Sesampainya di rumah, aku menghambur ke pangkuan ibu dan menumpahkan kesedihan.bIbu terlihat sangat khawatir. Beliau mengelus rambutku.
“Ada apa, Nak?”
“Mas Radit menghianati putri, Bu.”
“Menghianati bagaimana?”
Aku menatap wajah ibu. “Mas Radit sudah membohongi putri. Dia tidak pergi ke lauar kota untuk berbisnis. Ternyata dia sedang mempersiapkan pernikahan dengan wanita lain. Mereka sudah menjalin hubungan sebelum pernikahan kami, Bu.”
“Astaghfirulloh hal’adzim. Tega sekali Radit. Kasihan sekali kamu, Nak. Yang sabar, ya.” Ibu memelukku dan ikut larut dalam kesedihan. Beliau pasti lebih terluka melihat putri satu-satunya dihianati.
Aku tak boleh melihat ibu seperti ini. Mengangkat dan menghapus airmata. Lalu menatap wajah ibu yang bersimbah airmata. “Aku tidak apa-apa. Jangan menangis, Bu. Jangan membuang airmata ibu sia-sia demi pria seperti Raditya. Airmata ibu terlalu berharga.” Sembari menghapus airmata ibu dengan jemari.
“Nak, ibu tahu hatimu sangat terluka.”
‘Tidak, Bu. Mulai detik ini rasa cintaku telah mati untuk Raditya Bagaskara. Pria penipu dan juga perampok!” ucapku sembari mengepalkan tangan. Lalu duduk di samping ibu.
“Apa maksudmu? Siapa yang ditipu dan suamimu merampok apa?”
Aku menatap mata ibu dengan tajam.”Ternyata, omset penjualan toko kita tidak pernah menurun. Akan tetapi meningkat tajam. Putri tadi bertanya kepada para karyawan. Raditya sudah menipu kita bertahun-tahun. Dia juga punya rekening pribadi atas namanya tanpa sepengetahuanku. Dia juga sudah membangunkan rumah untuk ibunya dan juga membiayai kuliah Nena. Belum lagi rumah pelakor itu yang modelnya sama persis dengan rumah ibu mertua. Putri curiga kalau rumah itu juga dibangun dari uang kita,Bu.”
“Jahat sekali Raditya. Ibu tidak menyangka. Setahu ibu dia laki-laki yang sangat baik. Maafkan ayah dan ibu yang sudah menikahkanmu dengannya. Kasihan sekali putriku. Maafkan kami.” Ibu menggenggam tanganku. Beliau sangat sedih dan menyesal.
“Sudahlah, Bu. Aku tidak apa-apa dan tak ingin dikasihani. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah menyelamatkan asset dan juga toko. Aku mau minta tolong sama ibu untuk menyimpan brankas ke rumah paman. Apa ibu mau melakukannya?”
“Iya, Nak. Kalau sampai pamanmu tahu, tamatlah riwayatmu Raditya.”
“Tolong, jangan katakan apapun kepada paman. Aku tidak mau paman bertindak brutal dan membahayakn dirinya. Biar aku sendiri yang akan membalasnya dengan caraku.”
“Baiklah. Ibu percaya padamu. Hati-hati menghadapi orang-orang seperti mereka!”
“Iya, Bu. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Lihat saja nanti!” aku mengepalkan tangan menahan amarah.
Menatap jemariku yang terluka akibat kebodohanku tadi. Kuamati luka yang masih memperlihatkan warna merah. Bodoh, sungguh bodoh yang telah kulakukan.. Aku berjanji pada diri sendiri tak akan melukai diri. Percuma meluapkan amarah dengan melukai diri sendiri. Takkan menyelesaikan masalah. Yang ada kita yang terkena masalah dan lawan justru bersenang-senang dengan penderitaan kita. Itu takkan terjadi lagi.
“Ayo, Bu. Kita ke kamarku.”
Kami harus bergerak cepat. Sebelum Raditya kembali, harus menyelamatkan asset berharga dan meneliti satu persatu isi brankas. Untung saja aku mengganti pin secara berkala hingga suamiku tak bisa membukanya. Pernah dia memintaku untuk memberitahu, tapi kutolak secara halus. Ternyata dia punya rencana busuk untuk menguasai hartaku.
Mengambil brankas yang berada di lemari khusus dan hanya aku yang punya kuncinya. Meletakkan di atas ranjang. Lalu menekan beberapa tombol hingga terbuka. Semuanya masih utuh. Surat tanah, mobil, perhiasan dan uang tunai. Segera menguncinya kembali.
