Share

7. PERSIAPAN UNTUK HARI ESOK

Saudara sudah berkumpul semua. Ibu memang sengaja mengundang keluarga untuk menyaksikan pernikahanku dengan calon menantu pilihannya. Ya, ibu sangat cocok dengan Neva. Aku sendiri tidak begitu tahu alasannya. Padahal kalau dilihat dari segala sisi, putri jauh lebih baik dari Neva. Mungkin saja keduanya cocok karena sama-sama licik.

Yang aku khawatirkan putri sudah mengendus pernikahan keduaku ini. Perasaannya sangatlah tajam. Dulu, saat aku hanya sedikit terkena pisau saat mengajari karyawan memotong daging, dia langsung menghubungi dan menanyakan keadaanku. Feelingnya begitu kuat.

Dia sangat perhatian dan pengandiannya sebagai seorang istri tidak main-main. Kepercayaan yang dia berikan untuk mengelola usaha warisan ayahnya juga sebagai bentuk kepatuhan dan juga menjaga harga diriku di depan seluruh karyawan. Dia tidak akan membiarkan suaminya menjadi bawahannya.

Dan kini, aku membalas semuanya dengan penghianatan dan menipunya. Apakah yang aku lakukan ini salah ataukah benar. Kalau dipikir-pikir, sebagai seorang istri, putri nyaris tanpa cela. Hatinya sangat tulus dan murni. Terlalu jahat jika aku membalasnya dengan kecurangan.

“Huch! Kenapa aku gelisah seperti ini, ya” tanyaku kepada diri sendiri.

Menghempaskan tubuh di atas ranjang dengan keras. Aku tak merasakan sakit. Tidak seperti dulu, karena ranjang kayu reot kini sudah berganti dengan ranjang empuk dan mewah berukuran king size. Bukan hanya ranjang, tapi rumah, mobil dan juga perabotan rumah ini juga hasil dari merampok harta istriku.

Bukan itu saja, tanah ini juga ayah mertuaku yang membelikannya. Lengkap sudah kebaikan keluarga putri di mataku. Namun sayangnya, kenapa mata hatiku tertutup oleh semua pesona Neva. Ya, saat aku melihatnya selalu membuatku tergila-gila. Aku bahkan lupa akan istriku sendiri.

Kini aku merasakan kegelisahan itu kian menguat. Rasa cemas membuatku tak bisa tidur. Hanya memejamkan mata tapi tak bisa terlelap.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun mata ini belum mampu terpejam. Padahal esok hari adalah hari pernikahanku dengan Neva. Aku harus banyak istirahat supaya tubuh terlihat bugar. Namun mata ini tak bisa di ajak kompromi.

Mengambil ponsel dan duduk di tepi ranjang.

“Lebih baik aku menelpon Neva untuk ... tidak. Kenapa tiba-tiba yang melintas di pikiranku adalah putri. Dorongan dalam diri lebih kuat untuk menghubungi istriku yang lugu. Apa sedang terjadi sesuatu dengannya. Mungkin itu yang membuatku merasa cemas!”

“Mungkin saja putri sedang mencemaskan aku karena sudah dua hari ini aku tak menghubunginya. Bahkan sengaja mengganti nomor telpon sementara yang hanya keluargaku dan Neva yang tahu. Bodohnya aku yang tidak memberi kabar. Dia pasti sangat cemas dan khawatir. Hal ini bisa membahayakanku. Dia pasti akan mencari informasi mengenai diriku.”

Mengusap layar ponsel dan mencari nama istriku. Sesaat kemudian terdengar nada sambung. Terputus. Aku mengulangnya hingga beberapakali. Tetap saja tak ada jawaban. Mungkin saja dia sudah tidur. Sekarang sudah larut malam. Besok kalau dia tahu aku menghubunginya, pasti juga menelpon.

Lebih baik sekarang aku mencoba untuk memejamkan mata. Semoga esok aku bisa bangun dengan kondisi segar.

***

POV PUTRI DIAH AYU

Aku memandangi ponselku yang berada di tangan. Penipu itu menghubungiku malam-malam begini. Mau apa dia. Apakah mau mengabarkan tentang pernikahannya esok hari. Berani sekali dia kalau berniat melakukannya. Ataukah dia menyadari kalau segala kebohongannya akan terungkap besok.

“Lihat saja Raditya. Kau akan tahu bagaimana caraku membalasmu. Besok adalah hari terakhir kau menjadi orang kaya. Kau takkan bisa memakai mobil kemana-mana. Bahkan kau juga tak akan memiliki uang sepeserpun!” desisku dengan geram.

