“Bang, aku siap menikah dengan Neva sekarang. Apa penghulu masih menunggu di depan?”
“Tidak. Mereka sudah pergi.”
“Kok bisa sih. Kenapa mereka tidak menunggu? Gak profesional banget sih!” Neva cemberut dan terlihat kesal.
“Penghulu manapun takkan mau menikahkan sepasang pengantin yang memalsukan surat-surat tentang statusnya. Tapi jangan khawatir, kalian tetap bisa menikah. Tapi di bawah tangan.”
“Nikah siri maksudnya?”
“Iya, dek. Hanya itu jalan satu-satunya. Itupun kalau kau mau, Abang akan cari orang yang mau menikahkan kalian!”
“Aku setuju, bang. Tak ada jalan lain. Penghulu tak mungkin mau menikahkan kami. Apalagi setelah tahu aku memalsukan dokumen tentang statusku.”
“Itu betul sekali. Ayo, kita ke sana sekarang!”
“Baik. Tapi aku ingin lihat keadaan ibu dan juga Nena.”
“Mereka sedang di ta
Benar-benar tamu tidak tahu sopan santun. Tak henti-hentinya mengetuk pintu dan memencet bel. Awas saja kalau sampai aku mengenal mereka.Bergegas menuju dapur untuk mengambil pisau yang tajam untuk berjaga-jaga.Alangkah terkejutnya saat tiba di ruang tamu. Pintu yang sangat kokoh itu sudah dibuka dengan paksa. Mereka merusak kuncinya. Dan lebih mengejutkan lagi, mereka adalah Radit dan kroni-kroninya. Tiga dari mereka jelas aku mengenalnya. Radit, si pelakor dan mantan ibu mertua. Kedua pria lainnya, aku tidak mengenalnya.Aku harus berhati-hati menghadapi mereka. Kusembunyikan pisau di belakang tubuhku.“Mau apa kalian kemari?!”“Kembalikan mobil kami!” teriak Radit seperti orang kesetanan. Wajahnya sangat beringas. Rasanya seperti tak pernah kenal dengan pria di hadapanku ini. Sangat mengerikan dan wajah yang penuh kemunafikan.“Mobil? Mobil siapa? sejak kapan kau punya mobil?!”&l
Seketika Radit menghentikan pukulannya terhadapku. “Kenapa dia ada di sini?” terdengar suara radit yang lirih. Ada getaran dalam nada bicaranya. Dia pasti sangat ketakutan melihat amarah pamanku. Lihat saja apa yang akan paman lakukan kepadamu, Raditya.“Bagus! tolong selamatkan putri!” teriakan ibu menggetarkan hatiku. Suara tangisnya membuat jantungku berdebar. Ingin rasanya aku bersuara dan mengatakan ‘aku tak apa-apa’ untuk meredakan tangisannya. Tak tega mendengar wanita yang sangat kusayangi tersayat hatinya melihat putri satu-satunya yang teraniaya, persis di depan matanya. Hatinya pasti hancur. Sedang aku, aku tak bisa berbuat apa-apa. Jangankan untuk membalas, untuk menggerakan tangan saja terasa sakit. Sekujur tubuh seperti dihantam bebatuan yang besar. Sakit, berat dan perih.Semua terjadi diluar prediksi. Bahkan tak pernah terselip dalam pikiranku kalau pria yang pernah aku cintai, dan dengan setianya diri i
“Putri! Bangun,Nak.” Paman terlihat sangat mengkhawatirkanku. Dia memelukku erat seraya menepuk-nepuk pipiku..“Kita bawa ke rumah sakit sekarang, Bagus.”“Iya, Mbak yu.”Saat tubuh kekar itu menggendong tubuhku yang penuh luka, terasa sangat menyakitkan. Jangan tanyakan bagaimana rasanya. Bukan hanya sakit, tapi juga sangat menyiksa.Sesaat aku masih bisa berpegangan erat pada bahu paman. Beberapa saat kemudian, pandanganku mulai kabur. Tiba-tiba semua menjadi gelap. Hingga saat aku sadar sudah berbaring di ranjang.Perlahan mengerjapkan mata. Menyapu pandangan yang terlihat asing bagiku. Ini bukan kamarku. Dinding berwarna putih mendominasi kamar ini.“Aw.” Aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal saat menarik tangan kananku. Kulihat jarum infus terpasang di tangan. Sssh, aku mendesis saat merasakan sakit di sekujur tubuh.“Putri, kau sudah bangun?” terdengar
