Share

6. Di usir

"Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut. 

"Bapak ..., " teriak Iqbal dengan nada girang. 

"Mana ibu?" Tanya Bang Rio dengan nada ketus.

Penasaran dengan wanita yang di bawa pulang suamiku. Aku bergegas keluar kamar untuk menemuinya. 

"Ada apa Bang?" jawabku.

"Sekarang juga, Keluar kau dari rumah ini! Ini rumahku! Kenapa aku pula yang harus terusir dari rumah ini?" 

Tanpa basa-basi Bang Rio membentak dan mengusirku. Iqbal yang tadinya girang akan kepulangan ayahnya berlari ketakutan memeluk diriku. Tak lama seorang wanita yang kuperkirakan dibawa pulang suamiku, hendak menyusul bergabung. Dari belakang punggung Bang Rio terlihat Beby muncul dengan senyum mengejek padaku.

Kali ini selain make-up di wajah Beby yang semakin tebal, Beby datang mengenakan perhiasan yang banyak di seluruh tubuhnya. Bukan terlihat berkelas, Beby terlihat norak karena mirip toko emas berjalan.

"Ana gak ada ngusir Abang. Abang yang tak pulang," ujarku santai sambil menatap Beby ssinis

Bang Rio terlihat salah tingkah dengan ucapanku. "Oke, kalau begitu. Sekarang juga keluar kau dari rumah ini! Aku gak sudi, kau tinggal di sini lagi! Karena mulai sekarang kau kuceraikan!" 

Bagaikan disambar petir ala sinetron ikan terbang, yang jelas aku nyata merasakan sensasi itu. Aku yang sempat menyesali perkataanku kemarin, merasa sedih dengan kata 'cerai' yang terlontar lagi dari runggu suamiku.

"Keleng! Memang gak ada otakmu, ya? Istri baru lahiran, udah main usir aja. Emang kau pikir Diana kucing, yang bisa seenak udelmu kau usir-usir sembarangan. Gak takut kualat kau ya, Leng!" Bentak Kak Yanti keluar dari kamarku.. 

Bang Rio tampak terkejut dengan kehadiran Kak Yanti yang mendengar jelas pembicaraan kami. kamarku yang sebagian dindingnya terbuat dari triplek, membuat suara gampang terdengar dari dalamnya. Tanpa perlu menguping, kak Yanti pasti mendengar Bang Rio mengusirku. 

"Ngapain kau di rumahku, kristal? Keluar kau! Gak ada hak mu ikut campur di sini."

"Rumahmu, sadar kau Keleng. Kau pun cuman numpang disini. Ini juga bukan tanah pribadi kau!" kak Yanti balik membentak. 

"Ana, ambil ini bayimu. Aku mau pulang! Gelap disini." ucap kak Yanti, menyerahkan bayiku. 

Kepulangan kak Yanti, membuat ciut nyaliku. Seperti biasanya aku sudah kembali menjadi Diana yang lembek, yang akan mengiba maaf kepada suamiku yang kejam. 

"Bang, Ana minta maaf Bang. Jangan usir Ana, Bang." Rungu ini langsung reflek mengemis maaf. "Ana kemarin gak sadar Bang," ucapku tergugu sambil memegang tangan suamiku. 

"Abaaang," panggil Beby dengan manja. 

Dasar wanita perusak. Melihat aku merapatkan diri pada suamiku yang berlabel halal, wanita itu langsung cemberut memanyunkan bibirnya. Tanganku yang sempat digenggam Bang Rio, mendadak ia tepis dan mulai mendorong tubuhku pelan agar menjauh darinya. 

"Sabar ya, Beb. Abang selesaikan dulu urusan, Abang sama wanita busuk ini," ucap Bang Rio sambil mengusap lembut pucuk kepala Beby. 

Ah … walaupun sudah berapa kali aku mendapati Bang Rio selingkuh, tetap saja aku cemburu melihat adegan mesra yang sederhana ini. Memoriku pun mengulang kenangan ketika aku tengah mengandung Rina. Selama mengandung Rina, aku sangat ingin diperhatikan dan dimanja suamiku. Namun, berapa kali aku merengek ingin di sayang seperti itu. Bang Rio yang tak peka, malah mengatakan aku lebay. Lebay karena aku tak pantas bersikap seperti itu. 

"Diana, cepat kau keluar dari rumahku ini, " ucap Bang Rio menekan kata Rumah. "Aku akan tinggal dengan istriku ini."

'Istri?' Batinku. 

Lemas kakiku, seakan tak kuat menopang tubuh ini. Aku langsung terduduk di lantai. Untung saja tangan ini masih kuat mendekap Rina. Sakit sekali melihat dua tangan yang bertaut di udara milik Suamiku dan Beby. Apalagi saat tangan itu disimbolkan suamiku sebagai istrinya. 