Kini aku harus mencari surat tanda kepemilikan mobil milik suamiku dan juga ibunya. Ya. Aku memang setuju sewaktu Mas Radit mau membelikan mobil untuk ibunya. Semua memakai uangku. Artinya mobil Radit dan juga ibunya milikku. Aku harus mengambilnya kembali.
Membuka lemari pakaian Radit dan membuka lacinya. Sial. Lacinya terkunci. Aku akan mencoba mencari kuncinya di laci meja kerjanya yang ada di sudut kamar. Segera berlari dan mengaduk semua barang yang ada di sana.
Usahaku membuahkan hasil. Aku menemukan segepok kunci. Mudah-mudahan saja salah satunya adalah kunci yang aku cari.
Mencoba kunci yang berukuran kecil. Satu, dua, tiga dan empat. Huch. Tak ada yang cocok satupun. Huch. Aku membuang baju Radit yang sudah tertata rapih dengan kesal.
Klenting. Terdengar suara benda yang terjatuh. Ternyata tiga kunci berukuran kecil. Mungkinkah itu yang kucari. Seandainya iya rapih sekali dia dalam menyimpannya.
Segera kuambil dan mencoba membuka laci yang terkunci. Yess. Terbuka. Ternyata usaha memang takkan menghianati hasil.
Segera mengaduk isi di dalamnya. Semoga buku tabungan Radit ada di sini. Hanya Ada satu amplop berwarna coklat berukuran besar. Segera kuambil dan melihat isinya. Ada tiga buku kepemilikan mobil. Dua bpkb aku sudah bisa memastikan kepemilikannya. Milik Radit dan ibunya. Satu lagi aku tidak tahu. Ah sudahlah. Lebih baik tetap aku simpan ketiganya dan menanyakan kepada paman siapa pemilik mobil yang satunya..
“Put. Lihat ini tas hitam milik Radit. Mungkin ada sesuatu yang bisa kau selamatkan.”
Ibu memberikan tas warna hitam seperti tas kerja yang biasa di bawa Radit. Tapi ini berbeda. Aku baru melihatnya sekarang.
Memang selama ini aku tidak pernah membongkar isi lemari suamiku. Karena terlalu mempercayainya. Ternyata aku sudah di bodohi selama bertahun-tahun.
Segera membuka isi tas. Ada dua surat kepemilikan tanah. Milik siapa ini. mencoba membuka keduanya. Yang satu merujuk kepada alamat ibu mertua. Dan yang satu lagi jalan mawar. Bukankah ini alamat rumah yang tadi aku datangi. Kurangajar. Ternyata Radit benar-benar bajingan kelas kakap. Dia juga membelikan rumah suntuk si pelakor secara diam-diam. Darahku mendidih menahan amarah yang sudah memuncak.
“Radit! Dasar penipu! Lelaki bajingan! Kau sudah merampok uangku habis-habisan! Haacchh!” aku menjerit dan menangis histeris. Tak kusangka aku sudah memelihara perampok kelap kakap di rumah ini.
“Ada apa, Nak? Tenang. Yang sabar ya?” ibu memelukku dan mencoba menenangkan. Tapi hati ini tetap saja tidak bisa tenang. Rasanya dada ini mau meledak.
“Bagaimana aku bisa tenang, Bu. Radit sudah merampok uang kita. Ternyata dia tidak hanya membeli rumah untuk ibunya, tapi juga untuk si pelakor itu! Bagaimana aku bisa tenang dan sabar, Bu.” aku menumpahkan kesedihan pada dada ibuku. Airmata bak hujan deras yang mengalir tak bertepi. Hatiku begitu lara. Bagaimanapun aku berusaha untuk kuat dan tegar, tetap saja aku seorang manusia yang punya kelemahan. Cobaan yang kujalani begitu berat. Bukti-bukti yang kudapatkan sangat menyesakkan dada.
“Putri gak kuat, Bu. Gak kuat. Lebih baik putih tulang dari pada harus menerima kenyataan seperti ini.”
“Sst, jangan bilang begitu. Kau harus kuat dan bertahan demi ibu, Nak. Lihat mata ibu.” Ibu mengangkat daguku dengan pelan dan membawa mata sembabku untuk menatap ke arahnya.
“Kau belum kalah. Surat-surat itu masih lengkap. Artinya kau bisa menguasai seluruhnya. Jadilah wanita yang cerdas dan kuat kalau kau ingin membalas kejahatan suamimu. Lakukan dengan cara yang elegan dan jenius. Pikirkan mulai sekarang. Jangan menangis lagi. Air matamu tak pantas untuk penipu seperti Radit! Menangis takkan menyelesaikan masalah! Sekarang yang harus kau lakukan, berdo’a dan minta petunjuk kepada yang kuasa.”
