Share

Bab 8 CEMBURU

Setelah dipikir-pikir, ada baiknya juga Kamilia mengikuti kehendak juru kamera itu. Dia akan keluar rumah diam-diam tanpa Hendra. Hal yang paling dibenci lelaki itu.

Keraguan menyelimutinya saat mobil putih itu membawanya ke Kafe Senja. Tadi dia sudah mengirim pesan, agar fotografer itu datang tepat waktu. Kamilia takut, ketika Hendra pulang dirinya tidak ada di rumah.

"Siapa dia?" Kamilia langsung saja menodong juru kamera itu dengan pertanyaan.

"Sabar, Mila," jawabnya sambil mengerling nakal.

"Maksudmu apa, Bagas?" tanya Kamilia. Ternyata namanya Bagas, sang juru kamera itu.

"Ada harganya," jawab Bagas serius.

"Berapa?"

"Aku tidak meminta uang sebagai imbalan," jawab Bagas. Rupanya dia sudah mulai berani kurang ajar.

Kamilia mengernyitkan kening, tidak mengerti dengan ucapan Bagas. Sesaat kemudian Bagas mengirim isyarat dengan mengelus tangan Kamilia. Tentu saja Kamilia menolak, perempuan itu menepiskan tangan Bagas.

"Kau hanyalah seekor kelinci, berani sekali kau menantang singa!" Kamilia mendengkus.

"Hahaha … aku kelinci yang cerdik, Mila." Bagas tertawa.

"Aku tidak mau!"

"Itu pilihanmu," ujar Bagas. "Aku hanya punya penawaran menarik," sambungnya.

Kamilia melirik jam di pergelangan tangannya. Dia hanya punya waktu sebentar untuk tetap di luar rumah. Hendra akan tiba di rumah satu jam lagi. Kamilia berpikir ulang. Biarpun dirinya seorang pelacur tidak sudi harus melayani Bagas. Namun, imbalannya Kamilia tahu siapa wanita di foto tersebut.

Dalam kegamangan, Kamilia memutuskan untuk pulang. Dia berpikir, mungkin nanti akan ada jalan lain untuk mengetahui siapa wanita tersebut. Terkejut wanita itu bukan kepalang. Mobil Hendra sudah terparkir rapi di depan rumah.

"Dari mana kau, Mila?" tanya Hendra. Nada suaranya terdengar curiga.

"Aku beli ini," jawab Kamilia. Wanita itu berusaha menutupi kegugupannya. Dia mengacungkan sebotol kecap di tangannya. Untung tadi dia mampir ke minimarket.

"Kamu jangan coba-coba berbuat curang, Mila? Kamu harus ingat siapa dirimu?" Hendra kembali mengingatkan posisinya. Lidah lelaki itu kini sudah setajam pisau. Kamilia sudah paham dengan sifatnya Hendra. 

Kamilia mendekati Hendra, kemudian memeluknya dari belakang. Kamilia tertegun sejenak. Ada wangi asing menyentuh hidungnya. Lelakinya itu, kini menebarkan paku-paku beracun ke dalam hatinya. Menancapkan rasa perih.

"Hey, ada apa dengan diriku?" pikir Kamilia. Berbilang hari menapaki jejak bersama Hendra, lama-lama tumbuh benih cinta. Padahal Kamilia selalu menjaga hatinya. Kini, ada ulat-ulat cemburu menggerogoti hatinya.

Kamilia mendengkus saat menyadari ternyata banyak harapan di antara kesakitan. Seharusnya dia mampu mengatasinya. Menanggung rasa sakit adalah cara untuk bertahan. Cinta tanpa nada ini menggeliat minta tempat.

*****

"Aku setuju!"

Kamilia mengirimkan pesan kepada Bagas. Rupanya perempuan itu tidak tahan dengan kecemburuan di hatinya. Jiwanya tertantang untuk satu pembuktian.

Rasa cemburunya meronta. Membawanya kini ke sebuah hotel. Kamilia tidak mengindahkan tadi malam Hendra sudah memperingatkan dirinya.

"Jangan pernah berani kau berbuat curang, Mila. Jangan sampai wajahmu yang cantik menanggung akibatnya!" ancam Hendra semalam.

Dasar wanita, Dia selalu mengandalkan perasaan. Padahal kalau dipikir-pikir, Hendra sudah sudah mengangkat derajatnya sedikit. Nasibnya sudah berpindah suratan. Namun, tetap saja di mata Tuhan dirinya hanyalah seorang pezina. Kamilia merasa dirinya benar-benar sampah.

"Mana fotonya dan jelaskan siapa dia?" Kamilia menagih janji Bagas.

"Tunggulah sebentar, aku masih ingin bermain-main dengan tubuhmu," jawab Bagas.

"Bajingan kau! Jangan sampai mulutmu aku tonjok!" teriak Kamilia.