"Assalamualaikum, " ucap Pak Salim dan Bu Halimah bersamaan. Mereka datang bersama Kak Yanti. Mungkin kak Yanti mengadu kepada Bu Halimah perihal Bag Rio yang mengusirku. 

"Waalaikumsalam." jawab Aku, Bang Rio dan Beby serentak. 

"Mau kamu sewakan sama siapa rumah ini Rio," tanya Pak Salim pada suamiku.

Bang Rio menatap bingung dengan pertanyaan Pak Salim. "Saya tidak ada niat menyewakan rumah saya kok, Bang."

Mendengar ucapan suamiku, Pak Salim lantas melemparkan pandangan ke arah Kak Yanti yang masih merupakan sepupunya. Mendapat tatapan pertanyaan, kak Yanti membalasnya dengan nyengir kuda.

"Kalau Yanti bilang Rio, ngusir Diana sambil bawa perempuan lain. Apa Abang mau datang kesini?" tanya kak Yanti yang masih menyengir kuda. 

Dua orang pasangan mesum yang saling bergenggaman, sontak terkejut. Mereka berdua menjadi salah tingkah saat genggaman saling terlepas. Begitu juga Beby yang mengambil langkah mundur selangkah, berdiri di belakang suamiku. 

"Eh, ini Bang saya sudah cerai dengan Diana, jadi saya minta Diana keluar dari rumah ini. Karena mulai hari ini, istri saya yang baru akan tinggal disini bersama saya," terang Bang Rio sambil menarik Beby untuk kembali berdiri sejajar dengan dirinya. 

Air mata ini mendadak berhenti, saat Bang Rio mengatakan Beby adalah istri barunya. Apa perkataanku tempo hari, sudah ia anggap sah bercerai denganku. Padahal aku mengucapkannya dalam kondisi emosi. Bahkan sampai detik ini, Bang Rio juga belum ada mengucapkan kata talak padaku secara resmi. 

Pak Salim menganggukkan kepalanya seakan paham dengan perkataan suamiku. Aku semakin ragu dengan pemikiranku sendiri. Maklum ilmu agamaku tidaklah terlalu banyak.  

"Oh, begitu. Boleh kita bicarakan ini di dalam. Malu diliatin tetangga," ujar Pak Salim. 

Di ruang tamuku yang kecil dan berantakan ini, kamil duduk saling berhadapan. Kecuali Kak Yanti yang ku minta menjaga Iqbal dan Rina di kamar. Aku tak ingin kak Yanti bertengkar lagi dengan suamiku.

Semenjak Bang Rio mengakui Beby sebagai istrinya kepada Pak Salim, Beby semakin berani menguasai pria yang menghabiskan hidup tujuh tahun denganku. Melihat mereka kembali saling menggenggam tangan bersama, membuatku semakin merasa sakit. Iri, melihat suamiku seperti memberikan dukungan pada Beby. 

"Jadi, kamu sudah menikah lagi Rio," Tanya Pak salim, memecahkan keheningan. 

"Iyah Bang, semalam kami menikah. Maharnya motor yang ada di depan itu, " ucap Bang Rio dengan semangat. Senyum sumringah terpancar dari wajahnya saat menunjukkan motor baru yang terparkir di halaman rumah kami. 

Sebuah motor matic berbody besar berwarna hitam. Mendapati aku ikut memandang motor yang menjadi mahar untuk gundik suamiku itu. Bang Rio melemparkan senyum mengejek padaku. Dadanya yang bidang mendongak ke atas, seolah-olah bangga akan apa yang baru ia berikan ada gundiknya. 

Iri … jelas aku iri. Pasalnya jauh sekali mahar yang Bang Rio berikan padaku. Sewaktu akad pernikahan kami, ia hanya memberikanku mahar sebesar lima puluh ribu rupiah. Bukan karena sebesar apa perbedaan mahar, yang membuatku iri. Tapi mahar yang dulu Bang Rio berikan padaku, ia ambil lagi secara diam-diam alias mencuri. Ingin merokok dan tak ada uang lagi, menjadi alasannya mencuri uang mahar dari dompetku. Padahal uang itu ingin ku abadikan sebagai kenangan pernikahan kami. 

"Ana tau Rio sudah menikah?" tanya Pak salim padaku. 

Imagi_Nation

Hai ... Terimakasih sudah mau membaca tulisan saya. Maaf mumgkin terlalu kaku. Tapi kedepannya. Saya akan berusaha lebih baik lagi. Mohon dukungannya. Terimakasih. IN

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status