Benar apa yang ibu katakan. Aku tak boleh lemah. Untuk menyingkirkan para benalu itu harus dengan cara yang cerdas. Aku tak boleh main-main dan harus berfikir cerdas. Yang akan aku hadapi adalah orang-orang yang hilang akal. Mereka bisa saja memutarbalikkan fakta. Aku harus membayar orang-orang yang bekerja secara profesional. Tak peduli berapapun uang yang harus kubayarkan. Yang penting tujuanku tercapai.
RADITYA“Bagaimana, Nak. Kau puas dengan hasil yang kau dapatkan sekarang?” tanya ibu dengan wajah berseri.“Puas sekali, Bu. Terima kasih. Semua berkat ibu yang punya rencana sangat jenius. Akhirnya aku kini sudah mendapatkan semua yang kumau dan tidak harus berpura-pura lagi di depan wanita membosankan itu. Aku bangga pada ibu.” Memeluk ibu dengan penuh bahagia.“Aku juga dong. Kan sudah banyak bantu kakak juga.” Ucap adikku satu-satunya dengan bibir manyun.“Iya adikku Sayang. Kakak juga berterimakasih padamu. Makanya seberapapun uang yang kau butuhkan untuk biaya kuliah dan keperluan pribadimu selalu kakak penuhi. Ayo peluk kakak!” Aku melebarkan tangan sembari tersenyum menatapnya.“Idih bau pengantin baru nih.” Goda adikku saat bersandar pada dadaku. Walau usianya kini sudah dua puluh tahun, tapi masih manjanya minta ampun. Semua keinginannya harus terpenuhi. Kalau tida
Saudara sudah berkumpul semua. Ibu memang sengaja mengundang keluarga untuk menyaksikan pernikahanku dengan calon menantu pilihannya. Ya, ibu sangat cocok dengan Neva. Aku sendiri tidak begitu tahu alasannya. Padahal kalau dilihat dari segala sisi, putri jauh lebih baik dari Neva. Mungkin saja keduanya cocok karena sama-sama licik.Yang aku khawatirkan putri sudah mengendus pernikahan keduaku ini. Perasaannya sangatlah tajam. Dulu, saat aku hanya sedikit terkena pisau saat mengajari karyawan memotong daging, dia langsung menghubungi dan menanyakan keadaanku. Feelingnya begitu kuat.Dia sangat perhatian dan pengandiannya sebagai seorang istri tidak main-main. Kepercayaan yang dia berikan untuk mengelola usaha warisan ayahnya juga sebagai bentuk kepatuhan dan juga menjaga harga diriku di depan seluruh karyawan. Dia tidak akan membiarkan suaminya menjadi bawahannya.Dan kini, aku membalas semuanya dengan penghianatan dan menipunya. Apakah yang aku lak
Melihat ke arah jam dinding. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Satu jam lagi pernikahan Raditya akan dilaksanakan. Aku harus segera menuju kesana. Tak boleh terlambat walau hanya sedetik saja. Bisa kacau kalau sampai pernikahan mereka sah sebelum kedatanganku.Aku akan menghubungi orang-orang yang sudah bekerja untukku. Mereka sudah profesional dalam mengerjakan tugas rahasia. Aku mengenal salah satu dari mereka dari paman. Untung saja aku masih menyimpan nomornya.“Bagaimana, semua pekerjaan beres?” tanyaku setelah mendengar suara dari seberang.“Sudah,bu. Semua sudah berjalan sesuai dengan yang kita rencanakan.”“Oke. Setengah jam lagi saya sampai di lokasi.”“Siap. Saya tunggu.”Menutup sambungan telepon. Lalu menyambar map yang ada di atas nakas dengan tergesa. Bersamaan dengan itu terdengar suara nyaring seperti pecahan gelas.Aku menoleh ke arah s
PUTRISuara ketukan halus di kaca mobil membuatku tersentak. Ternyata salah satu orang kepercayaanku. Lalu sedikit menurunkan kaca mobil.“Bagaimana?” tanyaku padanya.“Ini buku tabungan yang ibu inginkan.” Pria itu memberikan buku tabungan atas nama Radit. Penasaran dan membuka saldo akhir. Astaga. Aku menutup mulut yang menganga lebar. Bola mata membulat dengan sempurna. Delapan ratus juta. Nominal yang cukup besar walau sudah terpakai untuk biaya resepsi semewah ini.“Haach!!” aku membuangnya dengan kesal. Lalu memukul kemudi dengan kuat.“Tahan, Bu. Jangan emosi.”“Diam! Jangan mencoba mengaturku!” aku menunjuk orang suruhanku. Dia hanya terdiam dan menundukkan kepala.Aku melihat buku tabungan yang sudah kubuang berada di tangannya.“Berikan padaku!” Aku mengulurkan tangan untuk meminta buku yang membuat emosiku memuncak.Pria itu