"Ooh, seorang perempuan cantik tidak akan bisa melukaiku," ujar Bagas.

"Ingatlah Bagas, aku hanyalah wanita sundal dan bisa menjadi begundal, paham!"

Bagas tertawa mendengarnya. Lelaki sialan itu kembali meraih tubuh Kamilia. Hujan deras disertai angin tengah terjadi di luar hotel. Kamilia memandang jarum-jarum kecil itu. Dia memalingkan muka ke jendela, saat Bagas menjarah raganya.

"Alam saja tahu isi hatiku, mereka ikut bersedih," batin Kamilia sendu.

Kamilia secepatnya mandi setelah memuaskan Bagas. Dia menggosok tubuhnya dengan keras. Jangan sampai bau lelaki itu masih menempel di badannya. Dirinya bisa dijadikan daging cincang oleh Hendra.

Bagas duduk sambil menyalakan sebatang rokok. Jarinya memainkan lintingan tembakau itu. Mulutnya membentuk huruf O saat menghembuskan asapnya. Hasilnya, huruf O terbuat dari asap susul menyusul keluar dari mulutnya.

Kamilia duduk diam menunggu informasi yang dia perlukan. Diam-diam pandangannya meretas wajah di depannya itu. Memindai tanpa kata-kata. Harus diakui, lelaki itu begitu sempurna, pahatan sang Maha Pencipta.

"Calista."

Bibir yang baru saja melahap sekujur tubuhnya itu mengucapkan sebuah nama. Terdengar nada getir dalam suaranya. Namun, Kamila tidak peduli itu. Dia lebih tertarik dengan nama itu.

"Siapa?" tanya Kamilia. Sebuah pertanyaan bodoh sebenarnya. Sudah jelas, dari tadi Kamilia berharap tahu sebuah nama.

Bagas memandang Kamilia. Tatapannya mengandung keheranan. Hatinya memaki, betapa gobloknya wanita di depannya itu. Sayang, dia begitu cantik.

"Wanita sainganmu." Bagas menjelaskan.

"Calista dari tempat Tante Melly?"

"Aku tidak tahu siapa Tante Melly?" Bagas balik bertanya.

"Kau mengenal Calista?" Kamilia bertanya lagi, tidak menghiraukan pertanyaan Bagas sebelumnya.

"Tentu saja, dia wanitaku." 

Pengakuan yang membuat Kamilia melotot. Pantas saja nada suara Bagas terkesan getir. Saat itu juga Kamilia tersadar. Dirinya sudah masuk ke dalam lingkaran dendam yang Bagas ciptakan. 

"Bodoh!" Hati kecil Kamilia mengumpat.

Kamilia memperhatikan foto yang ada di tangannya. Mencoba melukis sketsa wajah di hatinya. Lega, wanita itu bukanlah Calista yang dia kenal dulu.

Setelah mendapatkan informasi yang diperlukan Kamilia secepatnya pergi dari hotel. Dia harus sampai ke rumah sebelum Hendra pulang. Kamilia harus bermain cantik untuk mendapatkan hasil yang apik.

Hendra datang setelah malam larut. Tercium wangi parfum yang sama seperti kemarin di pakaiannya. Kembali hati Kamilia berdegup. Ulat-ulat cemburu kembali menggeliat. Dia bertekad akan memulai penyelidikannya besok. Berani mengusik seorang Kamilia, maka akan dipastikan hidupnya akan tercabik.

*****

Tante Melly sangat senang dengan kedatangan Kamilia. Rumahnya tidak banyak berubah sejak Kamilia pergi bersama Hendra. Interiornya masih tetap sama. Gadis-gadis muda berseliweran di dalamnya. Asap rokok adalah hal yang teramat biasa di rumah Tante Melly.

Kamilia memperhatikan wajah-wajah yang lewat di depannya. Hampir semuanya wajah baru. Kamilia maklumi itu, karena pelanggan selalu inginkan wanita baru. Tak jarang Tante Melly, bertukar anak buah dengan temannya sesama mucikari.

Baru kini Kamilia menyadari, ternyata sudah lama dia meninggalkan tempat ini. Sesaat dirinya terkenang masa lalu. Dia melihat dirinya masuk dari pintu itu. Menjinjing tas dengan muka sembab karena menangis. 

"Ada apa, Mila?" tanya Tante Melly heran. Kamilia memang bersikap seperti mencari seseorang.

"Calista mana, Tante?" Kamilia balik bertanya.

"Tidak berapa lama setelah kau pergi, dia pun pergi?" jelas Tante Melly. "Terakhir kudengar dia pergi ke Thailand, operasi plastik."

Jeder.

Seperti ada suara halilintar di telinganya. Kaget sekali Kamilia mendengar perkataan Tante Melly.

"A apa, Tante … operasi plastik?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status