara 3.""Wah hebat, masakanmu pasti sangat enak. Aku jadi tidak sabar.""Aku mandi dulu, ya. Nanti kita makan malam bersama." Selena hendak pergi ke kamarnya."Tunggu. Bagaimana kalau nanti malam kita Dinner di ruangan pribadiku. Tidak akan ada gangguan," ujar Harry.
Pagi itu Ella sedang membantu para pelayan menyiapkan sarapan di dapur.William datang dengan pakaian rapi serta tas kerjanya. Ella langsung mengambilkan makanan ke piring William juga piringnya dan mereka pun sarapan bersama."Sayang, sepertinya aku akan pulang telat. Aku ada pertemuan penting dengan pengusaha dari kota B pagi ini, lalu ada pertemuan besar di perusahaan ayah." William berbicara dengan penuh semangat."Oh, ya sudah. Tapi sepertinya klienmu sangat penting hingga matamu berbinar-binar saat membicarakannya.""Tentu saja. Perusahaan itu sama seperti perusahaan Armadja. Sangat sulit diajak untuk bekerja sama. Jangankan bekerja sama, bertemu saja sangat sulit.""Sepenting itu kah?""Ya, tentu saja. Dia orang yang sangat berpengaruh di dunia bisnis. Tidak ada yang berani menyentuh dirinya.""Sehebat itu?"
Dua puluh tiga tahun yang lalu, bertempat di negera California. Terjadi sebuah pembantaian di sebuah keluarga mafia. Mereka adalah Tuan Gerald Jenskin dan Nyonya Rilley Jenskin serta anaknya."Berpencar dan cari mereka!" suara seorang pria bertubuh kekar menggema di ruangan megah itu.Tampak sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Mayat berserakan dimana-mana dengan luka tembak di sekujur tubuh mereka. Itu semua adalah perbuatan anak buah dari pria itu.Semua anak buahnya perpencar dan mencari sepasang suami istri yang merupakan pemilik rumah itu.Tak berselang lama, mereka kembali dengan sepasang suami istri yang sudah dalam keadaan terikat rantai. Mereka adalah Gerald dan Rilley yang merupakan musuh dari pria tersebut.Mereka di hadapkan ke pria itu. "Tuan, anak mereka tidak kami temukan. Sepertinya mereka tahu akan kedatangan kita dan mengungsikan anak mereka," lapor seoran
Beberapa hari kemudian,Ella dan William melakukan perjalanan ke danau terkenal di daerah mereka dengan dikawal sebuah mobil berisi empat orang pengawal.Sepanjang jalan, Ella terus saja tersenyum. Ini pertama kalinya ia piknik bersama William. Segala perbekalan telah dibawa.Sesampainya di sana, Ella terkejut melihat danau yang tidak ada wisatawan satu pun."Kenapa sepi? Bukannya ini hari libur?" tanya Ella."Entahlah, mungkin mereka bosan ke sini terus.""Tunggu! Jangan bilang ini semua ulahmu. Kau telah menyewa tempat ini hanya untuk kita, bukan?" Ella menatap curiga."Kau sekarang sangat pintar." William mencubit gemas pipi Ella."Haruskan menggunakan kekuasaan hanya untuk piknik?""Jika itu membuatmu rileks, kenapa tidak?"Ella menghela nafas panjang. Ia hanya pasrah saja. Toh yang dik
Buggh!!William meninju dinding yang ada di depannya dengan sekuat tenaga sampai tangannya terluka. Ella tidak berani menatap William yang sangat emosi itu."Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?""Maafkan aku. Aku takut kau akan marah.""Sekarang pun aku marah. Jika sejak awal kau jujur, aku tidak akan terlihat sebodoh ini kau tau?""Maafkan aku." Ella masih menunduk sambil meremas ujung bajunya."Lalu kenapa kau sampai membahayakan keluargaku? Kau ingin semua keluargaku juga dibantai?"Kalimat William sontak membuat Ella berdiri dan menatapnya dengan serius."Tidak. Aku tidak pernah berniat membawa keluargamu ke dalam masalah keluargaku. Aku....aku awalnya menolak saat ayah menjodohkanku dengan Harry. Namun, jika aku hidup sendirian, maka mereka akan dengan mudah menangkapku. Aku mohon, William. Maafkan aku." E
"Mau pergi kemana, Sayang."Sebuah suara yang Ella kenal menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke sumber suara dan alangkah terkejutnya ia saat melihat orang yang sangat ia kenal."William!" Ella membelalakkan matanya saat melihat William berdiri di belakang Abraham."William, pergilah atau kau akan celaka!" teriak Ella."Ella tenanglah. Aku mengerti kau pasti sangat syok." William mendekat dan mencoba menenangkan Ella."William, apa maksud dari semua ini? Kenapa kau ada di sini?" Tatapan mata Ella memaksa sebuah penjelasan."Sebenarnya......"Flashback OnSehari setelah pertemuan William dan Abraham.William masih memikirkan tentang Ella yang terus menampakkan perubahan yang mencolok. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menemui Abraham karena ia yakin Abraham mengetahui sesuatu.
William dan Ella baru saja sampai di rumah. Rasa lelah menghampiri mereka karena seharian ini begitu banyak kejadian tak terduga yang melibatkan fisik dan pikiran mereka."Aku tidak menyangka ternyata Ayah kandungku masih hidup." Ella merebahkan dirinya ke atas ranjang empuk di kamar mereka."Keluarga Jenskin sangat kejam. Mereka memang pantas mendapatkan apa yang mereka alami dulu." William mendaratkan bokongnya ke atas sofa tak jauh dari tempat Ella."Aku penasaran, bagaimana rupa saudara kembarku dan kakak laki-lakiku." Ella bangkit dari posisinya dan menatap William dengan serius."Pasti dia sangat cantik sepertimu. Dan kakak laki-lakimu sangat tampan seperti ayahmu. Aku sudah mengirim orang-orang terbaikku untuk melacak keberadaan mereka. Kita berdoa saja semoga mereka segera ditemukan." William mendekati Ella dan mengusap ramb
Beberapa jam kemudian.William dan Ella baru saja sampai di rumah sakit karena William baru membaca pesan setelah selesai rapat. Terlihat William begitu panik mengetahui Harry koma. Ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya saat ini."Bu, kenapa bisa begini?" tanya William pada Haira, ibunya."Semua ini karena dia!" Haira menunjuk asal ke wanita yang sedang duduk sambil terus menundukkan kepalanya."Apa?" William mendatangi Selena. "Apa yang kau lakukan pada adikku? Apa salahnya? Apa kebaikan dan ketulusannya selama ini kurang bagimu hingga kau tega melakukan ini semua?"Selena hanya diam dan menunduk."Jawab ketika aku sedang bertanya!" William tampak emosi."Emm William, dia bukan Selena. Selena ada di sana." Ella menunjuk Selena yang sedang berdiri di belakang William sejak William salah memaki orang.Wanita yang bar