“Saya terima ....”“Hentikan pernikahan ini! pernikahan ini tidak sah!” aku segera bangkit dan membuang kacamata hitam dan melepas topi juga masker. Orang-orang menatap tajam ke arahku.“Pup ...putri?!” Mata Mas Radit membulat seolah tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Dia berdiri dan terlihat raut wajah penuh kecemasan.“Iya. Ini aku, istri sahmu!” jawabku dengan penuh penekanan. Lalu melangkah mendekat ke arahnya.“Apa benar anda istri sahnya?” tanya pak penghulu sembari membaca kertas yang ada di hadapannya.“Benar, Pak! Pernikahan ini terjadi tanpa persetujuanku!”‘Tapi di sini tertera kalau Pak Radit itu duda yang istrinya meninggal.”Mendengar keterangan dari penghulu, membuat emosiku makin memuncak. Tanganku mengepal menahan amarah. Teganya dia membuat surat kematian palsu demi bisa menikahi kekasihnya.Plaak. Tanganku bergerak den
“Nena!” Radit mencoba menolong adiknya. Terdengar juga teriakan dari ibu mertuaku yang terlihat mengkhawatirkan putri bungsunya.Darah kental mengalir dari sudut bibir adik kesayangan Radit. Apalagi pipinya juga terbentur tiang tenda. Tentunya membuat lukanya semakin sakit. Aku tersenyum sinis dan menatapnya puas.“Pergi kamu dari sini!” Si Pelakor mendorong tubuhku dengan keras. Karena aku tidak siap hingga membuatku terjatuh.Shiit. Aku melepas jas yang kupakai dan melempar ke arah wanita murahan itu. Lalu melangkah menuju ke arahnya.“Berani kau mengusirku dari rumah ini?!” tanyaku dengan gemerutuk gigi menahan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun.“Ya! Ini rumahku dan aku berhak mengusirmu!” jawab Neva dengan angkuh.Aku menaikkan sudut bibirku. “Rumahmu?! Dengan bangga Kau menyebut rumah yang sudah di beli dengan uang hasil merampok adalah milikmu?! Dasar keluarga parasi
“Kau tidak mungkin melakukan itu!”“Aku berani melakukannya! Bahkan detik ini pun kalian semua sudah kehilangan apa yang kalian miliki! Semua surat tanah dan juga mobil sudah ada padaku. Dan kalian akan segera terusir dari rumah kalian!”“Kau takkan mungkin berani melakukan itu. Dan sebelum itu terjadi aku akan menghancurkan hidupmu! Kau pasti akan menyesal wanita jalang!”Dadaku meradang kala ibu mertua yang selama ini aku hormati memanggilku dengan sebutan yang sangat menyakitkan. Aku sungguh-sungguh tidak terima. Gigi gemerutuk menahan amarah. Tanganku mengepal dengan kuat. Dan Plaak. Aku menampar wanita paruh baya itu dengan punggung tanganku hingga membuatnya terjungkal.“Aw!” Terdengar pekikan dari mulutnya. Suasana semakin kacau. Bahkan para tamu undangan ada yang membubarkan diri. Aku tak peduli. Ada atau tidak ada orang di sini itu bukan urusanku.“Putri!” Radit meng
“Dengar putri! Kau bukan saja sudah mengacaukan acara pernikahanku, tapi kau juga sudah menginjak-injak harga diriku!”“”Lalu apa yang salah?! Aku melakukannya karena kau yang memulainya! kalau kau tak melakukan kebodohan dan menghianatiku, aku juga takkan berbuat seperti ini! bagiku kau sangat menjijikkan!”“Tutup mulutmu atau aku ....”“Aku apa?! Kau akan menjatuhkan talak padaku?! Silakan! Dengan senang hati aku menerimanya! Aku tak butuh pria yang penuh kotoran sepertimu! Sangat menjijikkan!”“Kurangajar sekali kamu!”Radit sudah mengangkat tangannya tinggi dan siap mengayun ke arahku. Untung saja orang suruhanku menghentikannya dengan mencengkeram lengan Radit. Dan yang lainnya membentuk formasi melingkar untuk melindungiku.Aku sangat puas dengan kerja mereka. Tanpa harus dengan kekerasan mereka sudah sigap menjagaku.“Berani kau menyentuh Putr