Share

3. RAHASIA TERBONGKAR

“Pesanan dari Pak Radit, bu.” Jawab anak muda songong tadi.

“Untuk apa?!” tanyaku gusar. Makin tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

“Untuk pernikahannya dengan Neva!” jawab anak pak karno dengan penuh emosi.

“Jangan berani memfitnah suamiku atau kau tahu akibatnya!” aku mencoba tetap kuat. Walau ada getaran dalam ucapanku. Bolamata mulai memanas. Aku tak bisa percaya kepada anak songong itu. Namun jauh dalam hati aku mempercayai ucapannya.

‘Tapi itu benar, Bu. Pernikahannya akan dilaksanakan besok. Kami diancam oleh Bapak untuk tak memberitahukan kepada ibu. Kalau sampai kami memberitahu ....”

“Cukup! Aku tak mau mendengar apapun!” menutup kedua telingaku. Dada terasa terbakar dan sangat berat bagai di tindih ribuan batu. Untuk mengambil nafas saja terasa sulit.

Menjatuhkan tubuh di lantai dan menumpahkan kesedihan. Tega sekali kamu menghianatiku, Mas. Tega sekali. Aku tak menyangka kau bisa melakukannya. Membayangkan saja aku tak berani, apalagi sampai mengalaminya. Namun kenyataannya kau telah berkhianat.

Ponsel yang berada di meja kasir berbunyi dan memekakakn telinga. Pasti para pelanggan yang akan berbelanja.

“Bu, Pak Radit yang telfon. Bagaimana ini?”

“Mas Radit menelpon. Mau apa dia. Apa dia akan memberikan kabar kebahagiaannya. Rahangku mengeras menahan amarah di dada. Segera bangkit dan menuju meja kasir.

“Angkat telponnya. Tanyakan apa maunya dia. Dan jangan katakan kalau saya ada di sini. Mengerti?”

“Iya, Bu.” Jawab Asih salah satu karyawan.

“Halo.”

“Rani apa dagingnya sudah dikirim?” terdengar suara Mas Radit dengan jelas. Asih sengaja menekan tombol pengeras suara supaya aku bisa mendengar percakapan mereka.

“Ini, Asih pak. Mba Rani sedang keluar sebentar. Sudah di kirim tadi, pak. Seratus lima puluh kilo.”

“Baguslah. Bagaimana keadaan di toko? Aman’kan?”

“Aman, Pak.”

“Baksonya apa sudah dikirim juga?”

“Belum, Pak. Masih di proses. Bapak’kan minta stok yang baru dan super. Paling nanti sore baru bisa di antar.”

“Oke deh. Tiga puluh kilo ya, jangan lupa.”

“Iya, Pak.”

“Oke. Oh ya, masih ada stok daging yang super?”

“Masih pak tinggal lima puluh kilo.”

“Suruh Karno ngirim ke rumah ibu sekarang, ya. Dan mulai besok toko libur sampai saya pulang. Jangan khawatir gaji kalian takkan ada yang dipotong.’

“Baik, pak. Terimakasih.”

Tut tut. Sambungan diputus secara sepihak. Selama mendengar percakapan Mas Radit dadaku terasa gemetar. Tanganku yang mengepal memukul meja kasir dengan keras. Tak peduli dengan orang di sekelilingku yang ketakutan. Wajar saja karena mereka tak pernah melihatku semarah ini.

“Raditya Bagaskara! Kau sudah berani membangunkan macan tidur. Kau belum tahu siapa istrimu. Apa yang akan kulakukan padamu pasti takkan pernah kau bayangkan. Apalagi ibu mertua dan juga Nena tahu dan ikut membantu pelaksanaannya. Para benalu itu akan tahu siapa menantu dan kakak iparnya ini!”

Menghela nafas untuk mengendalikan emosi. Jemariku berdarah. Sakitnya tak sebarapa dibanding dengan perih yang menusuk hatiku.