Setelah dua hari di rawat di rumah sakit, aku merasa lukaku sudah membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Lega rasanya.Selama berada di rumah sakit, paman begitu perhatian. Dari membantu meminum obat, hingga mengantar aku ke kamar mandi. Aku benar-benar berntung mempunyai paman sebaik dia.Begitu juga saat aku tiba di rumah. Tangan paman tak pernah lepas dari pundakku. Jujur sebenarnya aku merasa risih dengan perhatiannya yang sangat berlebihan. Radit saja tak pernah melakukan hal ini kepadaku. Saat aku sakit juga tak ada perhatian sama sekali.“Aku bisa sendiri, Paman,” pintaku saat paman akan menggendong tubuhku untuk naik ke atas ranjang.“Oke!”Aku duduk perlahan dan menata bantal sebagai penyangga kepala. Lagi-lagi paman membuatku makin kikuk saat dia mengambil selimut untuk menutupi tubuhku. Entah bagaimana wajahku sekarang. Merah jambu ataukah memucat. Aku tak mengerti kenapa jantungku berdebar begitu k
“Mmm-sorry, maksud Paman ... yang berpendidikan seperti kamu, tapi tetap bisa patuh terhadap suami. Begitu maksud Paman,” ujar Paman yang terlihat gelisah. Dia seperti salah tingkah dan malu.Paman memainkan jemarinya. Sesekali mengusap wajahnya dengan kasar.Suasana tiba-tiba menjadi kaku. Tak ada sepatah katapun yang terucap. Begitu juga dengan diriku yang diam seribu bahasa.“Mmm maaf, Paman mau ... telfon teman sebentar,” ucap Paman yang masih terlihat serba salah. Bahkan saat berkata, tak memandang ke arahku. Dia pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dariku.Aku tahu paman tadi hanya berpura-pura akan menelfon. Alasan klise untuk lari dari masalah.Masalah! Masalah apa sih. Kenapa aku mengkategorikan ini sebagai masalah. Yang aku tak mengerti, kenapa wajah dan tingkah paman berubah setelah mengucapkan kalimat ‘seperti kamu.’Apa ada hal lain yang tak kuketahui tentang perasaannya kepa
POV PUTRIPagi ini aku akan datang ke toko. Mulai hari ini dan seterusnya aku akan kembali memegang kendali usaha warisan dari ayah. Sekian lama aku dibohongi oleh si penghianat itu. Dan kejadian itu tak boleh terulang kembali.“Aw!” aku memekik saat bertabrakan dengan seseorang yang hampir saja membuatku terjatuh.“Paman?”“Hati-hati dong kalau jalan. Mau kemana, kok sudah cantik?” tanya paman.“Mau ke toko, lah.”“Ke toko?! Ini masih jam lima lewat loh. Belum jam operasional orang bekerja!”“Paman, namanya juga toko daging. Jam operasionalnya mulai jam lima pagi. Emang paman yang pegawai, masuknya agak siang.”“Oke deh. Paman antar, ya.”“Dengan pakaian olahraga begini?!” aku memperhatikan paman dari ujung kepala hingga ujung kaki..“Iya! emang kenapa? Gak boleh?”“Bukan gak bole
“Ada apa?”“Radit menunda bulan madunya ke bali. Padahal aku sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk menjebaknya!” jawabku dengan kesal.Paman menghentikan mobil dengan tiba-tiba.“Kenapa berhenti?” menatap wajah paman yang terlihat kesal.“Apa kamu masih mencintainya? Kau masih cemburu hingga sampai mengikuti bulan madu mereka? Buka matamu lebar-lebar,Putri! Radit itu sudah ....”“Paman salah paham. Aku sudah tidak mencinta Radit. Aku hanya ingin melihat Radit malu karena tak membawa uang sepeserpun. Aku sudah merencanakan untuk mencuri dompetnya saat sudah di villa nanti. Supaya dia mati kutu. Bahkan anak buahku sudah berada di sana. Aku sendiri juga sudah membeli tiket dan booking hotel di sana. Dan bisa-bisa uang yang ada di rekening Radit habis sebelum aku sempat mengambilnya. Bagaimana aku tidak kesal coba?!” memukul kaca mobil dengan kesal.“Kenapa kau ti
Mata Radit menatapku dengan tajam. Sorot mata yang penuh amarah seolah siap menyerangku. Aku harus waspada.Sayangnya, aku salah fokus. Ternyata Radit tidak akan memukulku, tetapi kasir. Dia menendang Nia dan berhasil merebut amplop yang berisi uang hasil penjualan yang sudah beberapa hari belum di setor ke bank. Sial. Radit berhasil mengelabuiku.Aku tak boleh tinggal diam.“Security! Tangkap Radit dan bawa ke hadapanku! Semuanya kejar dia jangan sampai lolos!” aku berteriak kepada seluruh karyawan. Bahkan aku sampai lupa kalau sedang banyak pelanggan yang berbelanja. Radit benar-benar membuat kekacauan.Aku segera meminta maaf kepada para pelanggan. Lalu menuju ruang pribadiku dan menanti si biang erok di sana. Awas saja, aku akan membuat perhitungan dengannya.“””Aku duduk di kursi kebesaran. Sudah lebih dari dua puluh menit anak buahku belum juga berhasil membawa Radit ke hadapanku. Sesulit it