“Apa jadinya jika kau menyadari setelah kau tiba di pulau bali, tempat bulan madu bersama istri barumu. Aku bahkan sudah tahu di mana kalian akan menginap!”

“Tunggu saja kedatanganku esok hari. Aku akan memberi kejutan yang takkan kalian lupakan seumur hidup wahai sepasang pengantin!”

Mengambil map yang tergeletak  di atas nakas. Lalu membuka dan membacanya lembar demi lembar dengan teliti. Semua sudah sesuai dengan yang aku inginkan. Orang-orang suruhanku bahkan sudah memulai tindakan malam ini. Semua sudah berjalan sesuai keinginanku. Apa yang kulakukan akan melebihi dari bunyi ledakan bom. Sangat mengagetkan dan bisa membuat jantung berhenti mendadak.

Aku takkan memainkan drama dengan menangis dan memohon supaya Raditya tak menikahi wanita jalang itu. Namun aku hanya akan mengungkapkan jati diri dan juga bukti kuat bahwa aku istrinya. Setelah itu aku tak peduli mereka akan menikah atau tidak. Yang jelas mereka hanya sampah yang tak berguna bagiku.

Menurut informasi yang terpercaya, tiga hari setelah pernikahan Raditya akan memboyong keluarga besar dan juga keluarga istrinya ke bali. Mereka sudah menyewa villa yang mewah.

Aku takkan membiarkan mereka dengan seenaknya menghambur-hamburkan uangku. Enak saja. Mereka pikir cari uang itu gampang apa. Ayahku yang sudah berjuang kepala jadi kaki begitu juga sebaliknya, tak pernah mengajarkan aku dan ibu untuk hidup boros.

Tapi Aku juga akan memainkan peran di sini. Lihat saja pembalasan istrimu yang sudah tersakiti ini.

“Assalamu’alaikum. Boleh ibu masuk?” terdengar suara lembut ibu. Suara yang bisa menenangkan hati. Sedikit demi sedikit menurunkan gejolak amarah dalam dada.

“Masuk saja, Bu,” jawabku sembari meletakkan map di atas ranjang.

Ibu tersenyum dan duduk di sampingku. Netranya menatap map berwarna biru yang tergeletak tak jauh dariku.

“Ini apa?”

Aku menaikan satu sudut bibirku. “Itu kejutan untuk Mas Radit,” jawabku sembari mengangkat dagu.

“Boleh ibu tahu apa isinya? Ibu tak ingin kau bertindak yang bisa membahayakan dirimu.”

“Ibu tenang saja. Map ini berisi tentang kewajiban yang harus Radit bayarkan.”

“Maksudmu?”

Aku menatap wajah ibu yang masih dipenuhi beribu tanya.

“Map ini berisi tagihan daging dan juga bakso yang sudah di pesan oleh Radit. Dia pasti akan sangat terkejut atau bahkan marah besar kepadaku. Karena dia merasa kalau dialah pemilik toko yang sebenarnya. Begitu juga dengan keluarga besar dan juga koleganya. Hach, aku tak bisa membayangkan bagaimananya malunya dia nanti.” Menyatukan tangan dan meletakkan di belakang kepala, lalu bersandar pada ranjang sembari menatap langit-langit kamar.

“Nak, jangan lakukan itu. Radit pasti marah. Ibu takut dia akan mencelakaimu.” Ibu terlihat cemas.

“Aku tahu apa yang akan kulakukan. Dan aku juga sudah mempersiapkan segala kemungkinan ke arah situ.”

“Bagaimana kalau kau meminta bantuan pamanmu?”

“Tidak, Bu. Aku tak ingin menyulitkan siapapun. Kasihan kalau paman juga ikut terlibat di sini. Beliau anggota kepolisian yang masih aktif. Kalau sampai paman bertindak melampaui batas, bisa berbahaya untuk karier dan masa depannya.”

“Tapi, Nak ....’

‘Tolong, percaya kepada putri. Aku bukan gadis lemah seperti yang suamiku sangka. Radit harus membayar atas apa yang dia lakukan.”

Bolamata sayu itu berkaca-kaca. Mata teduhnya kini berubah menjadi kesedihan. Lalu, Ibu memelukku dengan erat untuk memberikan kekuatan.

Kubalas pelukannya dengan erat. Kami harus saling menguatkan. Semenjak kepergian ayah, kami harus menjadi sosok yang mandiri. Termasuk dengan menyingkirkan Radit dan para benalu itu. Semoga hari esok menjadi awal dari kebahagiaanku. Nasib burukku perlahan akan berubah menjadi kebahagiaan. Semoga saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status