“Ibu, tangan ibu berdarah. Mari saya obati.” Asih menawari pengobatan. Namun aku tak ingin dikasihani.

‘Tidak usah. Ini hanya luka kecil.” Bagiku memang luka ini terlalu kecil dan ringan. Tapi sakit yang ada dalam dada ini lebih parah dan bukan hanya menimbulkan rasa sakit. Tapi juga dendam.

“Lalu apa yang harus kami lakukan, Bu?”

Aku bergeming. Entahlah, aku sendiri belum bisa mengambil keputusan secepat ini. Yang ada di kepalaku hanya membalas dendam tapi bagaimana caranya. Haruskah aku datang menangis meraung-raung meratapi penghianatan suamiku. No. Tidak akan mungkin kulakukan. Sangat memalukan dan menurunkan harga diri. Aku harus menemukan cara yang elegan untuk menghancurkan sekaligus mempermalukan suamiku dan keluarganya.

Sesaat merenung, lalu melintas dalam pikiran ide yang kudapatkan. Aku menjentikkan jari dan tersenyum sinis.

“Kalian turuti saja apa permintaan Mas Radit.”

“Apa sebaiknya tidak usah dikirim saja neng. Keenakan banget mereka nikah ga modal.”

“Biar itu menjadi urusan saya, Pak Karno. Sudah jelas saya rugi. Dan mereka semua harus membayar mahal kerugianku!” Aku meremas kertas yang ada di meja dan melemparnya asal.

Selama ini Mas Radit dan keluarganya sudah merampok hartaku. Dengan jahatnya dia berbohong kalau penjualan beberapa tahun ini semakin menurun. Dan bodohnya aku yang sangat mempercayainya. Tak pernah ke toko untuk mengontrol perkembangan.

Ternyata pria yang kupercaya mengelabui tentang omset penjualan. Begitu bodohnya aku percaya begitu saja. Kalau memang penjualan menurun drastis, kenapa juga toko masih eksis hingga sekarang. Aku harus mengecek keuangan dalam beberapa tahun.

“Saya mau tanya. Apa semenjak Mas Radit yang mengelola toko menjadi sepi?”

‘Tidak, Bu. Malah tambah rame. Distributor dan kios-kios kecil penjualan daging juga bertambah. Apalagi sekarang lemaknya juga laku keras.”

“Benarkah?”

“Benar, Bu.”

Kembali aku harus berfikir keras. Kemana Mas Radit menyembunyikan uang hasil dari toko. Benar-benar tak percaya.

“Siapa yang bertanggung jawab dengan laporan keuangan?”

“Rani, Bu.”

Aku menghela nafas panjang. Sangat merasa bersalah karena sudah menuduhnya menggelapkan uang perusahaan. Aku harus meminta maaf kepadanya.

“Asih, tolong kalau Rani sudah membaik, aku butuh laporan tiga tahun terakhir yang singkat dan jelas. Saya butuh data berapa rata-rata pemotongan perhari serta omset tiap bulan dan keuntungannya. Saya tunggu secepatnya.”

“Baik, bu.”

“Pak Karno, antar daging ke rumah ibu mertuaku. Aku akan ikut bersamamu. Dan kau Kadir, bawa mobilku dan ikuti kami. Ingat, jangan berhenti dengan jarak dekat, supaya suamiku tidak curiga. Aku yakin dia pasti ada di sana.”

“Baik, bu.”

Sambil menunggu karyawan aku merenung. Bagaimana mungkin aku bisa tertipu. Dan dia juga menyembunyikan uang itu di mana. Sedangkan tak pernah ada laporan dari  transaksi bank yang mencurigakan. Aku harus segera mencari tahu.

Ratih. Ya, aku teringat dengan temanku yang bekerja di Bank di mana aku menyimpan uang di sana. Aku ingin bertanya kepadanya. Semoga saja dia bisa membantuku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status